Alvaro berdehem sambil menarik kursi di seberang Andry, lalu duduk."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alvaro."Aku menu*uk perut ba*ingan yang mencelakai Saskia. Aku akan bertanggungjawab.""Apa kamu sudah mempertimbangkannya dengan baik? Aku akan mengirim pengacara terhebat di negara ini untuk membebaskanmu.""Aku tak memerlukannya. Pengacaraku akan membereskan semuanya. Kamu tak perlu ikut campur," tolak Andry tanpa ekspresi."Kamu keras kepala," kata Alvaro."Pergi. Jaga Saskia dan keponakanku baik-baik." Kali ini Andry berkata sambil memandang lurus pada manik biru Alvaro.Di bawah lampu ruangan yang tidak terlalu Terang, Alvaro melihat kalau mata Andry memerah dan kedua sudutnya basah. Andry membuang muka, menghindari tatapan Alvaro.Terdengar ketukan di pintu, menadakan waktunya telah habis. Alvaro berdiri, memindai sekali lagi adiknya yang akan mendekam lama di penjara. Andry masih membuang muka ke arah lain."Jaga dirimu baik-baik. Kami akan mengunjungimu," ucap Alvaro.Andry Tak
"Tolong bantu Kakak, Sasi," pinta Hendra, kedua tangannya menggenggam jemari Saskia dengan erat. Wajahnya pucat pasi dan jemarinya terasa dingin. "Tolonglah kakakmu, Nduk. Dia yang membayar biaya kuliahmu setelah Ayah tiada. Sekarang bantulah dia." Ibu ikut bersuara untuk membujuk Saskia. "Kakak bilang, Kakak melakukannya untuk menutup hutang-hutang yang dibuat oleh Kak Dea. Kenapa aku yang harus dikorbankan untuk membantu Kakak?" tukas Saskia kesal. Saskia membayangkan wajah kakak iparnya yang hobi berfoya-foya sehingga menyebabkan Hendra terlibat masalah. Hendra menggelapkan dana perusahaan untuk menutup semua hutang yang dibuat oleh istrinya. Jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah. Hendra sudah menjual mobilnya yang belum lunas, tapi tetap kurang banyak untuk menutup hutang itu. Selain berfoya-foya liburan ala-ala selebgram, kakak iparnya menggunakan uang itu untuk memulai sebuah bisnis skin care dengan dua orang temannya. Namun produk mereka tidak laku. Kedua temannya menghi
Setelah menikah, Alvaro langsung memboyong Saskia ke rumahnya. Keduanya duduk tanpa bicara dalam perjalanan. Saskia yang merasa gugup sibuk meremas-remas jariku. "Mobilmu ada di rumah. Kata Hendra kamu suka warna kalem, jadi aku membeli yang berwarna bronze. Apa kamu bisa mengemudi?" Alvaro memecah keheningan. "Tidak bisa, Om," sahut Saskia, dalam hati cukup terkejut dengan ketelitian Alvaro yang mau repot-repot mencari tahu warna kesukaannya. "Aku akan pekerjakan supir untukmu. Tolong jangan panggil aku 'Om'. Aku suamimu sekarang." Alvaro melirik Saskia dengan wajah tak suka. "Terus aku panggil apa?" tanya Saskia bingung. "Seperti orang menikah saja. Papa dan Mama," sahut Alvaro acuh. Saskia langsung tersedak mendengar permintaan Alvaro. Saskia mengira akan memanggil Alvaro dengan 'Mas' yang terdengar lebih umum. Panggilan Papa dan Mama biasanya dilakukan oleh pasangan yang saling mencintai, sedangkan mereka? Mereka menikah demi orang lain. "Kamu kenapa?" tanya Alvaro. Dia meno
Saskia tersedak lalu terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Kakek Orlando. Alvaro mengulurkan segelas air sambil mengusap punggung istrinya dengan lembut. Saskia meminum air itu hingga habis. Kakek Orlando masih menatap keduanya, seolah menuntut jawaban. "Kami akan berusaha, tapi Kakek jangan terlalu memaksa. Aku takut Sasi malah jadi stress," sahut Alvaro. Dia menggenggam tangan Saskia yang berada di atas meja. Saskia merasa hangat. Kakek Orlando terkekeh. "Seharusnya kalian pergi berbulan madu. Akan aku belikan tiket ke Swiss. Pergilah dan segera buatkan aku cucu!" ucapnya lantang. "Aku tak ada waktu saat ini, Kek. Kerjasama dengan Endika memerlukan beberapa tahapan penting yang tidak bisa kuwakilkan. Lagipula, resepsi akan diadakan dua bulan lagi. Aku tak ingin Sasi dalam kondisi hamil muda dan kelelahan mengikuti rangkaian resepsi itu. Kudengar Ibu yang sedang hamil muda masih rentan kandungannya. Iya kan, Ma?" Alvaro bertanya sambil meremas tangan Saskia yang berada dalam gengga
"Tidak apa-apa," sahut Saskia sambil membuang muka. Alvaro menatap Saskia selama beberapa saat, lalu sibuk dengan ponselnya. Keduanya sampai di sebuah rumah mewah yang sama besarnya dengan rumah Alvaro. Alvaro berbincang-bincang dengan beberapa koleganya. Saskia yang berdiri di sisi suaminya lama kelamaan merasa jenuh. Dia melihat para tamu mengambil makanan. Perutnya lapar. Saskia mendongak pada lelaki jangkung di sebelahnya yang masih asyik berbincang. Namun Alvaro tidak menyadari gerakannya. 'Bagaimana ini? Tadi dia bilang aku tidak boleh jauh darinya, tapi dia malah asyik sendiri,' gerutu Saskia dalam hati. Kakinya yang tidak terbiasa memakai heels mulai terasa sakit. Tubuhnya pun mulai merasa meriang karena waktu makannya sudah lewat. "Aku akan ke toilet," bisik Saskia pada Alvaro. Alvaro mengangguk tanpa menoleh. Setelah keluar dari toilet, Saskia melihat sekeliling. Ada sebuah sofa panjang di sudut ruangan. Saskia menuju ke sofa itu. Dia ingin mengistirahatkan kakinya yan
"Haa? Kita akan satu ranjang? Kenapa?" Saskia menjengit. Digesernya tubuhnya menempel ke sandaran ranjang karena merasa ada yang aneh dengan tatapan Alvaro. "Aku suamimu, kenapa tidak boleh tidur denganmu?" Alvaro balik bertanya dengan nada tak bersalah. Lelaki itu berbaring di sebelah Saskia. Saskia tak bisa membantahnya. Secara hukum agama dan negara, Alvaro berhak atas Saskia Saskia merebahkan diri dan memunggunginya, dengan harapan Alvaro segera tidur. Saskia berusaha memejamkan mata namun tidak bisa. Saskia merasa punggungnya dipandangi oleh Alvaro. Saskia memindahkan guling yang tadinya dipeluknya lalu memposisikan guling itu di antara dia dan Alvaro. Namun itu tak ada gunanya. Guling itu langsung dilempar Alvaro ke lantai. "Kita tak butuh guling," bisik Alvaro serak di telinga Saskia. Saskia kembali menjengit. Dia tak tahu sejak kapan Alvaro sedekat itu dengannya. Hembusan napas Alvaro membuat bulu kuduk Saskia meremang. Alvaro menempelkan tubuhnya pada Saskia. Saskia mera
Alvaro menghentikan gerakannya. Lelaki itu menghela napas beberapa kali dengan mata terpejam.Saskia menatap wajah tampan suaminya. Saskia tahu, Alvaro kecewa karena dia bukanlah yang pertama menyentuh Saskia. Empat tahun yang lalu, Andry telah melakukannya. Pikiran Saskia melayang, teringat pada malam dia menyerahkan diri seutuhnya pada Andry atas nama cinta dan sebuah janji pernikahan.Mata Saskia mengerjap, sudut matanya basah. Tangannya yang semula memegang lengan Alvaro perlahan luruh. Saskia merasa kotor dan tidak pantas menyentuh sosok tampan itu.Alvaro yang merasakan gerakan Saskia menjadi tersadar dari pikirannya sendiri. Alvaro membuka mata lalu memaksakan satu senyum kecil. Walaupun dia berusaha tak menampakkan emosi, namun Saskia bisa melihat jelas kekecewaan membayang di mata Alvaro. Alvaro menuntaskan hasratnya di luar. Setelah selesai, dia bangkit dan berkata,"Mulai besok kamu harus minum pil agar tidak hamil."Saskia mengangguk pasrah. Mungkin Alvaro tidak ingin me
Alvaro menghembuskan napas kasar. Bunyi ban berdecit nyaring bersamaan dengan Alvaro menepikan mobil yang sedang dikemudikannya.Alvaro mengambil napas dalam beberapa kali sebelum menjawab Orlando.["Aku ada perlu sebentar, Kek. Beri aku waktu beberapa jam. Aku sudah cukup dewasa untuk mengatasi semua permasalahanku. " ][ "Baik. Kamu pewaris Bintang Terang Group. Jangan bertingkah kekanak-kanakan." ]Orlando memutuskan sambungan. Alvaro diam dan berpikir.'Kenapa Kakek berkata seperti itu? Apa Saskia yang mengadu? Keterlaluan!'Alvaro berbicara sendiri. Dalam hatinya mulai muncul rasa tidak suka terhadap Saskia.Alvaro lupa, Orlando mempunyai intuisi yang tajam dalam menganalisa situasi. Orlando melihat rambut Saskia basah di pagi hari. Itu sesuatu yang baru, namun tidak hanya rambutnya yang basah melainkan matanya juga. Lalu Alvaro pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Semua itu cukup bagi Orlando untuk mengetahui ada yang tidak beres di antara keduanya. Alvaro melanjutkan pe