Langkah kaki Riehla terhenti. Menoleh ke arah Ellio yang tengah menatapnya. "Sebaiknya kita fokus dengan kehidupan masing-masing. Saya bersyukur gak harus berpura-pura lagi. Saya gak mau terus membohongi Kakek dengan pura-pura kalau kita sedekat itu." Lalu, Riehla melangkah pergi dari hadapan Ellio yang hanya berdiam diri di tempat dengan terus memperhatikan Riehla.***Seorang bernama Lani yang berperan sebagai manager di perusahaan tempat kerja baru Riehla, melangkah masuk dengan seorang wanita cantik berambut hitam lurus sedada yang saat itu diurai dengan pakaian yang membuatnya tampak elegan dan berkarisma. "Riehla," panggil Lani. Lalu, menghentikan langkah kaki di dekat Riehla.Riehla menoleh dan langsung berdiri dari duduk. Tersenyum ramah pada Lani dan wanita yang berada di samping Lani. "Saya mau memperkenalkan kamu dengan pemilik asli tempat ini." Lalu, menoleh ke arah wanita di sampingnya.Wanita itu mengulurkan salah satu tangan. "Iliana." Lalu, tersenyum.Riehla jabat yang
Ellio lepas pelukan Riehla dengan sedikit canggung. Itu semua karena rasa rindu yang ada. Namun, Ellio tidak mengutuk rasa yang sedang ia rasakan itu. "Pak Ellio gakpapa?" tanya Riehla dengan wajah heran. Perempuan itu nampak tidak marah sama sekali."Bukannya di situasi seperti ini kamu seharusnya marah?"Riehla melipat kedua tangan di depan dada. "Saya tahu Pak Ellio, Pak Ellio gak akan bertindak seperti merendahkan orang lain. Jadi, saya pikir mungkin Pak Ellio lagi ada masalah. Butuh tempat untuk bersandar."Tidak mungkin ia mengutarakan perihal rasa rindu itu. "Kalau saya lagi butuh tempat bersandar, apa boleh saya datang ke kamu?"Walau Riehla malam itu di Rumah Sakit mengatakan untuk mereka fokus dengan kehidupan masing-masing, bukan berarti Riehla menjadi orang yang berbeda. Riehla tidak akan pernah lupa apa yang sudah pernah Ellio lakukan. Tanpa berkata sebelumnya, Riehla bawa Ellio ke dalam dekapan. Dielusnya lembut punggung belakang yang cukup kekar itu.Ellio bersyukur ata
Dengan mengeluarkan seluruh tenaga yang dimiliki, Riehla mencoba membuat Ellio yang sudah setengah sadar itu, berdiri. Mengambil jas hitam yang ada di sofa, lalu melangkahkan kaki dengan perlahan. Ellio sungguh berat. "Lain kali kalau mau sampai mabuk kayak gini, minta temanin Pak Randy!" ucap Riehla. Entah Ellio mendengarnya atau tidak. Esok pagi juga pasti tidak ingat.Menghentikan langkah kaki di depan Klub. Tidak mungkin pergi menggunakan mobil Ellio. Siapa yang mengemudi? Naik motor? Dalam keadaan Ellio mabuk? Yang ada Ellio bisa-bisa jatuh di tengah jalan kalau tiba-tiba tidak sadarkan diri.Riehla keluarkan handphone dari dalam tas selempang kecil. Mencoba memesan taksi online. "Mobilnya akan datang dalam 15 menit jadi tahan! Jangan tidur dulu," ujar Riehla sembari menatap Ellio.Tiba-tiba Ellio jongkok, dan Riehla mengikutinya. "Mau muntah?" tanya Riehla.Ellio menggelengkan kepala. "Kepala saya pusing.""Siapa suruh minum sebanyak itu."Menoleh ke arah Riehla. "Kalau bukan ka
Sudah menyiapkan hati dengan sangat matang tentang malam ini, Ellio sampai meminta bantuan Randy untuk mempersiapkan dinner yang akan ia lakukan bersama Riehla. Memarkirkan mobil sport-nya, lalu melangkah masuk ke dalam Restaurant yang terlihat mewah. Ellio perhatikan sekitar di mana tidak ada satu pelanggan pun dan sudah ada beberapa bunga mawar merah yang mempercantik Restaurant."Gimana? Bagus kan? Walau saya belum pernah menyatakan cinta, tapi saya ahli dalam membuat konsep seperti ini," ucap Randy dengan bangganya.Memang tidak salah Ellio meminta bantuan Randy. Demi makan malam bersama mantan karyawatinya, Ellio sampai menyewa satu Restaurant. Ia ingin di ruangan itu hanya ada mereka berdua.Ellio menepuk bahu Randy. "Saya mau jemput Riehla." Melangkah pergi dari sana.Menatap diri di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya yang sudah nampak sangat cantik dengan balutan dress pink soft selutut tanpa lengan pemberian Ellio. Riehla sedikit heran Ellio yang memberikannya
Keluar dari dalam mobil, melangkah masuk ke dalam Rumah dengan rasa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Langkah Ellio terhenti saat melihat Riehla yang sedang terduduk di sana, samping sang Ayah yang pergi untuk selamanya. Ditemani Vino yang merangkul Riehla. Randy menemui Riehla.Randy peluk Riehla. "Kamu pasti bisa melewati ini semua," ucap Randy sembari mengelus lembut punggung Riehla.Dilepasnya pelukannya. Menatap sendu dan kasihan Riehla. "Terima kasih sudah datang," ujar Riehla."Saya ke sini sama Pak Ellio. Dia ada di sana." Lalu, menoleh ke arah Ellio berada diikuti Riehla yang hanya menatap datar Ellio.Setelah itu Randy kembali ke Ellio. "Gak menemui Riehla?" tanya Randy. Ellio tidak menjawab. Ia tetap berdiri di sana, memperhatikan perempuan yang dicintanya itu. Hati Ellio tidak baik-baik saja. Ia sakit melihat Riehla seperti itu.Beberapa saat kemudian...Alih-alih berdiri di dekat Riehla seperti Vino, Ellio lebih memilih berada sedikit jauh dari Riehla. Ellio p
Riehla melangkah keluar, kembali menutup pagar. Sedikit berjalan, masuk ke dalam mobil Ellio. Ellio jalankan mobil dengan kecepatan sedang. Akhirnya Ellio mengajak Riehla keluar setelah beberapa hari bahkan tidak menanyakan kabarnya sama sekali. "Mau makan apa? Apa ada yang ingin kamu makan?" tanya Ellio, lalu menoleh sebentar ke arah Riehla yang tengah menatap lurus ke depan."Saya ikut saja. Terserah kamu." Tanpa menatap Ellio.Ellio bisa lihat dan rasakan jika perempuan di sampingnya itu masih sesedih itu. Tidak ada yang bisa dilakukan selain berusaha kuat. Jika kita mampu menerima kedatangan seseorang dalam hidup kita, maka kita juga harus bisa terima kepergian seseorang walau mungkin secara mendadak.Alih-alih makan di Restaurant biasa yang bukan di dalam Mall, kali ini Ellio membawa Riehla makan di Restaurant yang ada di Mall. Mereka berdua melangkah memasuki mall dengan berjalan beriringan. Ellio menoleh ke arah Riehla yang sedari tadi hanya diam. Apa yang bisa ia lakukan untuk
"Setelah dinner sama kamu, Pak Ellio diam saja. Gak ada yang diceritakannya. Saya pikir dia tengah meratapi patah hatinya ditolak kamu." Lalu, meminum sedikit cairan berwarna biru pada gelas yang terlihat berembun."Patah hati? Ditolak saya?" Riehla mengerti maksud Randy, hanya saja nyatanya ia tidak mendapat pernyataan cinta dari Ellio."Pak Ellio gak jadi menyatakan perasaannya?!" Randy terkejut sendiri dengan pemikirannya itu."Jadi, dinner itu dia persiapkan buat menyatakan perasaannya?""Iya.""Dengan menyewa seluruh Restaurant?"Randy menganggukan kepala. Pantas saja Riehla merasa ada yang aneh, saat melihat Restaurant yang hanya ada mereka berdua. Tidak Riehla sangka bahwa Ellio akan bertindak seperti itu. Menghabiskan uang hanya untuk Riehla."Kalau Pak Ellio meminta kamu buat jadi pacarnya, apa kamu akan terima?""Kenapa saya harus kasih tahu kamu?" Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut.Randy taruh sendok dan garpu di atas piring yang sudah bersih. Melipat tangan
Luna berdiri dari duduk saat melihat kehadiran Riehla. Riehla tersenyum hangat pada Luna yang juga tersenyum tak kalah hangatnya dari Riehla. "Pak Ellio ada di dalam," ujar Luna."Kalau gitu saya masuk dulu." Riehla berdiri di depan pintu, mengetuknya.Ellio yang nampak sibuk menandatangani beberapa dokumen, tidak menghiraukan siapa yang datang. "Pak Ellio," ujar Riehla. Sontak Ellio mengangkat kepalanya. Ditatapnya tak percaya Riehla yang datang tanpa diminta. Ellio tutup berkas, menumpukkan pada beberapa berkas yang telah usai ditandatangani."Tanpa mengabari sebelumnya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ellio."Memangnya gak boleh mampir?" Lalu, Riehla berjalan ke arah sofa. Mendudukkan diri di sofa panjang.Ellio beralih duduk di samping Riehla. "Boleh saja. Justru saya senang melihat kamu menemui saya.""Gimana kalau nanti malam kita makan malam?"Bukannya tidak senang, hanya saja Ellio sedikit tidak menyangka bahwa akan sampai pada hari di mana Riehla mengajaknya makan lebih dahu