Share

8. Rahasia Ranjang

Alvaro tiba di rumahnya beberapa menit sebelum waktu makan malam. Mereka makan di jam yang sama setiap harinya. Itu merupakan kebiasaan yang telah dipupuk oleh Orlando sejak kecil. Kedisiplinan dan kerja keras yang mengantar Orlando pada kesuksesan, berdampak pula pada hal yang terlihat remeh seperti jam makan.

Alvaro melihat Saskia sedang berbincang dengan Orlando di sofa sambil menonton film di televisi super besar yang ada di ruangan itu. Keduanya menoleh saat Alvaro tiba. Saskia mendekat dan mencium punggung tangan suaminya tanpa berbicara.

"Kamu dari mana?" tanya Orlando.

Alvaro menghembuskan napas lalu duduk di hadapan sang kakek.

Saskia yang merasa tidak enak hati, berdiri untuk menghindar.

"Cucu mantu! Tetaplah di kursimu. Kamu sekarang istrinya Alvaro, tak ada lagi rahasia di antara kalian," titah Orlando tegas.

Saskia mengurungkan langkah, kembali duduk di sebelah Orlando. Di seberang meja, Alvaro meliriknya dengan wajah tenang dan dingin seperti biasanya.

"Aku dari panti asuhan. Kakek masih ingat kan tentang panti asuhan itu?" Alvaro bertanya.

"Aku ingat. Lalu?"

"Aku membawakan mereka makanan seperti biasanya. Ada satu anak dari panti yang membutuhkan pekerjaan, jadi aku akan memberinya pekerjaan di kantor kita. Dia juga kuajak tinggal di rumah ini." Alvaro bercerita apa adanya.

Alvaro tak pernah berbohong pada kakeknya selama ini. Satu-satunya kebohongan yang dibuat Alvaro adalah mengenai pernikahan kontraknya dengan Saskia.

Setelah makan malam, Alvaro pergi ke ruang kerjanya. Sudah beberapa jam dia berkutat di depan laptop ketika pintu ruang kerjanya diketuk.

Saskia masuk dengan membawa segelas susu hangat. Wajah cantik dan mata jernihnya memandang ragu-ragu kepada Alvaro.

"Masuk, Sasi," kata Alvaro datar.

Saskia mendegut ludah. Alvaro menyebut namanya, bukan 'mama' seperti sebelumnya.

Saskia masuk dan meletakkan susu itu di meja kerja Alvaro.

"Apa aku mengganggu? Aku ingin bicara," ucap Saskia. Dia berdiri gamang di seberang meja.

"Tidak. Duduklah," sahut Alvaro, masih datar.

Saskia duduk di hadapannya, jari-jarinya saling meremas di pangkuannya.

"Mengenai apa yang terjadi kemarin malam, aku minta ma..."

"Tidak perlu dibicarakan. Aku mengerti apa yang terjadi," potong Alvaro segera. Membicarakan hal itu membuat Alvaro merasa dibohongi. Alvaro paling benci dibohongi. Pengkhianatan kekasihnya di Paris membuatnya trauma dengan kebohongan.

"Aku minta maaf karena membuatmu kecewa," kata Saskia lirih. Saskia menunduk, bulir bening mulai muncul di kedua sudut matanya.

"Sudahlah. Percuma menangis, air mata tak akan merubah apapun. Sekarang tidurlah dulu. Nanti aku akan menyusul."

Alvaro menatap punggung Saskia sampai menghilang di balik pintu. Dia teringat saat pertama kali melihat Saskia, yaitu di pesta pernikahan salah satu manajernya.

Saskia datang bersama Hendra. Kecantikan Saskia yang bersinar membuat semua lelaki yang melihatnya menjadi juling, termasuk Alvaro yang sudah biasa melihat gadis cantik. Namun saat itu Alvaro hanya menganggapnya tidak lebih dari seorang gadis cantik. Tidak ada hal istimewa yang membuat Alvaro ingin mengenalnya lebih dekat.

Beberapa minggu setelah pertemuan itu, Alvaro kembali melihat Saskia saat dia sedang berolahraga sore di taman kota. Ada seorang nenek berpenampilan lusuh yang terjatuh akibat bersenggolan dengan seorang lelaki. Lelaki itu sedang jogging bersama pasangannya. Pasangan itu berhenti sejenak, menoleh sesaat lalu kembali berlari tanpa menolong nenek yang terduduk di atas paving block taman.

Alvaro melihat Saskia yang berada tidak jauh dari sang nenek menghampiri nenek itu dan membantunya duduk di bangku taman. Dia ikut duduk lalu mengulurkan sebotol air mineral dan sepotong roti. Alvaro melihat mereka berbincang dan tertawa, kemudian Saskia beranjak hendak pergi. Namun sebelum pergi, wanita itu menyelipkan beberapa lembar kertas berwarna biru ke tangan si nenek yang menyambutnya dengan mata berkaca-kaca dan wajah penuh syukur.

Saskia berhati baik. Itulah salah satu alasan Alvaro meminta pertukaran yang terdengar aneh saat Hendra ketahuan korupsi di perusahaannya. Alvaro yakin gadis seperti Saskia bukanlah gold digger yang akan menguras hartanya selama pernikahan kontrak mereka.

Keyakinan Alvaro terbukti sejak awal. Saskia tak meminta apapun untuk maharnya, bahkan kartu debit yang diberinya tidak banyak berkurang sampai saat ini. Saskia hanya membeli barang yang memang dibutuhkan, bukan sekedar diinginkan.

Saskia masuk ke kamarnya dan langsung merebahkan diri. Setelah bergerak-gerak gelisah akhirnya Saskia bisa tertidur.

Saskia mendengar pintu terbuka. Sesosok bayangan masuk ke dalam kamar dan menyelinap ke belakangnya.

"Apa kamu sudah minum pilmu?" tanya Alvaro di telinganya.

"Sudah," jawab Saskia.

"Sekarang buka bajumu. Aku ingin mencoba sesuatu."

Deg!

'Mencoba sesuatu? Apa maksudnya?' batin Saskia, mulai merasa takut. Nada suara Alvaro datar, berbeda dengan malam pertama mereka.

Saskia melepas pakaiannya satu per satu sedangkan Alvaro menatapnya lekat. Saskia merasa sangat malu diperlakukan seperti itu. Wajahnya sudah merah padam, kontras dengan warna kulitnya yang seputih susu.

Setelah Saskia tak berpakaian, Alvaro mengeluarkan tali dari dalam saku celananya.

"Apa yang Papa lakukan?" tanya Saskia ketakutan.

Alvaro tidak menjawab, melainkan mengikat kedua tangan Saskia menjadi satu lalu mengaitkannya di kepala ranjang.

Keesokan harinya Saskia terbangun dengan seluruh tubuh terasa sakit. Rasa ngilu merata dari leher sampai paha. Tangannya sudah tidak terikat. Dia berada di balik selimut.

Saskia menyingkap selimut dan melihat ke bawah. Seluruh tubuhnya penuh bekas gigitan, meninggalkan biru lebam kemerahan dan rasa sakit yang tak terkatakan.

Saskia menghela napas. Inikah yang harus diterimanya karena dia tak bisa mempersembahkan kesucian pada pria yang menjadi suaminya?

Saskia melihat Alvaro masih terlelap. Wajah tampannya nampak puas dan damai. Satu tangannya ada di atas perut Saskia.

Saskia menyingkirkan tangan kekar itu lalu berusaha turun dari ranjang. Dengan langkah tertatih Saskia berjalan ke kamar mandi.

Hampir setiap malam Alvaro bereksperimen dengan berbagai gaya yang dilihatnya di film. Entah dari mana dia mendapatkan fim-film itu.

Saskia hanya tahu dirinya akan terbangun dengan tubuh luluh lantak setelah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Saat Alvaro berangkat kerja, Saskia akan mengobati luka-lukanya sambil menangis.

Hari resepsi sebentat lagi. Alvaro tidak menyentuh Saskia selama dua malam karena tak ingin Saskia kelelahan dan tampak kesakitan saat berdiri berjam-jam menyambut tamu-tamu penting yang hadir.

"Kita akan beristirahat dua malam. Bersantailah agar penampilanmu maksimal. Beberapa hari ini kamu terlihat pucat," kata Alvaro pagi itu sebelum pergi bekerja.

Saskia mengangguk lalu mencium punggung tangan Alvaro. Alvaro balas mengecup dahi Saskia dengan lembut dan membelai rambut panjang sang istri.

Pesta resepsi yang diadakan Alvaro luar biasa mewah. Para tamu undangan terdiri dari pejabat, pengusaha, dan orang-orang penting lainnya yang hanya Saskia lihat di televisi.

Jordan dan Felice juga hadir.

"Saskia, kenapa kamu terlihat lebih kurus dari kemarin?" tanya Jordan. Matanya memindai Saakia yang mengenakan gaun pengantin putih dengan kerudung dan mahkota yang terbuat dari emas putih. Mahkota itu berkilauan memantulkan cahaya lampu.

Alvaro menoleh kepada Saskia, menunggu jawaban. Saskia merasa gugup.

"Tidak ... aku hanya sedang diet," sahut Saskia terbata.

Sebenarnya batin Saskia tersakiti karena harus melayani suaminya dengan cara yang tidak wajar. Saskia bertanya-tanya dalam hati, apakah kelakuan suaminya itu normal atau tidak. Namun Saskia tidak akan menceritakan aib keluarganya kepada orang lain. Ibunya selalu berpesan untuk menjaga kehormatan suami dengan menutup mulut.

Siksa batin Saskia itu berdampak pada selera makannya. Saskia menjadi tidak bernafsu makan.

"Apa kamu sedang hamil? Selamat kalau begitu," kata Felice, tampak gembira karena kalau Saskia hamil anak Alvaro, maka Saskia tak akan menarik perhatian Jordan lagi.

"Tidak, aku hanya sedang diet. Sungguh," ucap Saskia serius.

Acara berjalan lancar dan sukses. Semua tamu berpesta dengan gembira. Makanan berlimpah ruah dan semuanya enak.

Selesai pesta, Saskia langsung masuk ke kamarnya untuk beristirahat sedangkan Alvaro masih mengobrol bersama Kakek Orlando dan Hendra di lantai bawah.

Saskia melepas gaun pengantinnya lalu menatap pantulan dirinya di depan cermin besar setinggi tubuh manusia di hadapannya.

Warna biru keunguan bercampur kuning menyebar di tubuhnya seperti penyakit kulit. Paling banyak di bagian dada.

Saskia mendesah, lalu mengenakan daster longgar. Setelah membersihkan badan dia naik ke atas ranjangnya. Malam ini pasti Alvaro akan menerkamnya setelah libur dua hari. Entah eksperimen apa lagi yang akan dilakukan pria itu kepadanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status