Mante Hemilton, pria itu menatap dingin Winter yang berada di hadapannya, pria itu sedikit terkejut begitu mengetahui orang yang menghubunginya dan meminta jasanya adalah seorang gadis yang masih muda. Mante tidak bisa banyak berkomentar, sudah ada ratusan orang yang datang mengubunginya dalam waktu satu tahun terakhir ini, mereka datang dari berbagai kalangan dan usia. Winter Benjamin bukan satu-satunya anak muda yang menginginkan jasa kejahatan. Lagi pula, ini bukan urusan Mante, dia datang untuk bekerja sama. Perlahan Mante menegakan tubuhnya, “Nona Winter, apa tujuan Anda menghubungi kami?” Tangan Winter mengepal, meremas permukaan roknya dan tertunduk melihat permukaan meja. Winter membuang napasnya dengan kasar sebelum berkata, “Saya membutuhkan jasa Anda.” “Anda sudah tahu konsekuensinya jika berhubungan dengan kami?” tanya Mante perlahan. Winter menggeleng, dia menghubungi mafia karena marah yang tidak terkendali. Tujuannya hanya ingin membuat Aurin dan Nathan hancur mel
Mante yang masih duduk dengan tenang hanya mengetuk-ngetuk ujung jarinya pada permukaan meja, pria itu terdiam menunggu kapan Winter akan berbicara. Wajah Winter memucat, tangannya gemetar berkeringat dingin. Jiwa Kimberly di landa rasa gugup karena merasakan tekanan kuat yang mendorong dia untuk berkata jujur. Beberapa kali Winter mengatur napasnya sebelum akhirnya mulai angkat bicara. “Kau mengenal Kimberly Feodora?” tanya Winter dengan hati-hati. Mante menggeleng tidak tahu. “Kimberly Feodora adalah super model yang terlibat skandal pembunuhan, dan dia bunuh diri tiga tahun yang lalu. Pemilik bar Pentagon yang sekarang adalah Nathan Manuela dan Aurin, dia adalah manager dan sahabat Kimberly. Bar seharga jutaan dollar itu di beli dari hasil mencuri uang Kimberly Feodora. Dan harta yang terisa di seft deposit box itu adalah milik Kimberly Feodora. Semasa hidupnya, Kimberly tidak bisa mengambilnya karena Nathan mengambil semua kunci dan berkasanya. Bank tidak akan mungkin menyerah
Sebuah perapian menyala di sisi cekungan dinding, Winter duduk di ujung kursi, melihat penampakan kota Loor yang sangat indah di malam hari sambil mengusap wajahnya dengan tishu basah untuk menghapus kekacauan makeupnya karena banyak menangis. Sementara Marvelo, dia duduk di sisi lainnya, pria terdiam membisu menyembunyikan sesuatu yang membebani hatinya. Suasana hati Marvelo tampaknya tidak baik, pria itu menyimpan sebuah beban yang tidak bisa dia ungkapkan sembarangan, hal itu membuat Marvelo merasa tersiksa dan lelah. “Kau kenapa?” Tanya Winter yang menyadari suasana hati Mervelo yang buruk. “Kau sendiri kenapa menangis?” Tanya balik Marvelo yang tidak menjawab pertanyaan Winter. Winter menengok, gadis itu memperhatikan mata Marvelo yang merdup di penuhi oleh kesedihan. “Aku menangis karena di khianati. Kau sendiri kenapa terlihat sedih?.” “Sejak kapan kau peka dengan perasaan orang lain?” Tanya Marvelo lagi terdengar seperti mengejek. “Matamu mengatakan semuanya.” Marvelo b
Marvelo duduk dengan gelisah dan sesekali melihat ke belakang, melihat Winter yang sudah ada di ruangan pakaiannya dan berdiri di depan sebuah lemari. Gadis itu berdecak pinggang dengan kepala menggeleng terlihat sangat tidak percaya dengan apa yang kini dia lihat di depan matanya sendiri. Winter terlalu kaget mengetahui bahwa Marvelo tidak hanya sering berpakaian seperti wanita dan berdandan seperti wanita. Namun ada banyak koleksi pakaian, sepatu, tas hingga makeup perempuan di dalam satu lemari. Ada apa sebenarnya dengan pria itu? Apakah Marvelo memiliki kepribadian ganda? Apakah dia benar-benar gay, atau hanya pria androgini yang suka berpakaian wanita? Apa yang sebenarnya suka Marvelo lakukan? Banyak pertanyaan-pertanyaan aneh muncul di kepala Winter karena rasa penasaran yan semakin kuat. Apa yang Marvelo tampilkan di depan umum adalah sosok yang pria yang sempurna dan murni sebagai pria maskulin yang dingin, cerdas, misterius dan menawan. Tidak ada sedikitpun sisi femi
Moses dan Marvelo duduk bersebelahan, kedua pria itu hanya saling membelakangi sambil memegang es batu masing-masing untuk meredakan rasa sakit di wajah mereka yang kini terluka. Sementara Winter, dia diam kebingungan karena kini Marvelo dan Moses tidak bersuara. Winter bersedekap melihat kedua pria yang sempat bertengkar hebat hingga saling baku hantam, kini mereka bersikap tenang, namun aura pertikaian di antara mereka berdua masih bisa di rasakan begitu kuat. “Kalian tidak akan berbaikan?” Tanya Winter melihat keduanya bergantian. Marvelo dan Moses tidak bersuara, keduanya memilih diam dan berpura-pura tidak mendengarkan ucapan Winter. Marvelo maupun Moses, merekat tidak ingin memulai untuk berbaikan. “Tanganku masih kuat menghajar jika kalian tetap diam,” ancam Winter dengan serius. Dengan terpaksa Moses menurunkan tangannya dan mengulurkan tangannya mengajak salaman terlebih dahulu, dengan eskpresi ogah-ogahan Marvelo menerima uluran tangan Moses dan menggenggamnya dengan ku
Kegelapan malam semakin terlihat pekat, cuaca yang dingin semakin terasa kuat. Kegundahan di hati Winter malam ini membuat dia tidak bisa memikirkan apapun, Winter berdiri di sisi jendela melihat keindahan kota Loor yang berkilauan. Suasana hati Winter mendadak kelabu di penuhi oleh banyak kesedihan, pikirannya terpaku terbayang-bayang percakapan beberapa jam yang lalu mengenai Nathan dan Aurin. Jiwa Kimberly sangat hancur. Kimberly baru sadar ternyata kematiannya adalah sebuah pesta yang besar bagi orang lain. Tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Mendadak mata Winter memanas, gadis bernapas dengan sesak melihat bayangannya sendiri di kaca jendela, dengan cepat dia menghapus air matanya. Rupanya setelah begitu banyak menangis satu jam lalu, itu saja tidak cukup untuk meredakan kehancuran di hatinya sekarang. Satu-satunya hal yang hal yang bisa meredakan rasa sakit di hatinya saat ini adalah mendengarkan kabar kebakaran di bar Pentagon. Winter sangat menantikan kebaka
Winter mengenakan kaus kemeja berwarna hitam milik Marvelo yang cukup kebesaran untuknya, lengannya yang panjang melewati tangan, sementara bagian bawahnya setinggi pahanya yang membuat Winter tidak perlu mengenakan celana panjang, gadis itu terlihat cukup puas dengan penampilannya. Tubuh Winter yang semakin menyusut membuat semakin percaya diri untuk mengenakan pakaian apapun karena kini semuanya terlihat cukup sempurna untuk di kenakan. Lagi pula, Winter tidak perlu khawatir dengan Marvelo. Meski Winter berpakaian terbuka, Marvelo tetaplah Marvelo. Si pria polos yang hanya pandai dalam mata pelajaran, selebihnya dia payah dalam hal wanita. Meski Marvelo memiliki perasaan pada Winter dan sedang berada dalam situasi gejolak pubertas, Marvelo tetaplah Marvelo, dia tidak akan melakukan apapun kepada Winter. Winter memutuskan untuk mengikat rambutnya tinggi-tinggi, gadis itu kembali melihat penampilanya sekali lagi sebelum pergi keluar dari ruangan pakaian. Pandangan Winter mengedar
Peluh keringat membasahi wajah Marvelo, pria itu mundur dua langkah begitu pula dengan Winter yang pergi menjauh. Mereka mengatur ulang musik dari awal lagi untuk kembali mengulangi tarian yang sudah mereka lakukan. Suara musik kembali memulai dari awal, Winter melangkah dengan kaki telanjangnya mendekati Marvelo, kaki gadis itu bergerak menyapu lembut lantai begitu sudah berada di hadapan Marvelo. Marvelo langsung menempatkan satu tangannya di pinggang Winter, sementara Winter menempatkan tanganya di bahu Marvelo, satu tangannya lagi saling berpegangan dengan Marvelo. Kaki mereka bergerak searah, pandangan mereka saling bertemu, Marvelo melepaskan pegangannya dari pinggang Winter dan memutarnya di lantai, membawa Winter untuk menyapu lantai. Gerakan demi gerakan mereka coba, tarian sederhana dan dasar mereka lakukan dengan serius hingga bisa di hapal setelah meghabiskan lebih dari tiga jam lamanya menari bersama. Tarian yang di lakukan cukup menguras energy Winter, sangat sulit