Share

Terjebak Peran Figuran
Terjebak Peran Figuran
Penulis: Agura Senja

Anak yang Dibuang

"Apa hanya segini yang bisa kau bawa?! Pantas saja Tuan Duke membuangmu! Tidak ada satu pun yang bisa dibanggakan darimu! Tidak berguna! Anak sial!"

Tatapan tajam serta kata-kata kasar yang ditujukan pada anak berusia delapan tahun itu menggelegar hingga ke seluruh penjuru rumah. Tubuh kurus dan lebih kecil dari anak seusianya jelas menunjukkan anak itu kekurangan gizi.

Meski begitu, keindahan paras dengan bibir mungil, hidung mancung dan mata bulat seperti boneka itu tidak bisa disembunyikan. Surai perak panjang dan bola mata sebiru langit melengkapi kecantikan gadis itu.

Azalea Baylass De Lionhart, satu-satunya putri Duke di kekaisaran Xavierth sekaligus gadis dengan status tertinggi di seluruh kekaisaran setelah Permaisuri. Sayangnya, itu hanya sekedar status tidak berguna.

"Maafkan aku, Nyonya. Aku akan bekerja lebih keras."

"Memang seharusnya seperti itu! Bersyukurlah karena aku masih memberimu makan dan tempat tinggal, tidak seperti Tuan Duke yang langsung membuangmu setelah kau lahir."

Dibuang. Satu kata itu sudah terdengar di telinga Azalea sejak dia membuka mata di dunia ini. Sebuah dunia fantasi di mana sihir, aura, peri, naga dan spirit menjadi hal yang biasa.

"Lalu, apa lagi yang kau tunggu?! Cepat pergi dan bawakan kayu bakar lebih banyak! Jangan berani kembali sebelum memenuhi gerobak itu!"

Menghela napas kecil, Azalea segera mengangguk dan menarik gerobak yang biasa digunakannya untuk mencari kayu bakar.

Memasuki hutan lebat di ujung desa, gadis yang sudah berjalan cukup jauh ke pedalaman itu akhirnya berhenti. Netra langitnya menatap hamparan hijau di atasnya. Cabang-cabang pohon menjulang dari satu pohon ke pohon lainnya, menutupi sinar matahari.

Hanya sedikit sinar yang menerobos dedaunan. Tempat yang gelap dan sangat berbahaya itu harusnya tidak pernah didatangi anak-anak, tapi di sinilah Azalea berada.

"Haah ... kupikir bisa hidup lebih baik di kehidupan ini. Nyatanya di mana pun sama saja." Gadis kecil itu bergumam seraya duduk di bawah pohon besar, menyandarkan tubuhnya yang lelah dan meluruskan kaki.

Dia bukan dari dunia ini. Satu fakta yang diingat gadis itu sejak membuka mata di bawah salju, ketika seorang wanita menggendongnya sambil menangis membuat kenangan itu tidak menyedihkan. Hidupnya di bumi, pada zaman modern, jauh lebih mengerikan dari sekedar dibuang ke desa terpencil.

Wanita bersurai perak dengan netra zamrud itu hanya meninggalkan secarik kertas berisi nama sang bayi sebelum meninggalkannya di depan pintu rumah penduduk.

Keluarga yang menyadari bahwa bayi yang ditinggalkan di depan rumahnya memiliki mata berwarna biru, di mana warna itu hanya dimiliki oleh keluarga Duke, memutuskan untuk mengembalikan sang bayi ke keluarganya.

Beberapa hari setelah surat yang menerangkan tentang sang putri pada Duke dikirimkan, sekelompok Ksatria yang mengenakan seragam militer Lionhart datang dan membacakan surat balasan bahwa putri Duke tidak diizinkan hidup.

Keributan itu menyebabkan istri dari pemilik rumah membawa kabur Azalea dan meninggalkannya di sebuah panti asuhan terpencil. Tidak sampai di sana, beberapa minggu setelah Azalea tinggal di panti asuhan, seorang wanita datang dan mengaku sebagai pelayan pribadi Duchess sebelumnya. Pengakuannya menjadi sah dengan surat bertanda tangan Duchess dan wasiat yang tertulis bahwa pelayan itu diberi hak untuk membesarkan putri Duke dalam diam.

Maka sejak itu nama sang bayi hanya tersisa Azalea, seorang gadis yatim piatu yang tinggal sebagai pelayan di kediaman wanita yang membawanya. Meski harus bekerja keras, mendengar cacian dan hinaan serta kata-kata kasar setiap hari, gadis itu harus bersyukur tidak ada yang memukulnya.

Azalea hanya perlu bekerja mencari kayu bakar untuk dijual. Seluruh hasil penjualan itu akan diberikan seluruhnya pada Azalea. Wanita bernama Madelyn yang merawatnya terus mengingatkan bahwa lebih baik makan umbi bakar, umbi rebus atau roti keras dari pada tidak punya tabungan dan mati kelaparan besok.

"Aku jadi tidak tahu harus menilainya sebagai orang jahat atau tidak," gumam gadis bersurai perak sembari menghela napas.

Sejak usianya tiga tahun, Azalea sudah diajari untuk mencari kayu bakar di hutan untuk dijual, mempelajari setiap buah-buahan yang bisa dimakan atau tidak, pohon apa saja yang daunnya bisa dimasak serta manfaat getah dari bermacam tanaman.

Lima tahun sejak Azalea dipaksa mempelajari banyak hal, mencari sesuatu untuk dijual demi bertahan hidup dan menyisihkan setiap penghasilan untuk ditabung. Azalea tidak tahu tujuan Madelyn membawanya dan memaksanya untuk belajar hidup di alam liar sambil mengatakan hal-hal buruk seperti Duke yang membuang dan tidak peduli padanya.

"Seolah dia ingin aku membenci Duke dan tidak pernah mempercayainya. Rasanya juga seperti dia akan segera meninggalkanku cepat atau lambat."

Madelyn tidak biasanya menyuruh Azalea untuk kembali lagi ke hutan setelah gadis itu kembali. Meski mengeluarkan kata-kata kasar ketika melihat hasil bawaannya, Madelyn biasanya akan menyuruh Azalea untuk segera menjualnya ke pasar sebelum pulang lagi untuk makan malam.

Tapi, hari ini Madelyn mengusirnya, seolah menjauhkan Azalea dari desa--!

Pikiran tentang dijauhkan dari desa membuat gadis kecil itu langsung terperanjat bangun. Jantungnya berdebar kencang saat berlari menyusuri jalan setapak, meninggalkan gerobaknya di belakang.

Tidak memperhatikan jalan selama berlari, kaki yang tidak memakai alas apa pun itu menginjak ranting dan batu, menyebabkan lecet dan darah mulai mengalir. Tapi, Azalea terus berlari dengan napas terengah, keringatnya membanjir deras.

Azalea hampir sampai di rumah sederhana yang ditinggalinya sejak bayi, langkahnya terhenti saat sebuah tangan mencengkeram bahunya dan membawa Azalea memasuki sebuah rumah.

"Nenek--"

"Hust!"

Gadis itu langsung terdiam ketika wanita renta yang baru saja menariknya meletakkan tulunjuk di bibir sebelum memberi isyarat agar Azalea melihat ke luar jendela. Melalui celah di antara jendela, Azalea bisa melihat dengan jelas tempat tinggalnya.

"Ksatria?" Netra gadis itu menajam melihat belasan orang berseragam Ksatria Lionhart berbaris di depan rumah.

Madelyn berdiri di depan pintu dengan tangan bersedekap. Tatapan galak wanita itu masih seperti biasa. Tidak ada rasa takut meski belasan Ksatria terlatih berdiri di hadapannya.

"Berapa kali aku harus mengatakan bahwa aku tidak ada urusan lagi dengan keluarga Duke?!" Suara Madelyn terdengar, "Tidak peduli sehebat apa kekuasaan keluarga itu, aku tetap tidak berminat kembali!" ujarnya penuh penekanan.

"Ratu pergaulan kelas atas yang mendapat julukan Mawar Emas Kekaisaran, keluarga Duke memohon kerendahan hati Anda kali ini. Tuan Putri membutuhkan seorang guru dan Anda adalah satu-satunya orang yang tepat."

Azalea menahan napas mendengar kalimat salah satu Ksatria yang kata-katanya diikuti dengan sikap penuh hormat pada Madelyn. Gadis itu menelan ludah dengan julukan yang baru saja disebutkan.

Mawar Emas Kekaisaran, nama itu jelas tidak asing. Di mana Azalea pernah mendengarnya? Tidak mungkin dari para penduduk desa karena tidak ada penduduk yang mengerti tentang pergaulan kelas atas.

Lalu, Tuan Putri? Azalea jelas pernah mendengarnya dari Madelyn bahwa dia adalah satu-satunya putri Duke dan hanya ada Pangeran di kekaisaran.

"Yang kalian sebut dengan Tuan Putri itu adalah palsu! Jangan lupa dari mana dia berasal. Hanya karena dipakaikan sutra dan emas, maka bisa disebut Putri? Dia dan ibunya tidak lebih dari lalat yang hinggap di tempat busuk seperti kediaman Duke!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status