“AAAAA!!!” Peony berteriak heboh. Ia langsung menutupi wajah dengan kedua tangan. Jantungnya berdegup kencang. Sialan! Apa-apaan pria itu?! Bisa-bisanya Kheil membuatnya berhadapan dengan Nicholas! Meskipun hanya melalui panggilan video, tetap saja Peony merasa takut sekaligus terkejut. Bayangkan, Nicholas Leight, pria yang telah membuat Kheil ada di dunia ini! Kheil keparat! Ya Tuhan… Peony menerka-nerka bagaimana wajahnya saat ini. Apakah make up-nya sudah luntur? Apakah penampilannya berantakan? Apakah Nicholas menganggapnya pantas untuk Kheil? Apakah—Tunggu-tunggu-tunggu, apa yang dia pikirkan?! Memang kenapa kalau berantakan? Memang kenapa kalau Nicholas tidak suka padanya? Peony tidak punya kewajiban terlihat sempurna di depan Nicholas seakan ingin menarik perhatian calon mertua. Sialan! Ini semua gara-gara Kheil!!! Pikirannya jadi ke mana-mana. Ini juga gara-gara perkataan Nicholas tadi. Memberi cucu?? Hell! “Sudah? Jangan ganggu aku lagi.” Tak! Peony membuka tangan yan
Mata Peony masih setia membuka. Melihat bagaimana Kheil menggodanya. Pria itu menikmati bibirnya dengan hati-hati. Peony terbuai? Tentu saja. Dia bahkan tanpa sadar mendesah. Apalagi merasakan geli dan nyeri secara bersamaan saat dagunya bergesekan dengan bakal janggut Kheil. Menimbulkan gelenyar aneh ke seluruh tubuh. “Summer… Summer…” bisik Kheil di sela cumbuannya. Nadanya bergetar. Peony membelalak. Ia tidak asing dengan situasi ini. Ingatan masa lalu seketika menyusup di kepala. Ciuman pertama mereka… Kheil juga memanggilnya seperti itu saat pertama kali bibir mereka bertautan, dan setelah itu apa yang terjadi? Kheil menghilang seperti bajingan. Sial! Seharusnya Peony tidak membiarkan Kheil melakukan hal ini padanya. Bukankah Peony sudah berjanji untuk tidak lagi merusak harga dirinya? ‘Hentikan sekarang juga, Peony! Apa kau mau setelah ini Kheil akan kembali menghilang seenaknya?!’ Tidak! Tidak akan ia biarkan Kheil bertindak sesukanya! Peony akan menampar pria itu lagi.
“Kenapa pintunya tidak terkunci, Maddy—OH MY GOD!!!” Prak! Mata Peony terbuka lebar mendengar pekikan kencang dari arah pintu utama dan barang jatuh. Ia dan Kheil saling pandang dengan bibir masih bertaut. “PEONY MADELINE HART!” Peony segera mendorong bahu Kheil setelah mendengar pekikan kencang Casandra. Ya, Casandra Hart. Sial! Peony lupa kalau sang ibu masih akan menginap di apartemennya dan wanita itu pasti baru saja pulang dari rumah Janice Lishan. Sang ibu yang berpikir kolot dan menjunjung tinggi hubungan intim setelah pernikahan sudah pasti sangat terkejut dengan posisi Peony dan Kheil saat ini, yang sialnya akan sangat terlihat dari pintu masuk, karena sofa ruang tamunya dapat dilihat dari sana. Peony menoleh ke samping, dan mendapati tatapan tajam dan wajah memerah Casandra. Di bawah kakinya sudah tergeletak kantor belanja yang isinya berhamburan. Beberapa jeruk dan apel sudah menggelinding ke mana-mana. Peony menelan saliva susah payah. “I-ibu… i-ini tidak se-seperti
“Bagaimana?” tanya Kheil pada dokter yang memeriksa kaki Peony. “Tidak serius. Cukup butuh waktu satu atau dua hari untuk beristirahat. Setelah itu, bisa kembali beraktivitas walaupun tetap harus berhati-hati saat melangkah,” balas sang dokter yang saat ini mulai membalut pergelangan kaki Peony dengan perban elastis. Lima belas menit yang lalu, setelah beberapa saat mereka selesai makan malam, Peony dan Casandra terkejut dengan kedatangan dokter tersebut. Ternyata Kheil meminta dokter pribadi keluarganya datang untuk memeriksa kaki Peony. Hal itu tentu saja membuat Casandra terpesona semakin dalam pada calon menantunya. Bahkan Casandra sampai menggoda Peony baik dengan kata maupun tatapan jahil. “Pria itu benar-benar sosok nyata calon suami idaman. Tampan, kaya, pandai memasak, sopan, pengertian, dan yang lebih penting, perhatian padamu. Kau tidak salah memilihnya. Pantas saja kau mempertahankannya bertahun-tahun, Maddy… Putriku tidak mau rugi ternyata. Bagus! Dia adalah pendamping
“’Melakukan’ membuat cucu untuk Nicholas dan Nyonya Hart, Summer…” bisik Kheil parau. “A-APA—Hmmppp!” “Jangan berteriak. Aku takut Ibumu berpikir kalau kita sedang ‘melakukannya’,” bisik Kheil kembali. Sebelah tangan sudah membungkam bibir Peony. Tanpa aba-aba, pria itu mengangkat Peony sampai Peony memekik. Refleks ia mengalungkan lengannya pada leher Kheil. Pria itu melangkah pasti menuju sebuah pintu yang berada tak jauh dari ruang tamu. Karena apartemen ini tidak terlalu besar dan memiliki denah yang sama persis dengan apartemen yang Kheil tempati di sebelah, sepertinya Peony tidak perlu repot-repot memberitahu pada Kheil di mana letak kamarnya. “S-seharusnya kau tidak perlu mengantarku. Aku bisa jalan sendiri pelan-pelan. Tuan Clement mengatakan kakiku tidak parah. Hanya butuh berhati-hati saat melangkah,” seru Peony mengingat ucapan dokter yang memeriksanya. “Masalahnya kau bukanlah orang yang pandai ‘berhati-hati’, Bocah. Aku tidak mau mengambil resiko.” “Kheil! Sudah ber
“Ya aku salah. Jadi… kapan kita akan menikah? Besok?” Peony mendelik. Ia nyaris terjungkal kalau saja tidak ada Kheil yang masih mengurung tubuhnya. “Hey… hati-hati.” Peony mendadak gugup dan salah tingkah saat wajah mereka kembali berdekatan. Peony beringsut menjauh walaupun tetap tidak berarti banyak karena posisi mereka masih sangat dekat. “K-kita tidak akan menikah!” “Yes we will!” “Kenapa kau menginginkan menikah denganku?” Kheil diam. Menatap Peony dalam. Hal itu semakin membuat Peony ingin bersembunyi di dalam lubang semut. Wajahnya memanas seperti sedang masuk ke dalam oven. “Nicholas menginginkan cucu,” balas Kheil enteng. Peony mendelik. Tak terima dengan alasan Kheil. “Ya sudah, tinggal kau beri saja! Bukankah kau tidak kekurangan wanita? Bahkan ayahmu menjodohkanmu dengan wanita-wanita hebat. Pilih salah satu dari mereka!” “Bagaimana kalau kau?” “Kenapa harus aku??” “Karena… aku lebih mengenalmu daripada wanita-wanita itu. Kau tahu kalau aku tidak nyaman dengan o
“Aarrrgggghhh! Kenapa bisa aku seperti itu?? Ya Tuhan!” Erangan kembali keluar dari mulut Peony untuk ke sekian kali saat mengingat kebodohannya kemarin pagi. Gara-gara itu, dia harus… dia harus… “Aaarrgggg! Oh God! Bagaimana bisa aku semudah itu menerima lamarannya???!!!” Peony menjambak rambutnya sendiri. Matanya menatap makan siangnya dengan tatapan kosong. Ingatannya kembali pada kejadian kemarin. “A-apa?? B-bukankah waktunya masih a-ada tiga hari lagi… untuk kau menjawab lamaranku, Summer?” “APA AKU TIDAK BOLEH MENJAWAB LEBIH AWAL?! APA KAU MENYESAL TELAH MELAMARKU?” Napas Peony memburu. Peony menatap nyalang pada Kheil yang masih ada di depan unitnya sendiri. Tentu saja masih dengan tubuh Maribel yang menempel di dada bidang pria tampan itu. Dasar lintah danau air keruh! Apakah Peony salah kalau tidak menyukai sosok Maribel? Padahal mereka tidak pernah terlibat masalah apa pun sebelumnya. Tapi karena kedekatan Kheil dan Maribel, membuat hati Peony hangus berkali-kali. “Buk
“Apakah kau memiliki niat untuk berpisah dariku setelah kita menikah?” tanya Kheil datar, tapi pancaran matanya menyiratkan kekecewaan. Peony terdiam. Terlalu terkejut dengan apa yang Kheil perlihatkan. Apakah dia keterlaluan jika meminta perjanjian pra nikah pada Kheil? Apakah dia terlihat tidak percaya pada pria itu? Seketika, Peony dilanda rasa bersalah. Apa dibatalkan saja ya permintaannya? “Aku—” Ucapan Peony terhenti saat mendengar suara langkah kaki dari tangga. Ia dan Kheil langsung mengarahkan pandangan ke sana, dan mendapati Maribel sudah mencapai anak tangga terakhir. Wanita itu sepertinya terkejut dengan keberadaan Peony jika dilihat dari mata merahnya yang melebar. Peony mengernyit melihat wajah Maribel yang tampak sedang bersedih. Mata merahnya memperlihatkan kalau wanita itu habis menangis. Bukan hanya mata, ujung hidungnya pun memerah. Suasana kembali hening untuk beberapa saat. Tak lama, Maribel melangkah pelan ke arah mereka—Ah, lebih tepatnya ke arah Kheil. Se