Jam menujukan pukul sebelas siang. Flora sedikit merenggangkan otot pinggang dan lehernya yang mulai terasa kaku.Dia melempar pandangan ke arah dinding kaca. Di sana terlihat langit biru yang cerah. Terdapat awan putih bersih menghiasi langit tersebut.Tampak seketsa wajah seseorang yang terbentuk dari awan-awan tersebut. Mata Flora kembali berkaca."Aku tau, akulah orang yang paling bersalah dalam perpisahan ini, aku akan memulai hidupku yang baru. Semoga kau di sana juga menikmati kehidupan barumu," ucap Flora lirih.Bayangan pertengkengkarannya terputar di hadapannya. Langit biru seolah menjadi layar bioskop yang menampakkan cuplikan masa lalu Flora.Dia yang selalu mengabaikan Demian. Memberi kebebasan penuh akan pergaulannya dengan lingkup luar sampai pada akhir di titik ini.Bahkan jika di ingat sekali lagi. Meskipun dia di rumah. Akan tetapi waktunya tersita karena berkas-berkas kantor. Sekali lagi, Demian yang bermain dengan anak-anak."Rey, Key, maafkan Momy. Momy janji akan
Flora dan Revan baru saja selesai menyantap makan siang mereka. Baru pertama kali ini Flora mengizinkannya makan siang bersama."Sudah siap" ucap Revan bersemangat."Harus sekarang ya?" tanya Flora ragu.Dirinya masih tidak percaya diri saat melangkahkan kakinya keluar ruangan lagi. Otaknya masih di penuhi bayangan para pegawai yang menatapnya seperti orang asing."Mau aku gandeng lagi? Aku nggak keberatan kok," kekeh Revan."Susah banget sih jadi hijabers gini," keluh Flora."Hijabers nya nggak susah, pemikiran kamu aja yang ribet," sahut Revan.Flora terdiam sesaat. Untuk kali ini dia setuju dengan Revan. Memang benar dia yang terlalu memikirkan apa kata orang. Hanya saja dia kurang terbiasa dengan semua ini."Aku gendong nih! Jam kita udah mepet loh," desak Revan."Iya, iya ..." Flora melangkah menuju pintu.Dengan ragu dia menggenggam ganggang pintu. Perlahan dia menarik napas panjang dan mulai memutar benda itu.Dengan menahan ketidak nyamanan dia melangkah menuju pintu keluar.
Flora dan Revan sampai di tempat tujuan. Mereka berada di sebuah cafe dengan nuansa Jawa. Keduanya saling pandang untuk sesaat."Jadi, apa masalahnya?" tanya Flora."Seperti biasanya, mereka ingin kita tukar semua furniture. Bukankah lebih aman seperti itu. Dari pada kita memberi ganti rugi, barang yang di tukar bisa kita jual lagi dengan harga rendah." Revan mulai membuka tas yang berisi map.Flora menarik napas panjang dan meraih map yang berada di tas Revan. Wanita itu mulai melihat laporan jumlah rupiah yang harus dia bayar."Apa? seratus juta, kau yakin?" Mata Flora membulat."Kau bisa masuk ke dalam, di dalam kau akan menemukan jawabannya." Revan mencondongkan tubuhnya dan membuka pintu untuk Flora.Jarak mereka hanya sekian centi. Aroma parfum Revan menyeruak menggoda indra penciuman Flora. Wanita itu dapat melihat dengan jelas kulit putih mulus terawat di hadapannya.Untuk sesaat Flora terdiam membatu. Dia hanya manusia biasa yang mampu khilaf dan terpesona dengan lawan jenis
Demian duduk di ruang tamu. Sudah satu Minggu setelah dia pulang dari rumah sakit. Keadaannya sudah berangsur membaik. Rebecca datang membawa nampan yang berisi beberapa hasil karya masakannya. Ada Sayur sop, tempe goreng dan juga sambal. Demian tersenyum teduh melihat semua ini."Beneran udah enak nih?" tanya Demian sambil tersenyum penuh arti.Rebecca hanya menggaruk tengkuknya. Masalahnya kemarin dia menyajikan makanan yang tidak layak makan untuk sang suami. Pada akhirnya dia harus membeli makanan di luar.Wanita ini hanya mencoba menebus kesalahannya. Dia tau, dia tidak akan sesempurna Flora. Tidak bisa mengganti kenangan indah Wanita itu di hari suaminya.Hatinya sudah memilih Demian dan mungkin inilah karma untuknya. Dia tidak pernah merasakan perasaan cinta seperti ini."Aku tadi sudah cicipi kok," ucap Rebecca tersenyum malu."Oke deh, aku coba yaa ..." Demian hendak meraih nasi."Tidak, biar aku yang suapin," sahut Rebecca yang segera menyambar sepiring nasi yang berada di
Flora duduk bersandar di kursi depan. Dia menatap nanar ke arah jalanan yang rami akan mobil berlalu lalang.Dia bersyukur satu masalah kantor telah terastasi. Untung saja ada teman SMA nya, kalau tidak? Dia tidak tau apa yang akan yterjadi.Untuk Revan, kali ini Flora bisa merasa nyaman dengannya. Pria itu sudah kembali seperti Revan yang dulu. Tidak ada canggung di antara mereka lagi karena menjaga hati.Pintu mobil di buka, Revan masuk sambil membwa dua cup lemon tea. dia menyodorkan satu gelas pada Flora."Minum biar fresh itu kepala," ucap Revan sambil meminum minumannya."Tumben bukan coklat," ucap Flora menautkan alis."Aku akan memberi coklat dan ice cream kalau kau mau menerima cintaku, gimana?" ucap Revan menatap dalam Flora.Flora hanya mampu meneguk liur. Harusnya dia bisa menutup mulut dan tidak memicu masalah baru. Sekarang apa yang harus dia lakukan?Revan merubah posisi duduknya menghadap Flora. Seketika Wanita itu membuang pandangannya. Melihat Flora salah tingkah, R
Seorang pria duduk bersandar di kursi. Asap tipis mengelilinginya. Di sekitar pria itu terdapat beberapa botol anggur merah yang telah kosong.Dia meraih gawai yang tergeletak di meja. Matanya menatap tajam foto wanita cantik di layar ponsel. Paras cantik dengan rambut gelombang berwarna merah, kulit putih bersih bersinar, di tambah mata hitam tajam yang mampu membuat siapapun menatapnya akan hanyut terbuai."Kau tidak bisa pergi begitu saja Sayang," ucap pria tersebut tersenyum getir.Pria dengan banyak lukisan pada tubuhnya itu bangkit dari kursi dan melangkah mendekati jendela. Pandangannya tertuju pada rumah bernuansa putih yang begitu sejuk."Kau membuat hidupku hancur dan aku tidak mau merasakannya sendiri, kau juga harus merasa apa yang aku rasakan," ucap pria bertato sambil mencengkram erat kelambu berwarna biru muda. Dia melihat seorang wanita dengan perut buncit keluar dari rumah. Wajahnya masih sama, cantik. Wanita itu melangkah menuju tukang sayur yang berhenti tak jauh d
Revan duduk di kursi kerja. Di hadapannya ada layar laptop yang menunjukkan grafik penjualan yang meningkat. Dia teringat pada seorang yang merusak moodnya pagi ini.Mengingat hal menyebalkan itu dia bangkit dari kursi. Saatnya untuk memberi mereka pelajaran. Toh, pekerjaanya juga sudah selesai.Pria tampan itu mengayunkan kakinya menuju tempat kerja beberapa karyawan. Langkah kakinya terhenti ketika melihat mangsanya menghampirinya.'Sangat kebetulan sekali, kita lihat sekarang siapa yang lebih murahan,' batin Revan. Otaknya sudah menyusun rencana untuk wanita dengan mulut pedas tersebut.Wanita dengan ukuran satu meter kotor itu melangkah mendekat. Maaf, bukan maksud Revan Body shaming. Tapi, bukankah lebih keterlaluan dia karena memfitnah Flora."Maaf, kau yang namanya Agnes?" tanya Revan menghadang wanita yang sedang berjalan dengan lengannya.Wanita tersebut menghentikan langkahnya kakinya dan mendongakkan kepala. Matanya membulat menatap keindahan di hadapannya."Iy-a Pak," jawa
Mobil Revan berhenti tepat di depan rumah megah. Flora segera membereskan mapnya dan membuka pintu."Maafkan aku Flo," ucap Revan.Flora kembali menutup pintu. Dia melempar pandangan ke arah Revan. Alisnnya mengkerut."Untuk?" tanya Flora."Untuk segalanya. Terutama rumor yang sedang panas di kantor," jawab Revan memasang wajah bersalah."Sejak kapan kau berubah seperti ini? Bukankaah ini wajah. Semua orang memandang janda sebelah mata. Aku sudah memikirkannnya sebelum memutuskan untuk berpisah dengan Demian." Flora memamerkan deretan gigi putihnya."Tapi ini tidak adil untukmu Flo," sahut Revan yang meraih tangan Flora. Reflek wanita itu menepisnya."Revan, maaf, aku tidak bermaksud seperti itu." Flora tersenyum kikuk."Seandainya aku datang lebih dahulu, pasti bajingan itu tidak akan menorehkan luka sedalam ini untukmu." Revan bersandar di kursinya."Semua sudah terjadi dan harus kau tau kalau dia adalah mantan suamiku, Demian. Bagaimanapun dia adalah Daday dari anak-anankku. Aku ha