Duduk saling berhadapan, memperhatikan Pelayan laki-laki yang menaruh beberapa piring makanan di atas meja. "Silakan dimakan," ujar Ellio setelah Pelayan itu berlalu.Riehla coba pasta carbonara itu, lalu muncul seorang pria bertubuh tinggi dengan badan lebih berisi dari Ellio. Seorang lelaki berkulit lumayan cokelat yang terlihat menyeramkan. Bahkan memiliki sebuah tato di leher-nya. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ellio."Bisa kalian pergi dari sini?!""Pergi? Maksudnya? Kenapa kita harus pergi dari sini?!" ujar Riehla dengan wajah bingung dan tidak bisa menerima apa yang dikatakan pria dengan kumis tipis itu."Saya ingin makan di meja ini bersama istri saya! Istri saya suka duduk di dekat jendela."Riehla lihat semua meja yang ada di dekat jendela memang sudah penuh, tapi..."Anda mendatangi yang lain pun, mereka gak akan mau pindah. Jadi gak ada alasan buat kami pindah!" ucap Riehla dengan nada tegas dan sorot mata tajam. Ia sedang berusaha untuk tidak terbawa emosi.BrakTiba-t
Baru saja Ellio mendudukkan diri di kursi kerja, pintu terdengar diketuk. Masuk Luna yang berdiri sedikit jauh dari meja kerja. "Ada yang mau saya katakan pada Pak Ellio." Dengan wajah cukup serius."Ada masalah?""Semalam saya telepon Riehla, membujuknya buat kembali. Tapi, sepertinya kita tidak memiliki kesempatan.""Maksudnya?""Riehla bilang kalau hari ini dia ada wawancara kerja.""Sebaiknya kamu kembali ke meja kamu, biar masalah itu saya yang pikirkan." Luna undur diri dari sana.Ellio tidak menyangka bahwa secepat itu. Beberapa hari ini Ellio berusaha untuk meminta Riehla kembali, namun waktu tidak berpihak. Apa Ellio sudah tidak memiliki kesempatan? Apa Riehla benar-benar pergi?Diambilnya handphone yang ada di atas meja. Mencoba menelepon Riehla."Hallo, El.""El?" Sedikit terkejut."Bapak kan bukan lagi atasan saya, jadi gakpapa dong kalau saya panggil nama Bapak.""Walau kayak gitu saya ini beberapa tahun di atas kamu.""Cuma 3 juga. Jadi, ada apa telepon saya?""Kamu lagi
Meninggalkan pekerjaan karena pria lansia yang ada di hadapannya itu lebih penting. Ellio hanya memiliki Kakek-nya yang selama ini sudah cukup baik padanya. Disentuhnya salah satu tangan sang Kakek, lalu salah satu jari nampak bergerak. Wajah Ellio sedikit lebih baik dari sebelumnya. Menunggu Kakek-nya membuka mata. Perlahan mata itu terbuka. Kakek-nya menoleh ke arah Ellio yang memperlihatkan lengkungan manis yang menghiasi bibirnya. Senyum penuh kasih sayang. "Kakek kira manusia yang gila kerja ini, gak akan ada di sini." Dengan nada suara lemah."Mana mungkin saya biarkan Kakek melewati ini sendiri.""Kata siapa sendiri? Kan ada anak perempuan Kakek.""Tante Ana lebih sibuk dari saya.""Mendadak Kakek ingin bertemu Riehla. Bisa suruh kekasih-mu itu ke sini?""Ada banyak kerjaan di Kantor."Kakek-nya menoleh malas ke arah lain, lalu menatap kembali Ellio. "Kakek yakin kalau dia tahu Kakek masuk Rumah Sakit, dia pasti akan ke sini. Riehla itu anak yang baik."Ellio bisa saja menyuruh
Langkah kaki Riehla terhenti. Menoleh ke arah Ellio yang tengah menatapnya. "Sebaiknya kita fokus dengan kehidupan masing-masing. Saya bersyukur gak harus berpura-pura lagi. Saya gak mau terus membohongi Kakek dengan pura-pura kalau kita sedekat itu." Lalu, Riehla melangkah pergi dari hadapan Ellio yang hanya berdiam diri di tempat dengan terus memperhatikan Riehla.***Seorang bernama Lani yang berperan sebagai manager di perusahaan tempat kerja baru Riehla, melangkah masuk dengan seorang wanita cantik berambut hitam lurus sedada yang saat itu diurai dengan pakaian yang membuatnya tampak elegan dan berkarisma. "Riehla," panggil Lani. Lalu, menghentikan langkah kaki di dekat Riehla.Riehla menoleh dan langsung berdiri dari duduk. Tersenyum ramah pada Lani dan wanita yang berada di samping Lani. "Saya mau memperkenalkan kamu dengan pemilik asli tempat ini." Lalu, menoleh ke arah wanita di sampingnya.Wanita itu mengulurkan salah satu tangan. "Iliana." Lalu, tersenyum.Riehla jabat yang
Ellio lepas pelukan Riehla dengan sedikit canggung. Itu semua karena rasa rindu yang ada. Namun, Ellio tidak mengutuk rasa yang sedang ia rasakan itu. "Pak Ellio gakpapa?" tanya Riehla dengan wajah heran. Perempuan itu nampak tidak marah sama sekali."Bukannya di situasi seperti ini kamu seharusnya marah?"Riehla melipat kedua tangan di depan dada. "Saya tahu Pak Ellio, Pak Ellio gak akan bertindak seperti merendahkan orang lain. Jadi, saya pikir mungkin Pak Ellio lagi ada masalah. Butuh tempat untuk bersandar."Tidak mungkin ia mengutarakan perihal rasa rindu itu. "Kalau saya lagi butuh tempat bersandar, apa boleh saya datang ke kamu?"Walau Riehla malam itu di Rumah Sakit mengatakan untuk mereka fokus dengan kehidupan masing-masing, bukan berarti Riehla menjadi orang yang berbeda. Riehla tidak akan pernah lupa apa yang sudah pernah Ellio lakukan. Tanpa berkata sebelumnya, Riehla bawa Ellio ke dalam dekapan. Dielusnya lembut punggung belakang yang cukup kekar itu.Ellio bersyukur ata
Dengan mengeluarkan seluruh tenaga yang dimiliki, Riehla mencoba membuat Ellio yang sudah setengah sadar itu, berdiri. Mengambil jas hitam yang ada di sofa, lalu melangkahkan kaki dengan perlahan. Ellio sungguh berat. "Lain kali kalau mau sampai mabuk kayak gini, minta temanin Pak Randy!" ucap Riehla. Entah Ellio mendengarnya atau tidak. Esok pagi juga pasti tidak ingat.Menghentikan langkah kaki di depan Klub. Tidak mungkin pergi menggunakan mobil Ellio. Siapa yang mengemudi? Naik motor? Dalam keadaan Ellio mabuk? Yang ada Ellio bisa-bisa jatuh di tengah jalan kalau tiba-tiba tidak sadarkan diri.Riehla keluarkan handphone dari dalam tas selempang kecil. Mencoba memesan taksi online. "Mobilnya akan datang dalam 15 menit jadi tahan! Jangan tidur dulu," ujar Riehla sembari menatap Ellio.Tiba-tiba Ellio jongkok, dan Riehla mengikutinya. "Mau muntah?" tanya Riehla.Ellio menggelengkan kepala. "Kepala saya pusing.""Siapa suruh minum sebanyak itu."Menoleh ke arah Riehla. "Kalau bukan ka
Sudah menyiapkan hati dengan sangat matang tentang malam ini, Ellio sampai meminta bantuan Randy untuk mempersiapkan dinner yang akan ia lakukan bersama Riehla. Memarkirkan mobil sport-nya, lalu melangkah masuk ke dalam Restaurant yang terlihat mewah. Ellio perhatikan sekitar di mana tidak ada satu pelanggan pun dan sudah ada beberapa bunga mawar merah yang mempercantik Restaurant."Gimana? Bagus kan? Walau saya belum pernah menyatakan cinta, tapi saya ahli dalam membuat konsep seperti ini," ucap Randy dengan bangganya.Memang tidak salah Ellio meminta bantuan Randy. Demi makan malam bersama mantan karyawatinya, Ellio sampai menyewa satu Restaurant. Ia ingin di ruangan itu hanya ada mereka berdua.Ellio menepuk bahu Randy. "Saya mau jemput Riehla." Melangkah pergi dari sana.Menatap diri di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya yang sudah nampak sangat cantik dengan balutan dress pink soft selutut tanpa lengan pemberian Ellio. Riehla sedikit heran Ellio yang memberikannya
Keluar dari dalam mobil, melangkah masuk ke dalam Rumah dengan rasa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Langkah Ellio terhenti saat melihat Riehla yang sedang terduduk di sana, samping sang Ayah yang pergi untuk selamanya. Ditemani Vino yang merangkul Riehla. Randy menemui Riehla.Randy peluk Riehla. "Kamu pasti bisa melewati ini semua," ucap Randy sembari mengelus lembut punggung Riehla.Dilepasnya pelukannya. Menatap sendu dan kasihan Riehla. "Terima kasih sudah datang," ujar Riehla."Saya ke sini sama Pak Ellio. Dia ada di sana." Lalu, menoleh ke arah Ellio berada diikuti Riehla yang hanya menatap datar Ellio.Setelah itu Randy kembali ke Ellio. "Gak menemui Riehla?" tanya Randy. Ellio tidak menjawab. Ia tetap berdiri di sana, memperhatikan perempuan yang dicintanya itu. Hati Ellio tidak baik-baik saja. Ia sakit melihat Riehla seperti itu.Beberapa saat kemudian...Alih-alih berdiri di dekat Riehla seperti Vino, Ellio lebih memilih berada sedikit jauh dari Riehla. Ellio p