Andra kembali menoleh, menatap putrinya yang tengah menangis tersedu di dekat jendela. Hati orang tua mana yang tidak merasakan sakit jika melihat anaknya menangis hingga tersedu seperti itu. Dengan perlahan Andra menggerakkan kursi rodanya untuk kembali mendekat ke arah Starla. “Starla,” panggil Andra begitu ia sampai di depan putrinya. Pria paruh baya itu mengulurkan tangan untuk membelai kepala putrinya. “Apa kamu ingin menceritakan semuanya ke Papa?”Starla mendongak. Kedua matanya begitu basah oleh air mata yang terus saja mengalir tanpa bisa ia hentikan. Starla lalu bangkit dan memeluk tubuh Papanya. “Aku harus bagaimana, Pa?” Starla kembali menangis.Andra mengusap rambut putrinya. “Ceritakan ke Papa. Setidaknya hal itu bisa membantumu melepas beban yang sedang kamu rasakan.”Starla kemudian melepas pelukannya pada tubuh sang Papa. Tanpa berganti posisi sedikitpun dari tempatnya, Starla mulai menceritakan semuanya kepad
Saat ini Saga sedang terlihat sibuk melakukan panggilan telepon di ruang tengah rumahnya. Ia tahu kalau Papanya baru saja masuk ke kamar Starla. Makanya ia memanfaatkan kesempatan itu untuk menelepon anak buahnya yang ia suruh untuk menghajar Revanno tadi. “Maaf, Bos. Kami gagal membawanya pergi. Tadi tiba-tiba polisi datang dan menggagalkan aksi kami,” jelas seseorang dari seberang telepon. Saga menghela napas lalu menatap ke arah lantai dua dengan was-was. “Seharusnya kalian bisa bekerja lebih cepat, bodoh!” Ketus Saga. “Maaf, Bos. Tapi pria tadi banyak melawan jadi kami sedikit kesulitan untuk mengatasinya.” Saga berdecak. “Ayolah. Lima lawan satu seharusnya bukan hal yang sulit bagi kalian.” “Iya, Bos. Kami tahu. Maaf.” Lagi-lagi anak buah Saga hanya bisa meminta maaf di seberang sana. “Maaf-maaf, terserah!” Ketus Saga lalu memutus panggilannya begitu saja. Saga lalu merebahkan dirinya di sofa panjang yang ada di ruang tengah. Sejujurnya, Saga tadi juga tidak benar-benar be
Saga tidak tahu pikiran bodoh apa yang telah merasuki kepalanya. Hanya karena Papanya memohon dan mengatakan kalau ia anak baik, Saga bisa langsung menurut begitu saja. Ck! Sangat bodoh memang. Padahal baru saja Saga menyadari kalau menjadi baik itu menyusahkan. Tapi tidak bisa di pungkiri kalau diam-diam Saga merasa sangat senang setiap kali di panggil anak baik oleh Papanya. Saga masih berdiri di ruang tamunya setelah mengantar Papanya masuk ke dalam kamar. Banyak hal yang perlu Saga pertimbangkan sebelum menuruti permintaan Papanya tadi. “Sial! Kenapa sih Papa harus peduli dengan pria berengsek itu? Biarkan saja dia kedinginan di luar sana. Kalau perlu mati sekalian,” gerutu Saga yang tampak kesal. Namun, Saga sudah terlanjur menyanggupi permintaan Papanya. Apa pilihan lain masih tersedia untuknya? “Bodoh!” Maki Saga. Akhirnya Saga benar-benar melakukan hal bodoh itu sekarang. Ia berjalan keluar dari rumahnya sambil membawa s
Revanno menghentikan mobil yang ia kendarai tepat di pinggir jalan. Wiper pada kaca mobilnya masih terus bergerak menyeka air hujan yang sejak tadi terus saja membasahi kaca depannya. Revanno kembali mencocokkan nama penginapan yang ada di seberang jalan dengan yang ada di ponselnya. “Penginapan Melati,” gumam Revanno seraya menatap sekeliling penginapan tersebut. Tanpa pikir panjang Revanno segera melajukan mobilnya masuk ke pelataran penginapan yang tidak begitu luas tersebut. Hanya ada beberapa mobil, selebihnya ada banyak sepeda motor yang sudah berjejer rapi di parkiran khusus sepeda motor yang ada di sana. “Rupanya ada juga penginapan di daerah terpencil seperti ini. Ya, meskipun tempatnya nggak terlalu bagus. Tapi nggak masalah. Yang penting bisa aku gunakan untuk beristirahat dan tidur malam ini.” Revanno kembali bergumam sambil keluar dari dalam mobilnya.Revanno berjalan santai memasuki Lobi penginapan tersebut. Menghiraukan rintik hujan yang masih terus mengguyur dengan
Revanno baru saja terbangun dari tidurnya setelah hampir semalaman ia di buat kesal dengan suara aneh dari kamar sebelahnya. Bahkan semalam Revanno juga harus terpaksa mengocok miliknya sendiri agar juniornya bisa berhenti memberontak saat mendengar suara desahan wanita tersebut. Ck! Malam yang paling menyebalkan bagi Revanno. Untuk ke depannya Revanno tidak akan pernah sudi lagi jika di suruh tidur di penginapan murahan seperti yang ia tempati sekarang. Lebih baik membayar mahal tapi mendapat fasilitas dan pelayanan yang bagus. Daripada murah tapi justru membuatnya tersiksa. Baiklah. Sekarang saatnya Revanno beranjak bangun dari tempat tidurnya lalu segera mandi. Meskipun di penginapan tersebut Revanno mendapat malam yang menyebalkan. Tapi setidaknya pagi ini Revanno memiliki harapan baik yang semoga saja bisa terwujud. Setelah mengganti pakaian dan membereskan barang-barangnya, Revanno langsung bersiap untuk keluar dari kamarnya. Begitu sampai di l
Kebetulan pagi ini ada pekerjaan yang harus segera Saga periksa melalui email. Dan tempat yang paling nyaman untuk melakukan pekerjaan paginya itu tentu saja adalah ruang keluarga. Tapi begitu sampai di ruang keluarga, Saga lupa kalau ponselnya masih tertinggal di dalam kamar. Tidak perlu berpikir lama, Saga segera kembali berlari menaiki anak tangga lalu masuk ke dalam kamarnya. Dan saat ia hendak kembali turun, tiba-tiba saja Saga berkeinginan untuk membangunkan Papanya. Meskipun Saga tahu kalau Papanya pasti sudah bangun sejak tadi. Langkah Saga terhenti saat ia hampir membuka pintu kamar Papanya. Samar-samar Saga bisa mendengar suara dua orang yang sedang mengobrol dari dalam kamar Papanya tersebut. Dan Saga yakin kalau itu adalah suara Papanya dan juga ... Starla. Saga menaikkan sebelah alisnya. Rupanya adiknya itu sudah bangun dan tengah asyik mengobrol dengan sang Papa. Awalnya Saga berniat ingin ikut bergabung ke dalam obrolan yang sedang mereka bicarak
Saga langsung kembali masuk ke dalam rumah begitu ia selesai menemui Revanno. Bahkan tadi Saga juga langsung menutup pintu gerbang rumahnya lagi, meski Revanno sempat merengek padanya untuk meminta air minum. Tentu saja seorang Saga tidak akan peduli dengan alasan klise semacam itu. Memangnya Revanno pikir Saga sebaik itu? Ck! Ketika masuk ke ruang tamu, Saga merasa terkejut karena ternyata kedatangannya sudah di tunggu oleh Starla. Adiknya itu bahkan sudah berdandan rapi seraya duduk manis di atas kursi.Saga mendengus. “Apa kamu benar-benar harus seniat ini untuk bertemu dengan, Revanno?” Cibirnya sambil mendekat.“Hah? Maksud Kak Saga?” Starla menatap Saga bingung.Saga hanya menghela napas. Kemudian balas menatap adiknya dengan tatapan datar. “Make-up kamu, alis kamu, bulu mata kamu, bibir kamu, rambut kamu, pakaian kamu, sepatu kamu, semuanya. Apa harus setotalitas itu persiapanmu untuk bertemu dengan Revanno?”Starla melo
“Sudah siap berangkat sekarang, Non?” Tanya Pak Agus—sopir pribadi keluarga Starla.Starla mengangguk. “Tadi Kak Saga sudah bilang ke Pak Agus katanya.” Pak Agus tersenyum. “Iya, Non. Silakan masuk.” Pria paruh baya itu langsung membukakan pintu mobil untuk Starla.“Memangnya tempatnya dimana sih, Pak? Pak Agus tahu?” Starla bertanya lagi saat Pak Agus mulai menjalankan mobilnya.“Tempatnya cukup jauh, Non. Tapi tenang saja. Non Starla nanti pasti juga tahu,” terang Pak Agus.“Jauh?” Starla mengernyit.“Iya, Non. Tapi di sana pemandangannya sangat bagus. Saya jamin Non Starla pasti suka,” ujar Pak Agus.Starla hanya mengangguk. Tidak ingin terlalu memikirkan kenapa Kakaknya memilihkan tempat yang jauh dan bagus sebagai tempat pertemuannya dengan Revanno. Jika di pikir memang sedikit aneh. Tapi ya sudahlah. Toh, Saga kan memang seperti itu. Suka tidak tertebak orangnya.“Nanti setelah sampai, di