Lizzie terdiam dan mendengarkan dengan seksama soal suara yang memanggil namanya tadi. Memastikan itu bukan hanya halusinasinya saja. Tapi kemudian dia melompat dari tempat tidurnya tatkala mendengar ketukan dari luar pintu. Sial! Ternyata itu betulan suara Mina. Dia melompat dan mengambil celana dalamnya dan mengenakan kaos oblong kebesarannya lagi.“Hei Om, aku tutup dulu telponnya ya, bye,” kata Lizzie dan langsung melemparkan ponselnya ke atas ranjang.“Kau mau masuk?” kata Lizzie kepada Mina yang tampaknya masih berada di depan pintu.“Ya,” sahutnya.Lizzie secara terburu-buru mengenakan celana pendeknya sebelum berlari menuju ke arah pintu. Dia membukanya kemudian, berusaha sebisa mungkin untuk tampil normal di hadapan sepupunya.“Apa yang sedang kau lakukan di dalam?” tanya Mina yang langsung menatap Lizzie dari atas ke bawah dengan sorot mata penuh curiga.“Melukis. Ada apa? kenapa kau kembali? apa sesuatu terjadi?” tanya Lizzie cepat dalam satu tarikan napas, kata-kata itu ke
Lizzie mendongak dari buku sketsanya, dia mengamati wajah Daxon sebelum kembali menggoreskan pensi pada kertas yang telah dia bubuhi beberapa garis. Di bukunya, Daxon telah menjadi sebuah subjek penggambaran favorit Lizzie. Jawabannya mudah, karena pria itu indah dan dia bisa berada dalam posisi yang sama untuk waktu yang terbilang cukup lama sehingga Lizzie dapat menggambar pria itu dibukunya tanpa harus kesulitan.“Apa yang akan kau lakukan Sabtu depan?” Daxon bertanya, mendongak dari laptopnya menatap ke arah Lizzie.“Uhh … aku tidak ada rencana,” kata Lizzie. “Kenapa?”Daxon menghela napasnya kemudian menyandarkan punggung ke kursi, melepas kacamata dan menarik pangkal hidungnya dengan ekspresi yang lelah. “Apa kau tertarik untuk pergi makan di luar?”Kata-kata yang keluar sedikit ragu-ragu, Lizzie menatap aneh pada tingkah polah Daxon yang tidak biasanya. Dia tidak pernah melihat pria itu gelisah hanya karena mengajaknya keluarnya. Biasanya dia selalu percaya diri untuk hal-hal s
“Aku ingin sesuatu yang manis. Donat mungkin memenuhi yang aku inginkan,” jawab Lizzie sambil tersenyum.“Oke baiklah, apa pun yang akan membuatmu bahagia.”Lizzie memekik gembira dan memimpin selangkah menuju sebuah kedai donat sambil menggenggam tangan Daxon bersamanya. Lizzie berdiri di konter, matanya terlihat berkilat dan lapar menatap beberapa donat yang dipajang di etalase. Hasilnya dia memilih enam rasa berbeda untuk satu kotak porsi yang dibungkus dalam sebuah kotak.“Tidak tunggu!” ujar Daxon tersentak ketika melihat Lizzie mengeluarkan dompet dari saku celananya. Lizzie menatap pria itu dengan tatapan menuntut.“Om, biar aku yang membayarnya sendiri kali ini, oke?” ujarnya sambil menyerahkan uang yang dia pegang kepada kasir dan transaksi selesai dalam hitungan menit. Membuat Lizzie tertawa karena Daxon hanya bisa terdiam, membiarkan tangannya berada di samping tubuh.“Kau benar-benar licik.”Ekspresi kemenangan muncul dari wajah Lizzie ketika dia mengambil sekotak donat ya
Lizzie entah bagaimana bisa mengatasi Daxon, dan kini telah berada di destinasi selanjutnya. Sebuah tempat spa dan pijat. Meskipun Lizzie menolak rencana Daxon untuk membelikannya pakaian dalam baru dan itu sempat membuat si om cemberut sepanjang perjalanan. Tapi setelah tubuh pria itu telungkup diatas kasur khusus pemijatan tampaknya kekecewaan besar karena tidak bisa membelikan pakaian dalam baru untuk Lizzie sedikit memudar.Lizzie sendiri bisa sedikit lebih tenang pula ditempatnya. Daxon benar, pijatan memang sangat dibutuhkan setelah dia menggunakan tubuhnya dan mengalami banyak hal. Bagi Daxon ini mungkin caranya untuk membuat dirinya nyaman setelah dibebankan oleh banyaknya pekerjaan yang hectic dan nyaris membuatnya gila. Mengingat Daxon adalah tipe yang perfeksionis, dia tidak bisa menerima kesalahan seperti orang-orang yang salah menaruh file, satu ruangan dengan orang jorok yang tidak bisa menjaga kebersihan, dokumen penting yang dihapus oleh orang bodoh tak punya otak, dan
Lizzie tidak mengira sama sekali bahwa keberuntungannya dalam hal-hal seperti ini betulan minim. Kenapa bila berhubungan soal Levin kebetulan yang menyebalkan harus terjadi? Dan lagi sapaan Levin kepada Daxon cukup menghentikan langkah pria itu, dan kini sudah menarik perhatiannya secara penuh. Situasi Lizzie sekarang sudah terhalangi dari Daxon oleh punggung Levin dan ini sudah sangat terlambat baginya untuk melarikan diri.Daxon sebagai yang tertua dalam situasi ini segera menyesuaikan diri, mendekati ketiga orang yang baru saja memasuki fase dewasa tersebut dengan hati-hati sementara Lizzie mundur dari sana. Marie yang menyadari adanya ketegangan disana hanya dapat berdehem sambil tersenyum.“Senang bertemu denganmu lagi disini, Lizzie,” ungkap Marie sambil melirik ke arah Daxon, setengah menggodanya. Lizzie paham bahwa saat ini Marie sedang mencoba sebisa mungkin untuk meredakan suasana yang terlanjur canggung diantara mereka berdua.“Ya,” sahut Lizzie sembari menelan ludahnya sen
“Jadi kau betulan berbohong pada ibumu?”Lizzie sedikit terlonjak karena cibiran yang Daxon berikan kepadanya. Saat ini gadis itu sedang duduk di kursi mobil Porsche yang sedang mereka kendarai. Suara mesinnya bergemuruh keras dan Lizzie memberikan pria itu sebuah gesture mengangkat bahu sebelum memberikan jawaban lisan.“Apa lagi yang bisa aku lakukan, Om?” tanya balik Lizzie sambil melirik pada si pria yang sedang mengemudi disebelahnya. “Apa aku harus mengatakan sejelas-jelasnya bahwa aku pergi ke Prancis bersama Papi gulaku, begitu?”Daxon memutar kedua bola matanya. “Kau kan bisa bilang kau pergi dengan pacarmu. Aku rasa izin seperti itu akan berhasil.”“Tapi setelah itu? ibuku pasti ingin bertemu denganmu, dan jika dia tahu siapa kau, aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Satu hal yang ada di benakku saat itu adalah dia pasti akan memarahiku.”“Karena usiaku?”“Ya, dan karena kau juga kenal dengan Armant,” kata Lizzie. “Aku hanya … entahlah aku belum siap.”“Jad
Ungkapan Daxon barusan terus terang terlihat sedikit tajam dan itu cukup membuat Lizzie terperanjat. Tapi Prof. Zoe tampaknya tidak terganggu sama sekali, dia malah mengerang sambil menyandarkan kepalanya di bahu wanita yang duduk disebelahnya. Kalau tidak salah namanya Mona.“Dia tidak membuatku takut,” ungkap Lizzie setelah situasi kembali tenang. “Aku berhasil melewati kelasnya dengan baik.”“Ah! Aku tahu kau gadis muda! pantas saja kau tidak asing dimataku!” seru Prof. Zoe lagi yang cukup berapi-api, memandang Lizzie dan Daxon secara bergantian. “Jadi, bagaimana kalian bisa bertemu?”Lizzie menatap ke arah Daxon untuk mengisyaratkan pada pria itu agar memberikan jawaban yang bagus. Mengakui bahwa mereka terlibat one night stand yang kemudian berubah menjadi sebuah kesepakatan tentang hubungan papi gula dan sugar baby, tentunya tidak mungkin dibicarakan keras-keras disini. Bisa dibilang itu adalah cerita yang paling Lizzie ingin tutupi dari siapa pun juga.Daxon yang mengerti langs
Zoe mengerang sambil menggosok pelipisnya dengan jari, Mona menepuk punggungnya tatkala Mike hanya menonton dalam diam.“Aku hanya kaget, itu saja,” kata Smith. “Aku pikir kau akan memilih seseorang yang seumuranmu lagi dibandingkan dengan bocah ingusan ini. Lagipula dengan tampangmu kau bisa mendapatkan yang lebih seksi dan cantik.”Siapa yang sedang dibicarakan oleh si tua bangka ini? apakah itu aku?Lizzie menarik napasnya, mencoba untuk menenangkan diri saat pria itu terang-terangan menghinanya begini. Wajahnya sudah memerah dan kedua matanya jelas memperlihatkan amarah yang meluap-luap di dalam. Menjadi penyabar ternyata sangat sulit. Itulah pelajaran yang dia dapatkan dari pria itu.“Ya, memang,” kata Daxon. “Tapi Lizzie jelas lebih dari sekadar muda, cantik, dan seksi. Dia milikku, dan aku sangat akan menghargai jika kau tidak menyusahkannya. Dia ada disini bukan untuk bersenang-senang saja, melainkan datang sebagai patner kencanku.”“Jadi bukan peliharaanmu?”“Lizzie bukan bin