Sayangnya, betapa pun Harger mencoba hilang di antara bayangan menyakitkan. Sesuatu dalam dirinya terus mendesak supaya dia terjaga. Nyaris tengah malam dan Harger masih, hanya menatap langit – langit kamar tidur setelah berulang kali mengubah posisi; menyamping, meringkuk, menelungkup, terakhir ... cukup lama telentang sambil – sambil memikirkan satu keinginan yang begitu tiba – tiba.
Harger merasa ingin mengaliri sesuatu yang asam ke kerongkongan. Sesaat bibirnya menipis, menyadari sudah terlalu larut, sehingga memutuskan untuk berjuang melawan keinginan yang membludak. Tetapi semakin Harger berusaha keras. Kegersangan mengambil andil paling cepat.Rasa haus yang lain muncul. Menekan agar Harger segera melangkah menuju dapur. Dia mengerang, meregangkan tulang – tulang yang terasa remuk. Hati – hati bergeser, dan ranjang menderak pelan. Ujung kaki Harger menyentuh marmer dingin. Langkah pertama adalah membuka pintu kamar. Kemudian dia mengernyit, sedikit heran mendapati nyaSelangkah demi langkah kaki Harger berjinjit melewati beberapa ruang yang kembali menggurita demi menggapai jendela kaca. Jemarinya begitu pelan menyingkirkan tirai yang menjuntai. Mengintip di satu titik, di mana sang hakim duduk seorang diri di antara teras yang begitu dingin, dan menjadikan bahu pria itu sangat mendominasi di bawah siraman lampu.Setelah pembicaraan yang Harger tahu; saat hakim memintanya pergi; dia perlu mengalah untuk itu, memilih menyimpan gelas kembali ke dapur, kemudian berjalan ke arah kamar diliputi pikiran – pikiran bercabang.Mula – mula dia merasa itu keputusan yang baik. Namun, akhirnya dengan tekad penuh keberanian Harger mengambil tindakan meninggalkan kamar yang membuat perasaannya semakin menggila. Ntah mengapa tiba – tiba dia begitu ingin memastikan sang hakim.Dugaannya benar bahwa pria itu tidak kembali tidur. Tetapi sebentuk tubuh tinggi sang hakim menyisir dan membuka pintu utama, yang dengannya menarik Harger di sini. Di tempat dia berdiri, men
“Engh ... Deu ....”Sang hakim yang terus meremas dan melumat puncak dada Harger, seakan tidak pernah ingin berhenti. Pinggul pria itu bergerak, mendesak, memasuki Harger lebih tentatif. Satu tangan yang bebas, merambat ... mencari telapak tangan Harger untuk menautkan jari – jari tangan mereka di sana. Ini benar – benar nikmat. Harger meresapi setiap sentuhan yang pria itu berikan. Dia merekam betul – betul suara berat yang seksi ketika mengerang. Rasanya akan terus tergiang, hingga suara itu perlahan menjadi lebih dekat dan nyata. Lebih hilang dan seterusnya ....Harger langsung terbangun. Semua bayangan seketika menjadi hilang. Dia terpaku untuk waktu yang lama. Menatap langit – langit kamar dengan tatapan setengah kosong. Apa yang baru saja dia lalui terasa begitu realisme. Harger nyaris tidak bisa membedakan kenyataan dan khayalan. Beberapa hal mencoba mengambil ahli kewarasannya. Dia memalingkan wajah perlahan. Mencari – cari pria yang diharapkan masih tertidur, t
Sebenarnya tidak ada urusan yang terlalu mendesak, tetapi waktu telah ditentukan. Deu hanya memiliki cukup dua hari satu malam di Skotlandia, meski itu tidak tergolong sepenuhnya benar. Dia pergi terlalu pagi. Terbangun; ketika tiba – tiba tersentak oleh mimpi yang sama dan berulang.Gadis kecilnya tersenyum begitu manis. Tidak bisa disangkalkan bahwa Rubby sangat – sangat memberi pengaruh mengapa Deu memilih pulang ke Italia. Sudah sembilan tahun peristiwa menyedihkan itu berlalu. Dia masih merindukan gadis kecilnya yang berusia empat tahun saat itu. Yang dengan sengaja, tidak akan pernah menghitung angka maju sejak harus memohon; supaya mata berhias bulu yang lentik terbuka, memaksa bangun tubuh mungil yang telah kaku tak berdaya, yang penuh lebam dan darah. Rubby tetap menjadi gadis kecil, menggemaskan, selalu meminta waktunya, meski selama menjadi agen khusus Deu harus berhati – hati berada di lingkungan bersama gadis kecil itu.Jika dia merunut semua kenyataan ganjil dari belakan
Setelah beberapa hari terbebas dari kemunculan Direktur Oscar, Harger kembali menjalankan aktivitas seperti biasa. Menawarkan bantuan kepada Charlene yang sibuk di dapur. Wanita itu sedang menimbang bahan kue. Takaran tepung dan gula harus pas. Sementara Harger memutuskan untuk memecahkan telur ke dalam wadah.Satu demi satu. Sudah diselesaikan, dan dia segera menatap sebentuk tubuh Charlene, yang sekarang menghadap ke arah kompor. Charlene melanjutkan kegiatan dengan melelehkan mentega dan cokelat batang.“Apa gula-nya sudah selesai, Charlene?” tanya Harger, tidak ragu memasang kaki mixer. Biar dia yang mengadon. Menyatukan telur, gula, dan pengembang setelah Charlena mengiyakan.Bunyi gemerisik dapur terdengar menyenangkan. Harger suka saat – saat dia mendapati perubahan dari adonan yang putih berjejak. Kemudian mencampurkan tepung terigu, cokelat bubuk, dan bahan penting lainnya. Hanya perlu kembali menyalakan mixer dengan kecepatan rendah.Selebihnya Charlene yang akan menambahkan
Setelah melewati lonjakan perasaan cemas yang mengikat. Harger mendengar suara gemerisik sayup – sayup; sepertinya Howard sedang melakukan sesuatu. Decitan kursi cukup keras mendekati telinganya. Harger agak menjauhkan ponsel sekian jengkal jarak untuk mengamati dengan kening bergenyit dalam. Bertanya – tanya apakah pria itu masih di sana, tetapi embusan napasnya kemudian memberitahu.[Kau punya laptop?]Lewat pertanyaan yang mengejutkan dari suara Howard. Sulit sekali bagi Harger mengintervensikan pemikiran, meskipun dia dengan keluh mengatakan hal yang secara ajaib tidak ingin terlewati, sedikitpun, bagian dari sesuatu yang bisa Howard berikan.“Tunggu ... tunggu sebentar di sini.”Harger kembali ke dapur sekadar menemui Charlene. Wanita itu menatap heran ketika menyadari betapa napas Harger menggebu dan tengah berusaha menenangkan diri.“Ada apa denganmu, Harger?” tanya Charlene, setengah hati – hati meletakkan perangkat pengadon kue ke dalam kotak. Setel
Hanya setelah hasrat terpenuhi untuk menangkap saksama rekaman siaran langsung, dan memastikan Howard akan benar – benar memegang janjinya sebagaimana teguh seorang pria merahasiakan indentitas keluarga, ternyata Harger tertidur untuk waktu yang lama. Dia bahkan tak pernah mengira bahwa saat terbangun; langit sudah gelap mnggurita. Mengharuskannya segera bersiap dengan singkat. Harger tak terendap ke dalam beberapa hal ketika mengayunkan kaki menuju kamar mandi. Terpenting adalah menyelesaikan kegiatan di bawah siraman air, kemudian dengan rencana – rencana yang statis dia membayangkan bagaimana jika Charlene sangat membutuhkan bantuan. Dan dia telah meninggalkan wanita itu tanpa sengaja.Harger menutup pintu kamar dengan pelan. Diliputi pengetahuan tentang keadaan di langit luar, dia merasa telah melewati banyak peristiwa usai tertidur hampir setengah hari, dari sore ke malam; cukup mengejutkan, tetapi mungkir menolak kenyataan demikian. Harger sudah menduga kalau – kalau makan malam
Perlahan, dengan hati – hati Harger menggerakkan matanya. Menelusuri setiap lekuk wajah tampan. Bibir yang terkatup—sang hakim begitu bungkam. Tidak ada lagi yang terucap setelah nama Matthew melambung dan menumbuk pada momen canggung.Harger sendiri tidak tahu bagaimana dia akan bersuara. Secepatnya, Harger memutuskan untuk menyelesaikan potongan brownies dan susu hamil yang tersisa. Tegukannya terdengar kasar, dia tak peduli. Segera membawa perlengkapan makan ke atas westafel. Juga tak peduli kalau – kalau sang hakim masih tidak mengatakan apa pun; hanya duduk dengan tenang, ntah – ntah sedang berpikir dalam.“Kapan kalian akan menikah?”Petanyaan sang hakim runtut begitu saja. Harger merasakan gerakan tangannya berhenti. Tentu dalam waktu dekat Direktur Oscar telah menyelesaikan semua hal; keperluan dan pelbagai konsekuensi di hari pernikahan. Pria itu tidak akan melewatkan secuil bagian – bagian kecil. Dan kalaupun Harger menjawab pertanyaan barusan secara gamblang,
Sangat Charlene sesali saat dia tak bisa mengatakan apa pun untuk memberitahukan informasi krusial kepada pria yang bahunya baru saja ditelan daun pintu. Sulur – sulur ingatannya berkabut membayangkan Harger yang penuh dengan keyakinan tetapi, keyakinan itu terlalu menyudutkan. Hanya ada satu kelompok menjadi beruntung oleh dua hati yang patah. Charlene berusaha mengira – ngira kekecewaan di mata gelap itu; kekecewaan yang tidak disembunyikan; Deu sangat mahir bagaimana bersikap, sehingga tidak dengan marah mengetahui Harger mengambil keputusan sepihak. Perasaan Charelen masih sama; masih ingin Harger bersama pria yang bisa menghadapi sikap keras kepala-nya. Namun, sebuah ironi paling nyata adalah dia tidak berhak menentukan. Direktur Oscar telah menempatkan Harger ke dalam pilihan sulit. Mungkin sekali lagi, Charlene akan mencoba untuk memastikan keputusan Harger yang sebenarnya.Dia melangkah hati – hati supaya bisa menjaga diri tetap sabar ketika mengetuk pintu kamar tertutup. Har