Alice menyeringai. “Memangnya kau harap apa yang akan kami lakukan padanya? Merawat Harger dengan baik setelah kecelakaan?”Ujung jari Alice bergerak kurang ajar menyentuh bagian wajah Deu yang terasa kasar. Ekspresi itu dingin tak tertolong. Alice ingin meringis, tetapi semakin seseorang mencoba menolaknya, dia merasakan sebuah tantangan besar. Bagaimanapun dia lebih tertarik ingin mendapatkan perhatian dari pria yang terus – terusan menganggap keberadaannya tidak pernah ada.“Aku penasaran apa yang kau lihat dari Harger ....”Alice berbisik. Tidak langsung bertanya, itu hanyalah kata yang berandai – andai. Dia sudah tak menginginkan jawaban, atau kebutuhan tidak berguna tersebut akan menambah rasa tidak sukanya yang mutlak.“Harger cantik. Aku juga cantik. Tapi nanti tidak akan ada yang bisa menandingi kecantikanku. Rasanya aku sudah tidak sabar saat mereka membelah perutnya.”“Apa maksudmu?” Deu langsung menatap Alice tajam setelah tidak pernah berpaling sedikitpun dari layar; meng
“Aku tidak akan memberitahumu!”Alice mencoba memberontak, tetapi dia juga merasa takut jika alat pemicu meledak, membuat tubuhnya menjadi keping – keping. Sialan, bagaimana mungkin dia dengan mudah tertipu daya oleh pesona seorang pria yang saat ini sedang merongoh sesuatu di suka celananya? Alice melotot tak terima ketika ponsel di mana Rob akan menghubungi terenggut begitu saja. Deu mengulik beberapa saat. Setidaknya benda pipih ini akan berguna kemudian waktu saat sementara dia masih menunggu Alice menyerahkan jawaban sederhana.“Ada berapa orang di luar?”Sekali lagi Deu bertanya. Dan sekali lagi itu pula Alice menolak bicara.“Kau memaksaku. Ada berapa orang di luar?”Suara ketakutan Alice terdengar. Wanita itu merasakan sakit oleh cengkeraman tangan yang kasar. Dia menatap ke dalam mata gelap di hadapannya. Segera berdebar mendapati sisi misterius dan hal yang terasa menyeramkan menguap dalam satu waktu.“Kau ingin aku mematahkan rahangmu, atau sebenanrya kau memang ingin aku m
Pisau bedah diambil dari ruang operasi setelah polisi meringkus para dokter dan Rob yang dinyatakan sekarat. Deu memang tidak berniat membunuh pelaku paling utama, tetapi jika pria itu akan tewas setelah mendapat perawatan serius, hal tersebut tidak berada di dalam kendalinya.Deu menatap ke arah cermin diliputi sorot mata tajam. Keran air segera dinyalakan. Dia mencuci pisau bedah. Menampung sedikit air di telapak tangan, kemudian membasuh bekas tanda kemerahan di lehernya. Bagian tajam dari pisau digunakan untuk mengikis tanda merah tersebut. Alice meninggalkan sesuatu yang buruk. Harus disingkirkan, tidak peduli kulit di leher Deu terkelupas dan dia mulai berdarah.Informasi terakhir yang didengar mengenai Alice. Wanita itu terbakar hangus bersama delapan orang, di gedung yang menyalakan kobaran api. Polisi tidak dapat melakukan banyak sekadar menemukan sisa – sisa kerangka. Mereka telah menjadi abu. Sementara orang – orang di gedung lainnya yang masih bernyawa telah ditahan oleh pi
“Hati – hati,” ucap Deu saat Harger mencoba duduk di sofa dengan sedikit terburu. Setelah tiga hari menjalani perawatan serius. Harger akhirnya dipersilakan pulang. Dia menatap lamat pria yang sedang membersihkan sisa kebutuhan mereka. Sang hakim berjalan sebentar ke arah kamar. Kemudian kembali mendekatinya sembari membawa segelas air.“Minum dulu.”Harger tidak ragu menerima, tetapi tidak pernah meninggalkan mata dari garis lelah di wajah suaminya. Deu seperti hampir menggunakan waktu tanpa beristirahat. Pagi pria itu ke pengadilan, sementara setelah pekerjaannya selesai, sang hakim akan langsung ke rumah sakit. Menjaga Harger seperti biasa, bahkan sewaktu -waktu meninggalkan kamera pengintai; menjadi keharusan pria itu saat meninggalkan Harger sendiri di ruang rawat.“Kau tidak mau istirahat?” Harger akhirnya bersuara. Dia mengangkat satu tangan sekadar menyentuh wajah sang hakim. Mengusap rahang yang terasa kasar. Pria itu nyaris tidak pernah bercukur. Rambut di wajah sudah terli
Hampir dua jam sang hakim meninggalkan rumah, dan selama itu pula Harger tertidur menunggu sang hakim pulang. Mula – mula Harger pikir dia akan mendapati Deu di sampingnya ketika membuka mata, tetapi, bahkan ketika dia berjalan ke halaman depan. Mobil milik sang hakim memang tidak ada.Harger tak mengerti apakah memang akan selama ini melihat mayat pria jahat? Dia harap sang hakim segera pulang. Menunggu dengan cemas itu hanya akan membuatnya berdebar setiap kali melonggokkan wajah ke arah pintu.Beberapa saat akhirnya Harger memutuskan tiduran di sofa. Dia memejam, merasa sering diliputi rasa lelah setelah kejadian itu. Terlelap lagi untuk beberapa waktu mungkin tidak apa – apa. Hampir. Ya, hampir saja suara yang mendadak hilang menenggelamkan Harger ke dasar kegelapan. Dia seketika ditarik ke permukaan setelah deru mobil menembus di pendengarannya. Kelopak mata Harger terbuka. Mengetahui sang hakim pulang, dia langsung beranjak bangun dan menyusul pria itu di depan.Hal mengejutkan
Makan malam selesai, tetapi ada sesuatu yang terasa ganjil di benak Harger. Suaminya begitu terburu – buru meninggalkan dapur. Terkadang terlihat lebih sering melamun dan hanya menatap setengah kosong ke depan. Sudah tiga jam sejak Harger membersihkan sisa perangkat makan malam mereka. Bahkan sejak dia menemani Olden untuk tidur. Sang hakim belum juga menampakkan diri. Harger tidak tahu ke mana suaminya pergi.Saat berjalan ke arah kamar hanya sisa – sisa cahaya membias dari arah pintu perpustakaan. Mungkinkah? Kening Harger mengernyit membayangkan jika memang sang hakim ada di sana. Dia menatap pintu dengan ragu. Cukup lama berdiam diri di depan. Hening rasanya begitu pekat di waktu – waktu seperti ini. Pukul 10 malam. Harger yakin seharusnya dia dan sang hakim berada di kamar. Berdua. Tetapi sekarang semua itu mendadak berbeda.Lurus – lurus Harger terpaku memandangi ganggang pintu. Benaknya sekal lagi diliputi keraguan. Dengan keputusan penuh tekad akhirnya Harger mengulurkan tang
“Kau cari apa?”Kening Harger mengernyit mendapati pagi – pagi sekali sang hakim sibuk mencari sesuatu di antara lipatan pakaian. Tubuh tinggi itu harus setengah membungkuk untuk lebih teliti menemukan satu hal yang masih Harger pertanyakan di benaknya.Belum ada tanggapan sehingga Harger segera menyusul posisi sang hakim. Berdiri di samping pria dengan porsi tubuh jelas berbeda. Rasanya Harger seperti tenggelam oleh bahu sang hakim yang lebar. Aroma maskulin milik suaminya menyeruak pekat. Selesai mandi atau tidak, sepertinya sama saja. Wanginya tidak pernah hilang, seperti menggambarkan sesuatu yang Harger tidak yakin.“Cari apa?”Sekali lagi Harger mengajukan pertanyaan. Beberapa saat akhirnya iris gelap itu menatap ke wajahnya. Kontak mata yang intens. Sang hakim mendengkus sebentar lalu kembali sibuk menggerakan tangan mencari sesuatu di antara lipatan kain.“Kaos putihku hilang.”Nada bicara sang hakim masih disibukkan kebutuhan mencari di antara lipatan kain yang bertingkat – t
Nampan di tangan Harger seketika terlepas mendengar suara Nikolai dengan seseorang di balik telepon genggam. Dia tidak bisa menahan diri, itulah sebabnya, dua gelas berisi teh hangat dan toples beling dipenuhi cemilan ringan tumpah berserak diliputi suara pecahan yang keras.Jantung Harger berdebar hebat ketika dia mendapati keterkejutan di wajah Nikolai dan Ragiel bersamaan. Mereka mungkin tidak mengira dia akan berdiri di sana, mendengar semua percakapan bahwa sang hakim baru saja mengalami kejadian tidak menyenangkan.Kecelakaan?Bukankah Harger sudah meminta Deu untuk menyetir dengan hati – hati?Pandangan Harger langsung memburam membayangkan seperti apa kondisi sang hakim saat ini. Dia segera menyeka air di sudut mata. Menatap Nikolai dengan tajam; melangkah mendekat, tidak peduli beberapa pecahan kaca bertebaran di atas lantai.“Di mana Deu sekarang?” tanya Harger lirih. Dia mendengar suaranya sendiri nyaris mencekat. Apakah Deu mengalami kecelakaan parah sehingga Nikolai harus