"Apa ada berita baik, bu?"Natalia itu cantik, super cantik dan menarik bahkan. Tapi sebagai asisten yang telah menemani bosnya itu cukup lama, Deana tidak bisa mengabaikan fakta bahwa rona kemerahan dan binar di netra Natalia menyorotkan kegembiraan yang tidak biasa. Wanita dengan potongan rambut pendek itu meletakkan kopi wajib milik Natalia diatas meja. Sementara si bos yang sedari tadi senyum-senyum sendiri setelah keluar dari ruangan rapat hanya membalas dengan senyuman kecil kearahnya.Natalia melepaskan kacamata kerja miliknya, menyeruput kopinya sedikit sebelum kembali meletakkan cangkir kesayangan diatas meja. Pandangannya kini teralih pada Deana yang masih menatapnya dengan penuh rasa penasaran. Senyum miringnya terukir tipis, "bukankah menurutmu pembahasan di ruang rapat tadi cukup menarik?"Deana balas tersenyum kecil. Memang hasil rapat tadi jelas sangat menguntungkan posisi perusahaan dan juga Natalia. Namun ratusan kali pun dia mengekori Natalia rapat sebelumnya, ek
"Gar, habis makan lo ikut gue ke Calla, ya!"Sagara menghentikan suapannya setelah tepukan dari David menyapa bahunya. Sagara hanya balas mengangguk saja. Sementara seniornya itu langsung menyambar esteh milik Mario yang ikut bengong terhadap perlakuan semena- mena-nya itu. Wajah David agak memerah, nafasnya juga masih setengah tersengal—mirip orang habis lari marathon. Bedanya, baik Sagara maupun Mario yakin bahwa David bukan tipe yang akan secara suka ria ikut lari begitu. "Habis ngapain, bang?" Mario awalnya hendak protes karena minumnya diserobot oleh sang senior. Tapi pada akhirnya dia tidak jadi protes. Terlanjur kasihan melihat seniornya yang paling sering diandalkan satu divisi itu. Dari tampangnya saja sudah kelihatan kalau David habis mengemban tugas negara. David menyandarkan tubuhnya di tembok. Kebetulan Sagara dan Mario memang paling sering duduk di kantin bagian pojok belakang. Selain karena mendapat tembok sebagai senderan, juga karena dekat jendela. "Biasa, ngurusi
"Sagara, kan?"Mata bulat itu berkedip lucu menatapnya. Dia masih bersiap menyiapkan reflektor tepat ketika suara halus itu menyapa gendang pendengarannnya. Saat menoleh, didapatinya wanita dengan tubuh mungil dan kunciran tinggi yang nampak imut mendongak kearahnya.Sagara terdiam beberapa saat, berusaha mengingat siapa wanita dihadapannya itu. Dari emotikon smiley, perlahan si gadis bertransisi menjadi setengah cemberut. "Nggak ingat, ya?" cicitnya kecewa.Dimana Sagara pernah melihatnya? Dia nampak tak asing namun disaat yang bersamaan, Sagara tak dapat mengingat dengan jelas, Hingga ingatannya meskipun sedikit ngelag, akhirnya berhasil membawa lelaki itu kembali pada beberapa waktu lalu. Benar! Dia gadis komplek yang bertemu dengannya saat jogging, kan?"Yang jogging waktu itu, kan?" Terka Sagara. Si gadis kembali tersenyum sembari menganggukkan kepalanya antusias hingga rambutnya yang diikat ponytail ikut bergoyang. Tubuh kecilnya makin mendekat pada Sagara, binar di netra ga
Suasana kantor mulai agak sepi, mungkin karena jam kerja sudah berakhir. Menyisakan beberapa karyawan yang terpaksa harus lembur demi mengejar target capaian kerja bulanan. Maklum, ini hampir akhir bulan. Sagara naik membawa tas besar berisi inventaris kantor. Dia tiba dengan selamat setelah wanita mungil yang ditemuinya tadi menurunkannya tepat di pintu masuk The Cassiluxe. "Mana ponsel kamu?" Sagara mengernyit heran namun tetap saja memberikan ponselnya pada Gisela. Nampak gadis itu serius mengetik disana setelah Sagara membukakan kunci. Tak lama berselang, ponsel Gisela berbunyi. Senyum di wajah Gisela mengembang saat dia mengembalikan ponsel Sagara kepada pemiliknya. "Udah aku save! Pokoknya gak terima penolakan kalau kuajak jogging pagi di komplek!" Ujarnya dengan senyum jenaka. Sagara hanya balik tertawa saat melihat penamaan yang Gisela tuliskan untuk kontaknya. 'My Jogging Bestie' Sagara mengucap terimakasih lalu segera keluar dari mobil Gisela dan lanjut masuk ke da
Cemburu? Natalia mungkin harus kembali memeriksa definisi dari kata terlarang yang sepertinya tidak ingat pernah terjadi padanya itu. Cemburu—sebuah emosi yang muncul ketika seseorang merasa tidak aman akan hubungannya. Atau reaksi yang muncul akibat deteksi ancaman. Bahkan selama masa pacarannya dulu, cemburu adalah hal yang terjadi padanya dalam beberapa hitungan jari. Cemburu berbeda dengan rasa sakit hati akibat dikhianati, kan? Dirinya dan sagara. Memangnya mereka ada dalam hubungan yang pantas untuk saling cemburu? Natalia terengah, dua kakinya yang diangkat Sagara terasa melayang. Dia tak bisa merasakan kakinya sendiri karena kenikmatan yang timbul di sela pahanya telah mendominasi memenuhi indra perasanya. Kedua matanya melotot ketika merasakan kulit terasa dingin yang tiba- tiba menyentuh secara langsung. Hampir tak sadar bahwa Sagara bahkan sudah berhasil menyibak celana dalam miliknya. Natalia hampir menjerit kalau saja Sagara tidak segera membungkamnya dengan ciuma
'Ketika salah satu dari kita memiliki kekasih, maka saat itulah permainan kita berakhir.' Poin tambahan yang baru saja Natalia sampaikan terdengar masuk akal sekaligus menyedihkan Sagara. Entah mengapa dia jadi takut tiba- tiba dicampakkan karena Natalia bisa saja menemukan yang jauh lebih baik darinya. Sagara menatap sinis ruangan rapat yang dibatasi dengan kaca. Didalamnya terdapat Natalia yang sesekali tersenyum dan berbicara dengan seorang pimpinan dari perusahaan rekanan yang sedang bertamu. Kelihatannya pria itu cukup mapan, tampan, tidak terlalu tua, dan karismatik. Wajar saja Sagara yang masih anak magang dan mahasiswa ini merasa sedikit insecure. "Menang proyek lagi kita." Bernada pengumuman, Sagara melirik sekilas Mario yang baru saja kembali memasuki ruangan mereka. Lelaki itu juga mengamati interaksi antara Natalia dan calon klien di dalam ruangan. Alis Sagara terangkat sebelah namun jelas saja bibirnya malas bergerak. Dia tak perlu bersuara dan hanya menunggu Mario
“Baru pulang?” Suara Viona menghentikan langkah pria muda yang mengendap-endap masuk kedalam hunian mewah itu. Viona bangkit dari duduknya, melangkah mendekati suami mudanya yang tengah memaksakan sebuah senyum kearahnya. “Maaf, sayang. Kamu lama menunggu?” Davian meraih pinggang wanita yang masih cukup seksi untuk usianya itu. Mengecup perlahan dahinya sembari memberi usapan sayang di rambut. Viona menggeleng, kembali mempertegas pertanyaannya yang belum dijawab. “Darimana?” Davian duduk di sofa, membalas tatapan Viona dengan lembut. “Ikut menemani ibu menanam pokchoy,” jawabnya. Tak lupa menunjukkan gambar sebagai bukti di ponselnya. Ibunya memang sangat suka sekali menanam aneka hidroponik di rumahnya.Viona tersenyum sebagai balasan, menyambut lengan Davian yang membawanya untuk duduk di pangkuan sang lelaki. “Bagaimana orang tuamu? Mereka sehat, kan?” Davian mengecup bibir istrinya, “tentu, berkat menantunya yang selalu mengirimkan vitamin dan makanan terbaik untuk mereka,
“Merokok?"Sagara menoleh kesamping, mendapati jendela sebelah terbuka dan kepala wanita menyembul darisana. Tidak, dia tidak kaget sama sekali. Di rumah ini hanya ada dia dan Natalia. Kamar mereka juga bersebelahan. Jadi bagaimana bisa dia pura- pura kaget?Hanya saja Sagara tidak menyadari kapan wanita itu sampai di rumah dan bahkan sudah bersih- bersih begitu. Padahal dirinya sudah berada disini selama kurang lebih tiga puluh menit. Sagara kembali menghirup dan menghembuskan asap rokok yang diapit di jari. Melirik Natalia sekilas sebelum kembali membuang muka lalu mengendikkan bahu, "kenapa? Mau lapor sama mama?" Acuh tak acuh, Sagara mulai berani menjawab karena dirinya merasa dipermainkan. Belum lagi pemandangan di kantor tadi siang yang membuatnya benar- benar muak. Natalia dapat membaca kekesalan dari aura Sagara malam ini. Namun seperti biasa, dia tidak akan terpengaruh. Wanita itu justru paling suka menghadapi Sagara disaat-saat seperti ini. Berdebat sedikit sebelum akhir