Saskia tersedak lalu terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Kakek Orlando. Alvaro mengulurkan segelas air sambil mengusap punggung istrinya dengan lembut. Saskia meminum air itu hingga habis.
Kakek Orlando masih menatap keduanya, seolah menuntut jawaban."Kami akan berusaha, tapi Kakek jangan terlalu memaksa. Aku takut Sasi malah jadi stress," sahut Alvaro. Dia menggenggam tangan Saskia yang berada di atas meja. Saskia merasa hangat.Kakek Orlando terkekeh."Seharusnya kalian pergi berbulan madu. Akan aku belikan tiket ke Swiss. Pergilah dan segera buatkan aku cucu!" ucapnya lantang."Aku tak ada waktu saat ini, Kek. Kerjasama dengan Endika memerlukan beberapa tahapan penting yang tidak bisa kuwakilkan. Lagipula, resepsi akan diadakan dua bulan lagi. Aku tak ingin Sasi dalam kondisi hamil muda dan kelelahan mengikuti rangkaian resepsi itu. Kudengar Ibu yang sedang hamil muda masih rentan kandungannya. Iya kan, Ma?" Alvaro bertanya sambil meremas tangan Saskia yang berada dalam genggamannya.Saskia paham, Alvaro mencari alasan agar Kakek Orlando tidak menanyakan cucu untuk beberapa waktu ke depan."I ... iya," jawab Saskia terbata. Gadis itu merasa jantungnya berdebar lebih cepat karena Alvaro masih terus menggenggam tangannya.Kakek Orlando menghembuskan napas. Dia terlihat kecewa, lalu melanjutkan makannya.Hari terus berganti. Tak terasa sudah hampir sebulan Saskia menjadi istri Alvaro. Alvaro tak pernah menyentuh Saskia walaupun keduanya sekamar. Alvaro pendiam, namun cukup perhatian. Biasanya di malam hari Saskia berceloteh mengenai apa yang dilakukannya sedangkan Alvaro mendengarkan sambil sesekali menanggapi hingga tertidur. Mungkin dianggapnya Saskia seperti radio.Saskia tak masalah. Gadis itu pernah membaca lelaki memang begitu. Mereka tidak dirancang untuk mendengarkan cerita panjang.Hari-hari dilalui Saskia dengan berkunjung ke rumah Ibu atau mengobrol bersama Kakek Orlando. Dari pembicaraan itu Saskia dan Ibu sepakat untuk memulai bisnis setelah acara resepsi terlaksana.Saskia juga masih melanjutkan pekerjaannya sebagai guru private bahasa Inggris untuk anak-anak dan remaja. Memang uang yang diterimanya tidak seberapa, akan tetapi Saskia menyukai pekerjaan itu.Malam itu saat bersiap tidur, Alvaro bertanya,"Besok malam akan ada pesta di rumah kolegaku. Apa kamu bisa mencari baju yang sesuai sendiri?"Alvaro mengatur beberapa bantal di atas sofa dan menghempaskan diri di atasnya. Dia berbaring menelentang. Wajahnya nampak lelah. Terdengar beberapa kali dia menghela napas.Saskia yang melihatnya menjadi bersimpati, lalu mendekat."Apa kau lelah? Apa mau aku pijat bahumu?" tanya Saskia.Wajah Alvaro tampak terkejut. Kemudian Alvaro mengangguk dan duduk. Saskia duduk di belakangnya, mulai memijat bahu dan punggung Alvaro."Baju seperti apa yang diperlukan untuk pesta itu?" Saskia balas bertanya. Gadis itu tahu butik yang menjual gaun-gaun pesta berkelas. Andry pernah membelikannya gaun di sana untuk menghadiri pernikahan temannya."Besok pergi denganku saja saat makan siang. Kita beli beberapa baju sekaligus." Alvaro berkata sambil menguap.Saskia memijat beberapa menit, lalu Alvaro berkata cukup. Tak lama kemudian dia tertidur. Dengkuran halus terdengar darinya.Saskia kembali ke atas ranjang lalu membuka galeri ponselnya. Sang gadis mencari seraut wajah tampan yang menghilang darinya bagai ditelan bumi di saat dia sedang sayang-sayangnya.Andry, kekasih Saskia, adalah rekan kerja Hendra. Bedanya Hendra di bagian keuangan sedangkan Andry yang lulusan Pertambangan di bagian operasional. Saskia selalu merengek agar dia berhenti dari pekerjaannya yang penuh risiko itu.Andry telah berjanji akan melakukan pekerjaan terakhir lalu berhenti dan memulai bisnis sendiri. Mereka akan menikah setelah Saskia lulus SMA.Namun sayang takdir berkata lain. Saat rig lepas pantai tempatnya bekerja mengalami kebakaran, banyak pekerja yang menceburkan diri ke laut termasuk Andry. Setelah upaya pencarian selama beberapa minggu, mereka dinyatakan hilang.Saskia tak ingin percaya kalau Andry sudah meninggal. Dia lelaki yang kuat.'Andry akan kembali padaku karena cinta kami sangat besar.' Itulah keyakinan Saskia selama bertahun-tahun kemudian.Namun seiring berjalannya waktu, keyakinan Saskia semakin pupus. Hatinya mulai percaya kalau Andry memang sudah tiada. Andry telah mengingkari janjinya untuk selalu bersama Saskia sampai mereka menjadi kakek nenek.Saskia tidur dengan mata yang basah. Rasa sakit itu masih sama, menalu-nalu dadanya hingga berlubang.Alvaro menjemput Saskia jam satu siang. Keduanya pergi ke mall dan makan di restoran steak. Supir dan satu orang pegawai mengikuti mereka.Di sepanjang jalan, Saskia menyadari mata para wanita tak lepas dari Alvaro. Saskia maklum. Alvaro good looking dan good rekening. Semua wanita yang realistis akan tertarik padanya.Saskia melirik Alvaro untuk melihat apa dia juga memandangi para wanita itu. Namun Alvaro tidak melakukannya. Lelaki itu berjalan sambil menatap ke deretan toko yang ada di mall, kemudian masuk ke salah satu butik terkenal.Dia memilihkan beberapa gaun indah untuk Saskia. Tugas Saskia hanya mencobanya, jika Alvaro merasa cocok maka baju-baju itu akan dibelinya tanpa melihat harganya.Gaya belanja horang kaya memang beda. Saskia sendiri kalau belanja akan menghabiskan waktu berjam-jam untuk memilih baju dan berakhir dengan satu potong yang dibeli. Biasanya baju yang diskon yang dibawa pulang oleh Saskia.Alvaro juga memborong beberapa sepatu, tas dan perhiasan. Entah berapa uang yang dikeluarkannya untuk semua itu.Keduanya pulang dengan setumpuk belanjaan yang dibawakan oleh kedua pegawainya."Mm ... apa boleh uang mahar yang kau berikan kugunakan untuk memulai usaha?" tanya Saskia saat sudah berada di mobil. Alvaro sedang menunduk menatap ponselnya.Alvaro nampak terkejut, perhatiannya teralih kepada istri cantiknya."Kamu ingin berbisnis? Kamu tidak ingin membeli sesuatu yang mewah atau jalan-jalan keluar negeri?" tanyanya heran. Mungkin dikiranya itulah yang dilakukan wanita jika mendadak mendapat uang yang banyak."Iya, aku ingin menjadi pengusaha agar bisa mandiri. Jika kontrak kita berakhir nanti, aku bisa menghidupi diriku sendiri dan ibuku," jawab Saskia jujur."Hmm ... pemikiranmu bagus. Kamu berpandangan ke depan. Bisnis apa yang akan kamu lakukan?" Alvaro menatap Saskia dengan penuh minat."Aku ingin bisnis es krim, karena aku suka sekali es krim," sahut Saskia sambil menjilat bibirnya. Otomatis Saskia terbayang pada es krim kesukaannya."Kelihatannya kamu sedang ingin es krim. Yang logonya pinguin, ya? Kenapa tidak bilang?" Alvaro tertawa, lalu menyuruh supir untuk mampir ke ruko es krim itu.Saskia tersipu karena ketahuan ngiler, wajahnya memerah. Sungguh memalukan. Lagipula, dari mana Alvaro tahu kalau Saskia penggemar es krim berlogo pinguin itu?Mereka membeli dan memakan es krim itu di mobil. Alvaro sempat-sempatnya membersihkan es krim yang berceceran di sekitar bibir Saskia dengan jarinya yang besar dan hangat.Saskia sedikit baper, namun segera mengingatkan hatinya untuk tidak terjatuh dalam pesona Alvaro. Saskia sadar, mereka akan bersama hanya setahun. Jangan sampai perpisahan mereka nanti menorehkan luka lagi pada hatinya, seperti saat Andry meninggalkannya. Jangan sampai Saskia merasa masuk ke kubangan lumpur lagi dan kesulitan bernapas untuk kedua kali.Di malam pesta itu Saskia memilih gaun model putri duyung dengan kerah V tanpa lengan berwarna gold yang membentuk tubuhnya dengan sempurna. Dipolesnya make up sedikit bold sesuai dengan pesta yang akan dihadiri. Rambut panjangnya ditata dengan model crown braid.Saskia mempelajari berbagai gaya rambut dari ibunya yang senang sekali mengepang rambut Saskia sejak kecil. Ibu tak pernah mengijinkan Saskia memotong rambut di atas punggung.Saskia menuruni tangga menuju Alvaro yang menunggu di sofa ruang keluarga. Alvaro menatap sesaat lalu kembali sibuk dengan ponselnya.'Apa penampilanku tak memuaskannya?' pikir Saskia kecewa. 'Lain kali aku akan pergi ke salon saja. Seharusnya aku bisa memposisikan diri sebagai istri seorang pengusaha, walaupun aku cuma istri kontrak.'Saskia merutuki dirinya sendiri. Wajahnya menjadi murung."Nanti jangan jauh-jauh dariku," pesan Alvaro. Kemudian dilihatnya perubahan ekspresi Saskia. 'Kenapa wajahmu?'"Tidak apa-apa," sahut Saskia sambil membuang muka. Alvaro menatap Saskia selama beberapa saat, lalu sibuk dengan ponselnya. Keduanya sampai di sebuah rumah mewah yang sama besarnya dengan rumah Alvaro. Alvaro berbincang-bincang dengan beberapa koleganya. Saskia yang berdiri di sisi suaminya lama kelamaan merasa jenuh. Dia melihat para tamu mengambil makanan. Perutnya lapar. Saskia mendongak pada lelaki jangkung di sebelahnya yang masih asyik berbincang. Namun Alvaro tidak menyadari gerakannya. 'Bagaimana ini? Tadi dia bilang aku tidak boleh jauh darinya, tapi dia malah asyik sendiri,' gerutu Saskia dalam hati. Kakinya yang tidak terbiasa memakai heels mulai terasa sakit. Tubuhnya pun mulai merasa meriang karena waktu makannya sudah lewat. "Aku akan ke toilet," bisik Saskia pada Alvaro. Alvaro mengangguk tanpa menoleh. Setelah keluar dari toilet, Saskia melihat sekeliling. Ada sebuah sofa panjang di sudut ruangan. Saskia menuju ke sofa itu. Dia ingin mengistirahatkan kakinya yan
"Haa? Kita akan satu ranjang? Kenapa?" Saskia menjengit. Digesernya tubuhnya menempel ke sandaran ranjang karena merasa ada yang aneh dengan tatapan Alvaro. "Aku suamimu, kenapa tidak boleh tidur denganmu?" Alvaro balik bertanya dengan nada tak bersalah. Lelaki itu berbaring di sebelah Saskia. Saskia tak bisa membantahnya. Secara hukum agama dan negara, Alvaro berhak atas Saskia Saskia merebahkan diri dan memunggunginya, dengan harapan Alvaro segera tidur. Saskia berusaha memejamkan mata namun tidak bisa. Saskia merasa punggungnya dipandangi oleh Alvaro. Saskia memindahkan guling yang tadinya dipeluknya lalu memposisikan guling itu di antara dia dan Alvaro. Namun itu tak ada gunanya. Guling itu langsung dilempar Alvaro ke lantai. "Kita tak butuh guling," bisik Alvaro serak di telinga Saskia. Saskia kembali menjengit. Dia tak tahu sejak kapan Alvaro sedekat itu dengannya. Hembusan napas Alvaro membuat bulu kuduk Saskia meremang. Alvaro menempelkan tubuhnya pada Saskia. Saskia mera
Alvaro menghentikan gerakannya. Lelaki itu menghela napas beberapa kali dengan mata terpejam.Saskia menatap wajah tampan suaminya. Saskia tahu, Alvaro kecewa karena dia bukanlah yang pertama menyentuh Saskia. Empat tahun yang lalu, Andry telah melakukannya. Pikiran Saskia melayang, teringat pada malam dia menyerahkan diri seutuhnya pada Andry atas nama cinta dan sebuah janji pernikahan.Mata Saskia mengerjap, sudut matanya basah. Tangannya yang semula memegang lengan Alvaro perlahan luruh. Saskia merasa kotor dan tidak pantas menyentuh sosok tampan itu.Alvaro yang merasakan gerakan Saskia menjadi tersadar dari pikirannya sendiri. Alvaro membuka mata lalu memaksakan satu senyum kecil. Walaupun dia berusaha tak menampakkan emosi, namun Saskia bisa melihat jelas kekecewaan membayang di mata Alvaro. Alvaro menuntaskan hasratnya di luar. Setelah selesai, dia bangkit dan berkata,"Mulai besok kamu harus minum pil agar tidak hamil."Saskia mengangguk pasrah. Mungkin Alvaro tidak ingin me
Alvaro menghembuskan napas kasar. Bunyi ban berdecit nyaring bersamaan dengan Alvaro menepikan mobil yang sedang dikemudikannya.Alvaro mengambil napas dalam beberapa kali sebelum menjawab Orlando.["Aku ada perlu sebentar, Kek. Beri aku waktu beberapa jam. Aku sudah cukup dewasa untuk mengatasi semua permasalahanku. " ][ "Baik. Kamu pewaris Bintang Terang Group. Jangan bertingkah kekanak-kanakan." ]Orlando memutuskan sambungan. Alvaro diam dan berpikir.'Kenapa Kakek berkata seperti itu? Apa Saskia yang mengadu? Keterlaluan!'Alvaro berbicara sendiri. Dalam hatinya mulai muncul rasa tidak suka terhadap Saskia.Alvaro lupa, Orlando mempunyai intuisi yang tajam dalam menganalisa situasi. Orlando melihat rambut Saskia basah di pagi hari. Itu sesuatu yang baru, namun tidak hanya rambutnya yang basah melainkan matanya juga. Lalu Alvaro pergi begitu saja tanpa alasan yang jelas. Semua itu cukup bagi Orlando untuk mengetahui ada yang tidak beres di antara keduanya. Alvaro melanjutkan pe
Alvaro tiba di rumahnya beberapa menit sebelum waktu makan malam. Mereka makan di jam yang sama setiap harinya. Itu merupakan kebiasaan yang telah dipupuk oleh Orlando sejak kecil. Kedisiplinan dan kerja keras yang mengantar Orlando pada kesuksesan, berdampak pula pada hal yang terlihat remeh seperti jam makan.Alvaro melihat Saskia sedang berbincang dengan Orlando di sofa sambil menonton film di televisi super besar yang ada di ruangan itu. Keduanya menoleh saat Alvaro tiba. Saskia mendekat dan mencium punggung tangan suaminya tanpa berbicara."Kamu dari mana?" tanya Orlando. Alvaro menghembuskan napas lalu duduk di hadapan sang kakek.Saskia yang merasa tidak enak hati, berdiri untuk menghindar."Cucu mantu! Tetaplah di kursimu. Kamu sekarang istrinya Alvaro, tak ada lagi rahasia di antara kalian," titah Orlando tegas.Saskia mengurungkan langkah, kembali duduk di sebelah Orlando. Di seberang meja, Alvaro meliriknya dengan wajah tenang dan dingin seperti biasanya."Aku dari panti a
Seorang lelaki tampan dan gagah keluar dari bandara internasional Soekarno Hatta bersama dengan sahabatnya."Aaahh ... Indonesia! Setelah empat tahun, aku bisa kembali!" Sang lelaki menghirup napas dalam. Walaupun yang dia hirup adalah pekatnya udara ibukota yang tidak segar namun baginya udara itu menyejukkannya. Langit malam menyamarkan kabut asap yang menggantung di udara."Sekarang kau hendak kemana?" tanya Roni."Aku akan mengunjungi gadisku dulu, lalu besok aku ke tempat ibuku. Kamu mau ikut?" Lelaki itu balas bertanya."Lain waktu, Rue. Aku akan ke rumah pamanku. Kami sudah hampir 10 tahun tidak bertemu. Nanti aku share lokasi kalau sudah sampai. Bilang saja padaku kalau kamu memerlukan apapun." Roni menepuk bahu kokoh sahabatnya. Pekerjaan mereka sebagai penangkap kepiting di tengah terjangan ombak dan badai laut Utara membuat tubuh mereka terpahat dengan sempurna. Perut sixpack dengan dada bidang dan lemak minimal. Kulit mereka kuning langsat karena tidak terkena panas matah
["Haaahh?"]Tangan Saskia gemetar hebat, wajah cantiknya memutih. Ponsel yang sedang digenggamnya lolos dari tangannya., terjatuh, membentur lantai dan mati.'Andry? Benarkah? Atau Ibu sedang ngeprank aku? Atau aku bermimpi?' batin Saskia dengan pandangan kosong.Orlando dan Wiji bertukar pandang."Nyonya? Nyonya kenapa?" Suara Wiji menyadarkan Saskia dari lamunannya."Aku harus ke rumah Ibu. Ada sesuatu yang harus kukerjakan. Assalamu'alaikum," pamit Saskia sambil mencium punggung tangan Orlando lalu berlari keluar rumah begitu saja."Nyonya, ponselnya ketinggalan!" seru Wiji. Pemuda itu hendak berlari mengejar Saskia sambil membawakan ponselnya, akan tetapi Orlando menahan gerakannya. Lelaki tua itu menggelengkan kepala. Intuisi dan pengalaman hidupnya telah mengajarkan banyak hal."Telepon Alvaro," perintah Orlando kepada Wiji.Saskia segera menyuruh supirnya untuk membawanya ke rumah ibunya. Sepanjang perjalanan Saskia meremas jari-jarinya sendiri. Saskia gugup dan bingung. Apa ya
Andry mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan. Beberapa kali Saskia menahan napas saat mobil yang mereka kendarai hampir menyerempet kendaraan lain. Riuh klakson mobil yang hampir diserempet Andry memekakkan telinga. Beberapa pengendara motor mengacungkan kepalan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Andry."Kenapa kamu mengemudi secepat ini? Bagaimana kalau kita celaka?" Saskia memberanikan diri bertanya pada lelaki yang sedang marah itu. "Lebih baik kita mati berdua daripada tidak bisa bersama!" tukas Andry garang."Astaghfirullah Andry, hilangkan pikiran gila itu! Kamu tak ingin melihatku lebih lama? Kamu ingin kita segera berpisah lagi?!" seru Saskia dengan rasa takut yang menjalari tubuhnya. Jika Andry nekat dan menabrakkan mobil, Ibunya pasti akan sedih sekali kehilangan putri satu-satunya semuda ini.Andry menoleh. Wajahnya melunak dan dia mengurangi kecepatan. Diam-diam Saskia menghembuskan napas lega."Kita ke Cafe biasanya, ya," pinta Andry, suaranya yang lembut justru membua