"Kamu rajin bawa bekal juga?"Sagara mendongak saat acara makan siangnya tertumben disapa oleh eksistensi manusia lain. Bibirnya hanya bisa menerbitkan seulas senyuman tipis. Laki- laki itu mengangguk kecil sembari menggeser duduknya—peka bahwa wanita itu juga berniat duduk disebelahnya. "Ya gitu," balasnya singkat. Sendoknya kembali membawa suapan demi suapan masuk ke dalam mulutnya. Jelas Dirga kelaparan setelah pagi tadi hanya meneguk cepat sereal buatan Bu Widya.Demi menghindari Natalia, lelaki itu berangkat dengan super buru- buru. Tentu sembari memanfaatkan dengan baik privilege dari tinggal di rumah Natalia. Kalau bisa bawa bekal gratis untuk berhemat, kenapa harus beli?Gadis berkacamata disebelahnya tersenyum tipis. Meletakkan bekalnya juga meskipun tangan kurus itu sedikit gemetar. Dia duduk tepat disebelah Sagara meskipun tetap memberi jarak agar lelaki disebelahnya tak mendengar detak jantungnya yang berdentum tak karuan. Miskha namanya. Gadis yang satu angkatan magang
Mengelana dalam pikiran. Setelah semua yang terjadi, berada dalam mobil hanya berdua dengan Natalia terasa begitu berat untuk Sagara.Dia jelas merasa bak remaja labil. Terkadang merasa aman nyaman bersama sohib mamanya itu, terkadang juga merasa sebal karena serasa dinodai secara tidak langsung, di sisi lain dia juga merasa tergoda karena hanya dengan mencium wanginya saja sudah membuat sisi liar Sagara bergejolak. Dia ingin menjadi berani seperti semalam, tapi entah mengapa pagi ini dia ciut lagi. Pikirnya dia ingin memilih untuk main aman. Sagara tidak mau menimbulkan kesalahpahaman lain apalagi memperburuk hubungan antara mereka. Maka dari itu dia terpikir untuk sebisa mungkin mengurangi interaksi dengan Natalia.Sayangnya, selama dia masih magang di perusahaan yang sama, sepertinya hal itu tidak akan terwujud. Sagara tidak akan pernah bisa menghindar dari Natalia Xaviera.Jujur dia tidak tahu apa yang sebenarnya Natalia inginkan darinya. Dia hanya anak magang yang tentu tidak se
Setelah ketegangan yang tak kunjung berhenti, Sagara merasakan getaran di saku celananya dan mendapatkan kesempatan untuk menghempas jemari Natalia yang masih asik membelai lembut tangannya.Laki- laki itu secara cepat meraih benda pipih yang berteriak minta diangkat lalu menggulir tombol tanpa memperhatikan kembali siapa yang memanggil. "Halo Sagara!"Wajahnya agak panik saat menyadari itu adalah panggilan video dari sang mama. Dengan cepat Sagara mengatur posisi, memasang senyum kecil memandang sang mama diseberang sana yang nampak ceria. "Ya ma, ada apa?" Karina setengah cemberut, "memangnya mama harus punya alasan untuk nelpon anak mama sendiri?"Sagara menggeleng kecil, "nggak kok, ma, tumben aja," jawab dia seadanya. Melirik sekilas Natalia yang kini duduk menyilangkan kaki sehingga roknya agak tersingkap."Kamu lagi di mobil ya? Mama kira sudah pulang kerja," terka Karina saat melihat latar dan juga pakaian putranya tersebut. Belum sempat Sagara menjawab, Natalia sudah me
"Dibandingkan melampiaskan secara asal- asalan, mbak juga harus menikmatinya dengan baik."Sagara sangat berani untuk maju perlahan dan mempertemukan kembali bibir keduanya. Tidak kasar seperti sebelumnya, kali ini dia memulai dengan perlahan. Memberikan lumatan- lumatan lembut yang mengirimkan sinyal- sinyal menyenangkan bagi Natalia yang tengah kebingungan. Laki- laki itu mengakhiri lumatannya dan menemukan Natalia yang mematung bingung. Bibir Sagara melengkungkan senyuman misterius setelah mengusap sudut bibir Natalia, "manis.""Cara terbaik untuk membalas dendam adalah menampilkan sisi terbaik dan bahagia yang tidak dia dapatkan saat dulu kalian bersama. Tidak perlu menghadapinya dengan emosi, juga tidak perlu melayangkan serangan- serangan brutal pada sembarang lelaki tanpa mengetahui tujuannya," bubuh Sagara sembari masih membelai lembut pipi wanita yang lebih dewasa darinya itu.Natalia menatap bingung sepasang bola mata hazel yang tak berkedip dihadapannya. Permainan kata- ka
Pagi itu kediaman Natalia Xaviera sunyi seperti biasanya. Sebenarnya sih sudah cukup siang untuk dikategorikan sebagai pagi. Jam dinding menunjukkan pukul 9. Di lantai 1 hanya ada Ibu Widya yang mengerjakan pekerjaannya dengan tenang. Tidak ada drama suara- suara panci ataupun vacuum cleaner bising yang merayap. Semuanya halus dan rapi dalam sekejap. Sementara itu, di lantai dua, wanita dengan rambut lurus panjang yang bergelung dalam selimut itu menggeliat pelan. Netranya terbuka secara perlahan kala sang surya menyelinap masuk dari jendela dekat balkon. Pinggangnya agak berat, rupanya ditimpa oleh lengan semi berotot pria muda yang masih terjerat mimpi dengan tenang. Natalia tidak heran saat menemukan presensi laki-laki yang memeluknya erat itu. Kulit mereka bersentuhan langsung, begitupula deru nafas yang saling bersahutan. Setelah kegiatan agak panas subuh tadi, mereka tak lanjut bicara apapun dan langsung terlelap begitu saja. Astaga, mengingat bagaimana manisnya Sagara
"Seger banget tampang lo, habis dapet jatah?"Celetukan asal tepat sasaran milik Mario membuat Sagara semakin berpikir bahwa lelaki itu adalah cenayang. Dia seorang pengamat yang baik selama ini, setiap detil perubahan mood Sagara dapat ditangkapnya dengan baik. Syukurnya, Mario sendiri pun hanya asal terka, dia bahkan tidak akan menganggap serius omongannya sendiri. Sagara sadar, sejak tadi pagi memang suasana hatinya sangat amat terlampau bagus. Lelaki itu datang ke kantor lima belas menit lebih awal dibarengi senyum yang tidak luntur sedetik pun. Dia juga membalas setiap sapaan dengan baik dan ceria. Wajahnya berseri seperti habis memenangkan undian berhadiah bernilai miliaran. Yap, Sagara terlihat sebahagia itu.Bagaimana tidak? Meskipun bukan menjadi kekasih, dia baru saja memenangkan jackpot! Bekerjasama dengan Natalia Xaviera—wanita cantik idaman semua pria, siapa yang menolak? Sagara beruntung, bukan?Kali ini dia berusaha untuk mengontrol ekspresinya agar tidak terlalu kent
“Sial!” Lelaki usia awal dua puluhan itu merutuk—mengabsen pengisi kebun binatang dengan luwes. Bibirnya komat-kamit berbarengan dengan emosinya yang kian memuncak. Sepolos apapun Sagara, nyatanya dia masih bisa mengumpat di depan ponselnya ketika sedang bermain game.Dua alisnya mengerut sementara matanya sibuk menganalisis pergerakan karakter dalam layar. Jemari- jemarinya super sibuk dengan debaran kencang karena aroma kekalahan yang semakin tercium jelas. Di tengah masa- masa kritisnya, Sagara justru semakin tidak fokus kala merasakan sesuatu merayap dari belakang lehernya hingga benda kenyal menempel di punggungnya. Belum lagi helaan nafas yang menggelitik telinganya. Astaga, siapa yang bisa fokus? “Sedang main game?” Sagara makin panik kala jemari- jemari panjang itu dengan semakin berani meraba kulit dadanya. Selain itu, ada satu tangan nakal yang berusaha bergerak turun dan jelas saja membuatnya was- was. “S-sebentar,” cegahnya saat menyadari wanita dibelakangnya justru s
Natalia menahan desahannya kala benda asing menggoda inti tubuhnya. Hanya menyentuh permukaan luar, namun sepertinya sudah membuatnya menjelma menjadi cacing kepanasan. Tubuhnya menggelinjang sementara tangannya kini menahan lengan kokoh dibelakangnya agar tidak terus menerus mengusilinya. “Do it or nah?” Sagara mengirimkan senyuman miring yang menjadi ciri khas barunya. Lelaki muda itu merekam dengan jelas bagaimana wajah needy seorang Natalia Xaviera saat berada dibawah kukungannya. Tak langsung memberikan keputusan, dia justru memilih untuk memberikan godaan sedikit lagi. Tubuh Natalia memunggunginya karena Sagara menyudutkan wanita itu ke sandaran sofa. Sagara mengecup punggung telanjang itu sembari menghirup dalam- dalam aroma memabukkan Natalia Xaviera. “Say please…” bisikan rendah itu lagi-lagi mengirimkan sensasi menyenangkan bagi Natalia. Wanita itu menggigit bibirnya dalam kabut gairah. Tubuhnya sudah benar- benar tidak tahan. “Do it, please…”Sesuai request, Natalia t