Alvaro menghentikan gerakannya. Lelaki itu menghela napas beberapa kali dengan mata terpejam.
Saskia menatap wajah tampan suaminya. Saskia tahu, Alvaro kecewa karena dia bukanlah yang pertama menyentuh Saskia. Empat tahun yang lalu, Andry telah melakukannya.Pikiran Saskia melayang, teringat pada malam dia menyerahkan diri seutuhnya pada Andry atas nama cinta dan sebuah janji pernikahan.Mata Saskia mengerjap, sudut matanya basah. Tangannya yang semula memegang lengan Alvaro perlahan luruh. Saskia merasa kotor dan tidak pantas menyentuh sosok tampan itu.Alvaro yang merasakan gerakan Saskia menjadi tersadar dari pikirannya sendiri. Alvaro membuka mata lalu memaksakan satu senyum kecil. Walaupun dia berusaha tak menampakkan emosi, namun Saskia bisa melihat jelas kekecewaan membayang di mata Alvaro.Alvaro menuntaskan hasratnya di luar. Setelah selesai, dia bangkit dan berkata,"Mulai besok kamu harus minum pil agar tidak hamil."Saskia mengangguk pasrah. Mungkin Alvaro tidak ingin memberikan benihnya pada wanita yang sudah ternoda.Alvaro masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, meninggalkan Saskia yang menangis dalam diam. Saskia menarik selimut sampai ke leher, menutupi tubuh polosnya.Siapa yang menyangka kalau Andry akan pergi secepat itu? Jika saja Andry tidak pergi, maka malam ini tidak akan ada yang kecewa, bukan?Ingatan Saskia melayang pada empat tahun yang lalu ...Mulai dari pertemuan pertama keduanya di acara pernikahan rekan kantor Andry dan Hendra, hingga malam terakhir sebelum Andry berangkat ke rig lepas pantai yang kemudian terbakar.Saskia ingat dengan jelas apa yang mereka lakukan malam itu, seolah-olah baru terjadi kemarin. Keduanya pergi ke bukit dan duduk di kap mobil Andry untuk melihat bintang-bintang."Kakak harus tepati janji, ini terakhir kali Kakak di perusahaan itu!" Saskia merajuk, menuntut Andry untuk segera meninggalkan pekerjaannya yang berbahaya.Saskia tidak senang dengan pekerjaan Andry yang mengharuskannya berada di site selama dua bulan sebelum mendapat libur dua minggu. Sinyal di site itu buruk hingga membuat komunikasi di antara mereka menjadi sulit. Saskia ingin Andry bekerja di bagian administrasi saja, seperti Hendra yang jam kerjanya 8-4 dan libur saat weekend."Iya Kakak janji. Setelah ini Kakak akan resign lalu kita menikah," sahut Andry tegas. "Kita sudah merencanakan semuanya, 'kan? Kita akan berbisnis, berjuang bersama dan sukses bersama. Kita akan menua bersama. Denganmu, Kakak akan hadapi semuanya."Sebuah rencana dan gambaran masa depan yang sangat indah. Namun jika takdir Tuhan berkata lain, manusia bisa apa selain menjalaninya?Saskia tersenyum bahagia. Keduanya berciuman. Ciuman yang tadinya lembut, lama kelamaan semakin liar dan menuntut.Napas mereka memburu. Andry menggendong Saskia masuk ke dalam mobil dan melanjutkan percumbuan panas mereka, hingga akhirnya Saskia merelakan apa yang dijaganya selama ini.Ceklek.Pintu kamar mandi terbuka, tampak bayangan Alvaro keluar dari pintu itu. Saskia segera memejamkan mata, berpura-pura tidur.Saskia mendengar Alvaro menarik kursi di depan meja yang ada di kamar lalu membuka laptop. Perlahan Saskia membuka matanya sedikit untuk mengintip. Saskia melihat wajah Alvaro yang tenang dan dingin seperti biasanya. Lelaki itu duduk diam, matanya menatap layar laptop tanpa melakukan apapun. Sepertinya dia larut dalam pikirannya sendiri. Beberapa kali dadanya bergerak turun naikSaskia kembali memejamkan mata. Dadanya sesak.'Apa yang harus kulakukan?' pikir Saskia gelisah. Kegelisahan itu dibawanya tidur dengan bulir bening menggantung di kedua sudut matanya.Keesokan harinya saat Saskia terbangun, Alvaro sudah tidak terlihat. Saskia melirik jam, baru jam setengah enam pagi. Kemana Alvaro sepagi ini?Saskia mandi lalu melaksanakan sholat Subuh. Tubuhnya terasa lemas dan sakit. Setelah itu dia turun ke dapur di lantai satu, hendak menyiapkan sarapan dibantu oleh pelayan."Apa Bude melihat Tuan?" tanya Saskia."Tuan sudah berangkat bekerja, Nyonya. Kata Bang Mulya, Tuan bawa mobil sendiri dan menyuruh Bang Mulya libur hari ini. Tuan bilang ada proyek yang harus ditinjau," jawab Bude Darsi yang membantu Saskia menyiapkan sarapan.Bang Mulya adalah supir pribadi Alvaro."Oohh." Saskia bergumam."Nyonya, nanti Bude ijin pergi ke kajian jam sepuluh pagi, ya?" Bude Darsi meminta ijin untuk pergi ke kajian yang diadakan rutin di masjid yang tak jauh dari rumah Alvaro."Boleh, Bude," sahut Saskia."Tuan Orlando sudah bangun, Nyonya," bisik Bude Darsi sambil melihat ke jendela kecil yang menghubungkan dapur dengan ruang makan sehingga bisa terlihat siapa yang ada di kedua ruangan itu.Terlihat Orlando memasuki ruang makan. Saskia segera keluar dari dapur lalu mencium punggung tangan Orlando. Orlando menatap mata bengkak dan rambut panjang Saskia yang basah.Saskia hanya mengenakan pengering rambut jika hendak bepergian, karena tidak baik jika terlalu sering digunakan. Pengering rambut menyebabkan rambut kering dan mudah patah."Mana Al?" Orlando menanyakan cucunya."Sudah berangkat, Kek. Katanya ada proyek yang harus ditinjau," jawab Saskia sambil mendorong kursi roda Orlando ke ujung meja.Pelayan mengantarkan bubur untuk Orlando ke meja makan. Orlando setiap hari hanya makan bubur karena lambungnya sudah tidak mampu mencerna makanan yang keras. Untuk menambah nutrisi, Orlando minum jus buah dan susu lansia.Satu hal yang paling disyukuri Orlando adalah dia tidak menderita demensia di usianya yang 77 tahun. Ada beberapa hal yang mudah dilupakannya namun tidak berlebihan. Secara keseluruhan, daya ingat Orlando baik."Hmm." Orlando mengerutkan kening. "Bude Darsi, tolong panggilkan Pakde Gito.""Baik, Tuan," sahut Bude Darsi lalu keluar ruangan.Tak berapa lama Pakde Gito memasuki ruang makan dengan tergopoh-gopoh."Selamat pagi, Tuan." Pakde Gito membungkuk hormat."Gito, telepon Al. Aku ingin tahu dia sedang meninjau proyek apa."Pakde Gito mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi nomor Alvaro. Dinyalakannya pengeras suara sehingga semua bisa mendengar percakapan telepon itu.*****Alvaro mengemudikan mobil sportnya dengan mengebut. Sebenarnya Alvaro berbohong. Tidak ada proyek yang perlu ditinjaunya sepagi itu. Alvaro hanya ingin menyendiri. Dadanya dipenuhi kekecewaan.Ingatan malam pertamanya menari-nari di benaknya. Alvaro merasa dibohongi, namun dia juga tidak bisa menyalahkan Saskia. Bukankah di dalam kontrak pernikahan tidak ada syarat Saskia harus perawan?Namun Alvaro tidak menyangka kalau gadis sekalem Saskia seperti itu. Alvaro tahu, Saskia pernah berpacaran dengan seseorang. Hendra yang menceritakannya. Akan tetapi itu terjadi saat Saskia masih berusia 17 tahun dan setelah itu Saskia tidak pernah dekat dengan lelaki manapun.Kini Alvaro mengerti kenapa Saskia tidak pernah dekat dengan lelaki lain. Rupanya Saskia tidak ingin rahasianya ketahuan.Kringggg!Ponselnya berdering. Alvaro melirik, dilihatnya nama Pakde Gito di layar."Aaarrgghh! Pasti Kakek yang menyuruhnya!" geram Alvaro.Diabaikannya panggilan itu, namun ponselnya terus berdering. Alvaro tahu, Orlando tak akan berhenti sebelum panggilannya dijawab.Dengan tangan yang terasa berat, Alvaro menekan tombol untuk menerima panggilan pada earbudsnya.["Halo?" ][ "Al, apa yang kau lakukan? Pulang sekarang! Kakek tidak membesarkanmu untuk menjadi pecundang!" ]Terdengar teriakan Orlando di telepon.Alvaro menghembuskan napas kasar. Bunyi ban berdecit nyaring bersamaan dengan Alvaro menepikan mobil yang sedang dikemudikannya.Alvaro mengambil napas dalam beberapa kali sebelum menjawab Orlando.["Aku ada perlu sebentar, Kek. Beri aku waktu beberapa jam. Aku sudah cukup dewasa untuk mengatasi semua permasalahanku. " ][ "Baik. Kamu pewaris Bintang Terang Group. Jangan bertingkah kekanak-kanakan." ]Orlando memutuskan sambungan. Alvaro diam dan berpikir.'Kenapa Kakek berkata seperti itu? Apa Saskia yang mengadu? Keterlaluan!'Alvaro berbicara sendiri. Dalam hatinya mulai muncul rasa tidak suka terhadap Saskia.Alvaro lupa, Orlando mempunyai intuisi yang tajam dalam menganalisa situasi. Orlando melihat rambut Saskia basah di pagi hari. Itu sesuatu yang baru, namun tidak hanya rambutnya yang basah melainkan matanya juga. Lalu Alvaro pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Semua itu cukup bagi Orlando untuk mengetahui ada yang tidak beres di antara keduanya. Alvaro melanjutkan pe
Alvaro tiba di rumahnya beberapa menit sebelum waktu makan malam. Mereka makan di jam yang sama setiap harinya. Itu merupakan kebiasaan yang telah dipupuk oleh Orlando sejak kecil. Kedisiplinan dan kerja keras yang mengantar Orlando pada kesuksesan, berdampak pula pada hal yang terlihat remeh seperti jam makan.Alvaro melihat Saskia sedang berbincang dengan Orlando di sofa sambil menonton film di televisi super besar yang ada di ruangan itu. Keduanya menoleh saat Alvaro tiba. Saskia mendekat dan mencium punggung tangan suaminya tanpa berbicara."Kamu dari mana?" tanya Orlando. Alvaro menghembuskan napas lalu duduk di hadapan sang kakek.Saskia yang merasa tidak enak hati, berdiri untuk menghindar."Cucu mantu! Tetaplah di kursimu. Kamu sekarang istrinya Alvaro, tak ada lagi rahasia di antara kalian," titah Orlando tegas.Saskia mengurungkan langkah, kembali duduk di sebelah Orlando. Di seberang meja, Alvaro meliriknya dengan wajah tenang dan dingin seperti biasanya."Aku dari panti a
Seorang lelaki tampan dan gagah keluar dari bandara internasional Soekarno Hatta bersama dengan sahabatnya."Aaahh ... Indonesia! Setelah empat tahun, aku bisa kembali!" Sang lelaki menghirup napas dalam. Walaupun yang dia hirup adalah pekatnya udara ibukota yang tidak segar namun baginya udara itu menyejukkannya. Langit malam menyamarkan kabut asap yang menggantung di udara."Sekarang kau hendak kemana?" tanya Roni."Aku akan mengunjungi gadisku dulu, lalu besok aku ke tempat ibuku. Kamu mau ikut?" Lelaki itu balas bertanya."Lain waktu, Rue. Aku akan ke rumah pamanku. Kami sudah hampir 10 tahun tidak bertemu. Nanti aku share lokasi kalau sudah sampai. Bilang saja padaku kalau kamu memerlukan apapun." Roni menepuk bahu kokoh sahabatnya. Pekerjaan mereka sebagai penangkap kepiting di tengah terjangan ombak dan badai laut Utara membuat tubuh mereka terpahat dengan sempurna. Perut sixpack dengan dada bidang dan lemak minimal. Kulit mereka kuning langsat karena tidak terkena panas matah
["Haaahh?"]Tangan Saskia gemetar hebat, wajah cantiknya memutih. Ponsel yang sedang digenggamnya lolos dari tangannya., terjatuh, membentur lantai dan mati.'Andry? Benarkah? Atau Ibu sedang ngeprank aku? Atau aku bermimpi?' batin Saskia dengan pandangan kosong.Orlando dan Wiji bertukar pandang."Nyonya? Nyonya kenapa?" Suara Wiji menyadarkan Saskia dari lamunannya."Aku harus ke rumah Ibu. Ada sesuatu yang harus kukerjakan. Assalamu'alaikum," pamit Saskia sambil mencium punggung tangan Orlando lalu berlari keluar rumah begitu saja."Nyonya, ponselnya ketinggalan!" seru Wiji. Pemuda itu hendak berlari mengejar Saskia sambil membawakan ponselnya, akan tetapi Orlando menahan gerakannya. Lelaki tua itu menggelengkan kepala. Intuisi dan pengalaman hidupnya telah mengajarkan banyak hal."Telepon Alvaro," perintah Orlando kepada Wiji.Saskia segera menyuruh supirnya untuk membawanya ke rumah ibunya. Sepanjang perjalanan Saskia meremas jari-jarinya sendiri. Saskia gugup dan bingung. Apa ya
Andry mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan. Beberapa kali Saskia menahan napas saat mobil yang mereka kendarai hampir menyerempet kendaraan lain. Riuh klakson mobil yang hampir diserempet Andry memekakkan telinga. Beberapa pengendara motor mengacungkan kepalan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Andry."Kenapa kamu mengemudi secepat ini? Bagaimana kalau kita celaka?" Saskia memberanikan diri bertanya pada lelaki yang sedang marah itu. "Lebih baik kita mati berdua daripada tidak bisa bersama!" tukas Andry garang."Astaghfirullah Andry, hilangkan pikiran gila itu! Kamu tak ingin melihatku lebih lama? Kamu ingin kita segera berpisah lagi?!" seru Saskia dengan rasa takut yang menjalari tubuhnya. Jika Andry nekat dan menabrakkan mobil, Ibunya pasti akan sedih sekali kehilangan putri satu-satunya semuda ini.Andry menoleh. Wajahnya melunak dan dia mengurangi kecepatan. Diam-diam Saskia menghembuskan napas lega."Kita ke Cafe biasanya, ya," pinta Andry, suaranya yang lembut justru membua
Tangis Saskia meledak. Dia sesenggukan. Dadanya turun naik, berusaha mengendalikan kehancuran yang melanda batinnya. Andry pun sama. Mata yang sedari tadi memerah meluncurkan sebaris air bening di kedua pipinya. Tangannya terulur untuk menggenggam jemari wanita yang dicintainya. Rasa sakit di dada keduanya menganga semakin lebar. Saskia seakan terjatuh ke dalam lubang gelap yang sangat dalam. Dia berteriak minta tolong, namun tak ada yang datang."Tolong ... ceraikan dia, Sasi. Kembalilah kepadaku. Aku memang tidak sekaya dia, namun aku cukup mampu untuk menghidupimu dengan layak." Andry kembali berkata. Suaranya berat dan parau."Aku ... aku terikat kontrak dengannya selama setahun." Dengan susah payah Saskia menyahut. Dia tak bisa begitu saja menceraikan Alvaro karena kontrak yang menjeratnya. Jika Saskia mengakhiri kontrak sebelum setahun, maka Hendra akan dilaporkan ke pihak berwenang. Demikian salah satu pasal di dalam kontrak pernikahannya dengan Alvaro."Jika kamu pergi sebel
Alvaro mematung. Wajahnya pucat pasi, matanya membelalak menatap Saskia.Karena Alvaro tidak mengatakan sesuatu lagi, maka Saskia memberanikan diri untuk mendongak.Keduanya bertukar pandang dengan pikiran masing-masing."Aku mengantuk, aku mau tidur," kata Alvaro kemudian."Baik. Aku akan mematikan lampu." Saskia berdiri lalu mematikan lampu utama yang terang benderang dan menggantinya dengan lampu tidur. Wanita itu bergelung di sofa panjang yang ada di dekat ranjang pasien. Saskia menyelimuti tubuhnya, lalu berusaha memejamkan mata. Diintipnya Alvaro, ingin tahu apa yang dilakukan lelaki itu.Dalam cahaya remang-remang, Saskia melihat Alvaro masih dalam posisi setengah duduk. Dia tidak berbaring lurus untuk mengurangi pembengkakan dan memperparah cedera hidung yang dialaminya.Alvaro menatap langit-langit kamar sambil tersenyum getir. Dia tersenyum getir pada takdir yang harus dijalaninya. Nama yang disebut Saskia tadi adalah ... nama adik yang telah dicarinya selama sekian tahun.
"Sebelum menikah dengan Maureen, Djendro mempunyai kekasih bernama Larasati. Larasati adalah anak buruh cuci di rumah Baskoro. Baskoro ini mempunyai pabrik pengolahan kayu yang dirintis oleh Hadiwinoto. Hubungan mereka ditentang keras oleh Baskoro dan istrinya. Lalu pabrik itu hampir bangkrut. Baskoro menikahkan Djendro dengan Maureen untuk menyelamatkan pabriknya. Djendro menerima perjodohan itu. Djendro tak tega jika sekian ribu karyawan yang mencari nafkah di pabriknya harus kehilangan sumber penghasilan. Djendro tak sanggup membayangkan wajah anak-anak kelaparan jika orangtuanya sampai tidak bekerja lagi. Itu yang dikatakannya kepadaku saat aku bertanya kenapa dia mau menikahi Maureen. Pada tahun keenam pernikahan mereka, Maureen menerima seorang wanita untuk menjadi pengasuhmu. Saat itu kamu baru berusia empat tahun. Maureen yang tak tahu apa-apa mengenai masa lalu Djendro sama sekali tidak pernah mengira kalau wanita itu adalah mantan pacar Djendro. Ya, dia Larasati. Larasat