Andry mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan. Beberapa kali Saskia menahan napas saat mobil yang mereka kendarai hampir menyerempet kendaraan lain. Riuh klakson mobil yang hampir diserempet Andry memekakkan telinga. Beberapa pengendara motor mengacungkan kepalan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Andry.
"Kenapa kamu mengemudi secepat ini? Bagaimana kalau kita celaka?" Saskia memberanikan diri bertanya pada lelaki yang sedang marah itu."Lebih baik kita mati berdua daripada tidak bisa bersama!" tukas Andry garang."Astaghfirullah Andry, hilangkan pikiran gila itu! Kamu tak ingin melihatku lebih lama? Kamu ingin kita segera berpisah lagi?!" seru Saskia dengan rasa takut yang menjalari tubuhnya. Jika Andry nekat dan menabrakkan mobil, Ibunya pasti akan sedih sekali kehilangan putri satu-satunya semuda ini.Andry menoleh. Wajahnya melunak dan dia mengurangi kecepatan. Diam-diam Saskia menghembuskan napas lega."Kita ke Cafe biasanya, ya," pinta Andry, suaranya yang lembut justru membuat dada Saskia terasa sesak. Saskia mengangguk, diulasnya sebuah senyum yang menggetarkan jiwa pria di sebelahnya.Keduanya duduk berhadapan di Cafe favorit waktu mereka pacaran dulu. Seorang pelayan menghampiri mereka. Saskia belum pernah melihatnya, mungkin dia karyawan baru."Frappio untukku dan kopi matcha untuk gadisku." Andry mengucapkan kalimat yang sama persis seperti yang diucapkannya empat tahun yang lalu.Saskia terharu. Air mata kembali merebak di kedua sudut matanya. Kenangan indah bersama Andry menyeruak di pikirannya, membuat Saskia merasa pusing."Makanannya french fries dan cheese burger dobel. Satu cheese cake untuk dessert."'Ya Tuhan, Andry masih mengingat semuanya!' jerit Saskia dalam hati. Wanita itu menunduk untuk menyembunyikan bulir beningnya. Rasa bersalah menguasainya.Andaikan ... dia tidak menikah dengan Alvaro, pertemuan ini akan menjadi pertemuan terindah bagi keduanya. Andry akan menjadi yang pertama dan yang terakhir baginya. Tak ada lagi yang diinginkannya selain menjalani hidup bersama cinta pertamanya itu.Setelah pelayan pergi, Andry menatap Saskia lekat namun tak berkata apa-apa. Yang ditatap menjadi salah tingkah, persis seperti empat tahun yang lalu saat usianya masih 17 tahun.Pipi putih mulus yang merona merah, bibir ranum yang berwarna pink alami, semua itu adalah candu bagi Andry empat tahun yang lalu. Kini, semua milik lelaki lain. Andry menghembuskan napas kasar."Kemana kamu empat tahun ini?" Saskia memecah keheningan."Aku yakin kamu sudah dengar berita tentang ledakan yang menyebabkan kebakaran di rig tempat aku bekerja." Andry mulai bercerita.Saskia mengiyakan."Aku dan yang lain melompat ke laut untuk menyelamatkan diri. Aku menemukan sebuah daun pintu besar lalu naik ke atasnya. Aku terombang ambing di laut selama dua hari. Panas matahari sangat menyengat, sedangkan tubuhku menggigil kedinginan. Mataku terbakar karena pantulan cahaya matahari yang sangat silau, membuatku mulai kehilangan kesadaran. Aku dehidrasi dan berhalusinasi. Aku menjadi lupa kenapa aku ada disana dan aku hampir menyerah ketika sebuah kapal lewat dan mereka mengirimkan sekoci untuk menjemputku."Andry berhenti sejenak ketika pelayan datang mengantarkan pesanan mereka."Kapal itu berbendera Malaysia. Aku tak ingat apapun tentangku. Aku tak ingat apa penyebab aku berada di lautan. Mereka membawaku pulang ke Malaysia. Seorang awak kapal bernama Roni menampungku. Roni ini pekerjaannya berpindah-pindah dari satu kapal ke kapal lain. Dia sangat baik, memperlakukanku seperti adiknya karena diapun sudah sebatang kara. Dia hanya punya seorang Paman di Indonesia. Aku mengikuti Roni bekerja kemanapun agar aku bisa mandiri dan tidak merepotkannya lagi. Dengan koneksi Roni, aku bisa menjadi awak kapal di kapal-kapal penangkap ikan dan setahun lebih aku menjadi anak buah di kapal penangkap kepiting Alaska. ""Selama ini kamu tinggal di Malaysia? Kamu menderita amnesia?" tanya Saskia beruntun."Iya, aku tinggal bersama Roni di Malaysia. Aku tak ingat apapun tentang kehidupanku sebelum aku ditemukan oleh mereka. Mereka bahkan memberiku nama baru, Rue yang artinya tidak beruntung. Ternyata aku memang tidak seberuntung itu. Kekasihku menikah dengan orang lain." Andry tertawa getir lalu meminum frappionya."Lalu sejak kapan kamu bisa mengingat?" Saskia berpura-pura mengabaikan kalimat terakhir Andry, walaupun kalimat itu serasa menusuk jantungnya." Sekitar tiga bulan yang lalu. Aku sedang bekerja seperti biasanya dan beberapa temanku menarik jaring yang berisi ratusan kepiting raja Alaska. Kamu tahu ukuran kepiting raja Alaska? Mereka besar, cangkangnya sekitar 30 cm dan ada ratusan ekor di dalam jaring itu. Jaring tak sengaja terlepas dari tangan temanku lalu berayun dan membentur kepalaku yang sedang menunduk memperbaiki sesuatu. Aku sempoyongan, kepalaku sakit. Syukurlah, aku tidak terlempar ke laut yang super dingin karena benturan itu. Jika sampai aku terlempar, kemungkinan besar aku akan langsung hipotermia dan mati. Roni segera mendatangiku lalu membawaku masuk ke kabin. Kami mempunyai perawat di kapal. Dia memberiku obat pereda nyeri dan obat tidur, lalu aku tertidur lama. Saat itulah, untuk pertama kalinya aku memimpikanmu."Andry bercerita dengan perlahan. Saskia bisa mendengar jelas kegetiran dalam setiap ucapannya. Wajah Andry terlihat mengernyit menahan pahitnya kenyataan yang harus ditelannya."Aku bermimpi berada di sebuah taman bunga beraneka warna. Semuanya bermekaran dengan indah, lalu aku melihat bunga terindah. Aku melihatmu, Sasi. Aku melihatmu dalam pakaian serba putih dengan mahkota kecil yang berkilauan di rambutmu. Kamu sangat cantik, tanganmu menggenggam seikat bunga Lily seperti yang kuberikan kepadamu tadi."Andry berhenti untuk mendegut ludah. Dia akan sampai pada bagian paling pahit dari kisahnya."Kamu tersenyum kepadaku, membuatku merasa terhipnotis lalu aku menghampirimu. Kamu berbalik dan menghilang di balik pepohonan. Aku mengejarmu dan berteriak memanggilmu. Aku terbangun dengan keringat dingin di dahiku. Saat itulah aku mengingatmu, disusul dengan ingatanku pada hal lain. Wajahmu dan wajah ibuku paling sering muncul, membuatku yakin kalau kalianlah dua wanita terpenting dalam hidupku. Akupun menjadi sering sakit kepala. Perawat bilang sebaiknya aku melakukan MRI untuk mengetahui jika ada yang luka di kepalaku. Namun, aku belum sempat melakukannya. Setelah tiba di bandara, aku membersihkan diri di hotel lalu ke rumahmu. Aku sangat merindukanmu. Aku hampir mati menahan diri selama tiga bulan untuk tidak melompat dari kapal dan kabur dari pekerjaanku. Ah, andaikan aku melakukannya, semua ini tak akan terjadi, 'kan? Aku bodoh karena tidak menuruti instingku."Andry mengurai rambutnya ke belakang dengan tangannya. Tangannya berhenti dan mengacak rambutnya sendiri dengan frustasi.Saskia kembali menunduk, tak kuasa menatap wajah tampan yang sendu di hadapannya. Dia sudah bisa menebak cerita selanjutnya."Aku bertemu Ibu. Ibu sangat kaget saat melihatku. Yah, akupun akan kaget jika seseorang yang dikabarkan meninggal, muncul di hadapanku empat tahun kemudian. Seperti melihat hantu, bukan?"Andry tertawa pedih, matanya memerah. Dia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu berkata dengan serak dan terbata,"Maaf ... aku terlambat, Sayang. Semua ini ... kesalahanku."Tangis Saskia meledak. Dia sesenggukan. Dadanya turun naik, berusaha mengendalikan kehancuran yang melanda batinnya. Andry pun sama. Mata yang sedari tadi memerah meluncurkan sebaris air bening di kedua pipinya. Tangannya terulur untuk menggenggam jemari wanita yang dicintainya. Rasa sakit di dada keduanya menganga semakin lebar. Saskia seakan terjatuh ke dalam lubang gelap yang sangat dalam. Dia berteriak minta tolong, namun tak ada yang datang."Tolong ... ceraikan dia, Sasi. Kembalilah kepadaku. Aku memang tidak sekaya dia, namun aku cukup mampu untuk menghidupimu dengan layak." Andry kembali berkata. Suaranya berat dan parau."Aku ... aku terikat kontrak dengannya selama setahun." Dengan susah payah Saskia menyahut. Dia tak bisa begitu saja menceraikan Alvaro karena kontrak yang menjeratnya. Jika Saskia mengakhiri kontrak sebelum setahun, maka Hendra akan dilaporkan ke pihak berwenang. Demikian salah satu pasal di dalam kontrak pernikahannya dengan Alvaro."Jika kamu pergi sebel
Alvaro mematung. Wajahnya pucat pasi, matanya membelalak menatap Saskia.Karena Alvaro tidak mengatakan sesuatu lagi, maka Saskia memberanikan diri untuk mendongak.Keduanya bertukar pandang dengan pikiran masing-masing."Aku mengantuk, aku mau tidur," kata Alvaro kemudian."Baik. Aku akan mematikan lampu." Saskia berdiri lalu mematikan lampu utama yang terang benderang dan menggantinya dengan lampu tidur. Wanita itu bergelung di sofa panjang yang ada di dekat ranjang pasien. Saskia menyelimuti tubuhnya, lalu berusaha memejamkan mata. Diintipnya Alvaro, ingin tahu apa yang dilakukan lelaki itu.Dalam cahaya remang-remang, Saskia melihat Alvaro masih dalam posisi setengah duduk. Dia tidak berbaring lurus untuk mengurangi pembengkakan dan memperparah cedera hidung yang dialaminya.Alvaro menatap langit-langit kamar sambil tersenyum getir. Dia tersenyum getir pada takdir yang harus dijalaninya. Nama yang disebut Saskia tadi adalah ... nama adik yang telah dicarinya selama sekian tahun.
"Sebelum menikah dengan Maureen, Djendro mempunyai kekasih bernama Larasati. Larasati adalah anak buruh cuci di rumah Baskoro. Baskoro ini mempunyai pabrik pengolahan kayu yang dirintis oleh Hadiwinoto. Hubungan mereka ditentang keras oleh Baskoro dan istrinya. Lalu pabrik itu hampir bangkrut. Baskoro menikahkan Djendro dengan Maureen untuk menyelamatkan pabriknya. Djendro menerima perjodohan itu. Djendro tak tega jika sekian ribu karyawan yang mencari nafkah di pabriknya harus kehilangan sumber penghasilan. Djendro tak sanggup membayangkan wajah anak-anak kelaparan jika orangtuanya sampai tidak bekerja lagi. Itu yang dikatakannya kepadaku saat aku bertanya kenapa dia mau menikahi Maureen. Pada tahun keenam pernikahan mereka, Maureen menerima seorang wanita untuk menjadi pengasuhmu. Saat itu kamu baru berusia empat tahun. Maureen yang tak tahu apa-apa mengenai masa lalu Djendro sama sekali tidak pernah mengira kalau wanita itu adalah mantan pacar Djendro. Ya, dia Larasati. Larasat
Saskia memesan sepiring nasi uduk dengan telur dadar dan sambal kacang, namun tidak menyentuhnya. Selera makannya hilang entah kemana.Dia duduk di pinggir, dekat dengan jendela yang menghadap ke taman rumah sakit. Kantin yang terletak di lantai dasar itu mempunyai menu yang cukup lengkap dan rasanya juga lumayan enak. Kadang menu di kantin rumah sakit rasanya seperti hati yang terluka, sepahit apapun harus diterima.'Kenapa Ibu memukulku? Apa Ibu sangat marah karena aku pergi bersama Andry? Aku akan pulang dan meminta maaf,' batin Saskia sambil melamun." Permisi Mbak." Saskia mendongak, di sebelah mejanya berdiri seorang pria mengenakan kaos dan celana jeans. "Iya ?" sahut Saskia bingung."Maaf, apa kursi ini kosong? Kursi lain terisi," sahut pria itu.Saskia mengedarkan pandang, baru sadar kalau kantin itu penuh. Serombongan anak sekolah ramai memakan soto. Sepertinya mereka habis menjenguk atau mengantar temannya. Rombongan anak sekolah itu menghabiskan sebagian besar Kursi di k
"Haaahh?" Saskia terperangah. Baru kali ini Alvaro meminta hal seperti itu di dalam mobil. "Buka sendiri atau aku yang membukanya," kata Alvaro dengan nada datar yang dingin. Saskia merasa seperti berhadapan dengan ular phyton yang tenang namun siap mematuk mangsanya. "B ... baik." Dengan tangan gemetar Saskia meloloskan celananya melewati kedua kaki jenjangnya. Wanita itu tak berani lagi untuk sekedar melirik pada wajah setampan dewa di sebelahnya.Tangan kiri Alvaro menyibak rok yang dipakai Saskia lalu mulai beraksi. Saskia menahan napas namun tak tahan lagi. Desahannya lolos dari bibirnya, membuat gerakan tangan Alvaro semakin cepat.Dua kali Saskia mencapai pelepasan sepanjang perjalanan menuju ke rumah mereka. Alvaro memarkirkan mobil lalu membuka seat belt. Dilihatnya Saskia tak bergerak karena lemas setelah pelepasannya. Alvaro keluar dari mobil dan membuka pintu di sisi Saskia.Alvaro melepas seat belt istrinya. Dia meraih celana dalam yang teronggok di karpet mobil lalu me
Saskia dan Bude Darsi duduk di baris ketiga di majelis taklim yang semua pesertanya adalah wanita di sekitar masjid. Karena rumah Alvaro terletak di daerah elit, hanya sedikit nyonya rumah yang mengikuti kajian itu. Peserta kajian lebih banyak merupakan asisten rumah tangga seperti Bude Darsi. Jika pun ada pemilik rumah yang hadir, biasanya mereka yang sudah sepuh.Tema kajian kali itu adalah mengenai nafkah istri. Saskia mendengarkan dengan cermat. Ternyata Alvaro sudah mengaplikasikan bagian itu dengan tepat. Alvaro membedakan uang belanja keperluan rumah tangga dengan nafkah yang diberikannya untuk keperluan pribadi Saskia.Setelah selesai, Saskia dan Bude Darsi berjalan kaki kembali ke istana Alvaro. Mereka memilih berjalan karena jarak ke masjid hanya sekitar 600 meter."Nyonya, ada seorang gadis yang menunggu Nyonya di ruang tamu. Katanya dia ditugaskan oleh Tuan Alvaro untuk menjadi asisten pribadi Nyonya," lapor security yang membukakan pintu gerbang."Oke Pak Rahman. Terimaka
Saskia masih melamun ketika mata yang tertutup itu terbuka perlahan. Maniknya yang kebiruan beradu pandang dengan manik hitam Saskia. Saskia terpaku, wajahnya memerah."Kamu mengamatiku? Apa aku mengeces?" tanya Alvaro sambil menyunggingkan senyum yang membuat jantung Saskia berlompatan."A ... aku ... ingin membicarakan sesuatu kalau Papa tidak sibuk," jawab Saskia terbata. Seketika senyum Alvaro lenyap. Alvaro tahu Saskia pasti ingin membicarakan tentang Andry. Apa Saskia akan memintanya untuk membiarkannya pergi? Jika itu keinginan Saskia, apa yang bisa dilakukan Alvaro untuk menahannya?"Sepertinya hari ini aku bisa pulang cepat. Kita akan bicara nanti malam,,oke? Sekarang aku mau olahraga dulu," kata Alvaro, tangannya mulai meremas dada Saskia yang padat dan kenyal. Alvaro tak ingin memikirkan tentang apa yang akan terjadi nanti malam.Saskia menggigit bibir, bersiap menerima rasa sakit yang selalu mengiringi penyatuan mereka. Entah gaya bercinta aneh apa lagi yang akan diprakte
Ada ketegangan dalam suara Alvaro, membuat Saskia keheranan. Wanita itu lalu melongok dari balik punggung Alvaro. Matanya seketika membola. Andry sedang duduk di kursi makan bersama Orlando yang duduk di kursi kebesarannya. "Al, Sasi. Ayo duduk." Orlando melambaikan tangan kepada Alvaro dan Saskia. Andry menoleh, sesaat wajahnya nampak marah melihat kebersamaan Alvaro dan Saskia, akan tetapi dia berhasil menguasai diri. Di menit berikutnya, raut wajahnya nampak tenang. Lelaki tampan bermanik hitam itu menatap Saskia dengan sorot merindu. Alvaro bergeming. Tubuhnya kaku. Dia tak suka ada yang memandangi istrinya dengan tatapan penuh hasrat seperti yang dilakukan Andry sekarang."Al, dia adikmu. Kenapa kamu hanya berdiri di situ?" Orlando menatap tajam pada Alvaro.Kali ini Saskia ikut membeku. Andry adiknya Alvaro? Di mana kemiripannya? Apa Orlando sedang bercanda?"Ayo duduk." Orlando kembali berkata, kali ini nadanya tegas tak ingin dibantah.Alvaro menghembuskan napas kasar lalu