“Dulu saat Noni dan Adriana masih kecil, mereka berdua sering bermain di rumah ini Danu.” nenek jelaskan itu padaku. “Kebetulan mereka juga seumuran. Widarsih duluan menikah saat Widarti baru hamil.” Lanjut nenek.“Om Danu sering cerita tentang Noni pada Adri nek, Adri sampe iri dengan Noni, karena om Danu sangat sayang sama Noni.” Ujar Adriana. Aku ketar-ketir mendengar Adriana cerita tentang itu, aku khawatir Adriana malah kebablasan. Sehingga mengundang kecurigaan nenek.“Saya ceritakan itu saat saya baru tahu kalau Noni anak kandung saya nek, itu pun saya ceritakan pada Adri saat baru kenal.”“Ya mungkin karena Adri udah gak punya orang tua, jadi iri melihat Noni masih di sayang Papanya.”Adriana melirik ke arahku saat nenek katakan itu, dia seakan-akan merasa ada keanehan dalam hubunganku dengan Noni. Karena apa yang pernah aku ceritakan pada Adriana bukanlah seperti hubungan antara seorang ayah terhadap anaknya.Saat nenek ke dapur untuk menyiapkan minum untuk aku dan Adriana, d
Pertama kali Noni melihat kemunculanku di kantor dengan didampingi Adriana ekspresi wajahnya langsung berubah, “Hai Non! Kamu lihat Papa datang sama siapa?” tanyaku. Noni mengernyitkan dahinya dan menatap pasat kearah Adriana.“Tauk deh Pa.. emang ada apa Papa di Bandung?” Noni menjawab pertanyaanku dengan balik bertanya.“Kamu udah gak ingat sama aku Non? Aku Adri Non.. saudara sepupu kamu!!” Adriana menghampiri Noni dan memeluknya.Sementara Noni seakan tidak percaya kalau yang memeluknya adalah Adri saudara dan sahabatnya semasa kecil. Noni menatap Adriana dengan pasat,“Serius kamu Dri? Kok kamu berubah banget? Aku sampai pangling lihat kamu?”Di resepsionis begitu heboh, pertemuan antara Noni dan Adriana membuat riuh lobby kantor.“Adriana ingin mengajak kamu makan siang menemani nenek, dia ingin memanjakan Selera Nenek Non.” Aku katakan itu pada Noni.“Neneknya mana Pa? Kok ikut masuk?”“Nenek menunggu di mobil, kalau kamu sudah siap yuk kita langsung jalan.” Aku ajak Noni seger
Kami ngeriung dalam sebuah saung, Noni duduk bersebelahan dengan Supriatna. Disebelah kanan Supriatna ada nenek dan Adriana dan aku duduk di sebelah kanan Adriana sendirian. Supriatna memesan semua makanan sesuai dengan selera kami masing-masing.Adriana kembali membuka pembicaraan tentang Reno asi rumah nenek, “Non.. tadi aku bicara sama nenek dan om Danu, aku mau ajak kamu Reno asi rumah nenek. Gimana menurut kamu?” tanya AdrianaNoni terlihat agak serba salah mau menjawab pertanyaan Adriana, Supriatna langsung menjawab. “Wah ide yang bagus itu, biar kamu sama nenek nyaman Noni. Kapan rencananya Adriana? Biar saya bantu deh.” Sahut Supriatna.“Bulan depan gimana pak? Nanti nenek sementara tinggal sama aku di Jakarta, kamu sementara kost aja Non.” Ujar Adriana.Nenek berusaha untuk berdalih, “Kalau merepotkan sebaiknya jangan dulu Dri, sementara biarlah seperti itu.” Dalih nenek“Gak merepotkan nek, karena nantinya saat lamaran rumah itu sudah bagus.” Tambah SupriatnaNenek tidak lag
Kami sudah sampai di rumah nenek hari menjelang malam. Nenek meninggalkan aku dan di Adriana di ruangan tamu. Tanpa rasa canggung Adriana memelukku dengan sangat erat, dia seakan menahan hasrat dan gairahnya yang tak tersalurkan. Dia membujukku agar mau menemaninya di hotel.“Om mau temani aku di hotel malam ini ya? Pliiis.. kita kan udah lama om gak ketemu, om mau ya?” Adriana terus merayuku, sesekali dia mencumbu bibirku.“Kalau tanpa Noni jelas gak mungkin Dri, Noni pasti tidak akan izinkan. Tapi, kalau kita bertiga sama Noni pastinya tidak ada yang bisa kita lakukan.” Aku hanya bisa katakan itu pada Adriana.Disaat aku dan Adriana masih berpelukan, tanpa kami sadari Noni pulang dari kantor. Melihat kami dalam keadaan berpelukan Noni menegur kami, “Papa!! Apa-apain sih begitu? Kamu gak salah Dri bersikap gitu sama Papaku!!?” sergah Noni seketika.Aku buru-buru melepaskan pelukan Adriana, “Papa dan Adriana gak melakukan apapun Non, Adrian hanya kangen dengan sosok Papanya.” Jawabku
Malam semakin larut namun mata tak kunjung terpejam. Begitu juga dengan Noni dan Adriana, yang kedua bola matanya masih menatap tajam kearahku. Aku hanya mampu menyunggingkan senyuman pada Adriana yang dari matanya bisa aku rasakan kalau dia pun ingin dipeluk layaknya Noni.Noni sekalipun matanya terpejam, namun tangannya terus bergerilya dibalik kain sarungku. Wajahku yang begitu dekat dengan lehernya semerbak mewangi, membangkitkan gairahku. Lebih-lebih tangannya terus menyusuri lembah terlarangku tanpa ragu. Noni mendorong pinggulnya memberi isyarat agar aku meresponnya.Tapi, aku tidak sampai hati melihat Adriana menatapku penuh harap. Aku tahu kalau Noni belum bisa tidur sebelum aku menghantarkannya pada puncak pelepasan. Namun situasi dan kondisinya memang tidak memungkinkan. Adriana membalikkan tubuhnya membelakangi aku dan Noni.Sambil berbisik Noni memaksaku untuk melakukan sesuatu, “Ayuk Pa..” bisik Noni. Aku pun memenuhi ajakan Noni, dengan perlahan-lahan aku melakukan pene
“Jadi Adriana yang Papa ceritakan itu Adri ya Pa? Pantasan Papa dan Adri begitu akrab.” Noni tanyakan itu dengan nada kecewa.“Ya Non.. begitu Adriana ketemu nenek, Papa sudah tahu kalau Adri yang dimaksud nenek adalah Adriana.” Jawabku.Adriana merasa aneh dengan pertanyaan Noni, “Emang kamu belum tahu kalau Adri yang dibilang nenek itu aku, Non?”Noni kasih alasan kalau dia belum buktikan tanda yang dipunggung Adri, setelah dia tahu tidak ada tanda dipunggung Adri barulah dia sadar kalau Adri adalah Adriana gadis yang biasa aku kencani.“Kamu tidak usah persoalkan itu Non, toh kamu sudah bertemu dengan Adri sahabat dan sepupu kamu. Itulah kenyataan yang ada dihadapan kamu.”“Ya Pa.. aku sih maklum, cuma saja kok dunia begitu sempitnya ya?”Aku minta pada Noni dan Adriana tidak usaha mempersoalkan itu lagi, karena kita tidak pernah tahu seperti apa rencana Tuhan dalam mempertemukan Noni dan Adriana, juga dengan aku sendiri. Aku katakan juga pada Noni, bahwa aku sendiri tidak pernah b
Aku jelaskan kronologis perkenalanku dengan nenek dan Noni, hanya saja terhadap nenek aku tidak ceritakan seluruhnya. Nenek tanyakan padaku kenapa aku tidak cerita kalau pernah ketemu Adriana. Aku jelaskan pada nenek, aku tidak tahu kalau Adri yang dimaksudkan nenek adalah Adriana.“Noni kasih tahu saya kalau Adri mempunyai tanda lahir di bahu kanannya, sementara Adriana yang saya kenal tidak ada tanda itu nek. Jadi saya tidak menganggap kalau Adriana adalah Adri yang nenek maksudkan.” Jelasku pada nenek.“Tapi, masak sih Papa tidak punya dugaan kalau Adriana adalah Adri?” Tanya Noni.“Noni.. yang namanya Adri itu pastinya banyak, tidak mungkin Papa akan langsung mengira kalau Adriana adalah Adri.”Nenek akhirnya memaklumi penjelasanku, “Ya sudahlah.. yang penting Adri yang nenek cari sudah ketemu. Kebetulan saja kenal sama Danu, udah toh? Jangan dijadikan masalah.”Noni yang sudah tahu banyak ceritaku tentang Adriana, seakan sulit menerima kenyataan itu. Di hadapan nenek dia seolah-o
Sampai menjelang siang, Noni akhirnya memutuskan untuk tidak masuk kerja. Noni menghubungi pak Supriatna dan minta izin tidak masuk kerja. Noni jelaskan pada pak Supriatna kalau dia bangun kesiangan. Aku dan Noni berbicara tentang banyak hal, seperti biasanya dia tetap manja meskipun dihadapan nenek. Yang nenek tahu aku adalah ayah kandung Noni, sehingga nenek menganggap kedekatan ku dengan Noni adalah sesuatu yang wajar.Noni menceritakan hubungannya dengan Supriatna yang semakin intensif, mereka sering jalan berdua hanya sekadar ngobrol.“Aku belum bisa cerita pada Pak Supriatna, Pa.. tentang masa laluku. Biarlah nanti kalau dia tahu baru aku cerita.” Ujar NoniHal itu diceritakan Noni saat kami hanya berdua ngobrol di ruang tamu. Nenek menyibukkan diri di dapur. Aku serahkan sepenuhnya persoalan itu pada Noni,“Papa sih terserah kamu aja mana baiknya, Papa gak bisa memaksa kamu untuk menceritakan hal itu pada Supriatna.”Ada kekhawatiran Noni setelah menikah, dia khawatir tetap te