*Happy Reading*
Mendengkus kesal, aku pun segera menaikan bahu dengan kasar, demi menjatuhkan kepala si papah yang masih seenaknya nemplok di sana.Dikata aku tembok apa, pake disenderin segala. Aneh! Setahu aku, yang biasa butuh sandaran itu cewek, deh. Dan cowok yang jadi sandarannya. Kok, ini malah kebalik."Bapak bisa serius dikit, gak? Guyon mulu kerjaannya.""Loh, saya kan dari awal sudah serius, kok. Kamunya aja yang gak percaya terus."Haaahhh .... dia mulai lagi. Susah banget sih ngobrol tanpa adu urat sama si papah. Musti aja kerutanku pasti nambah kalau ngomong sama dia mah."Bukan itu maksud saya.""Lalu?""Ya ... maksud saya. Bisa gak Bapak jangan lebay kayak gini tiap ketemu saya. Manja banget lagi kek kucing mageran. Kalah dah Tita.""Itu sih tergantung kamu."Eh, kok jadi aku? Maksudnya apa?"Kalau kamu mau bermanja sama saya. Ya, saya gak bakal manja sama kamu. Saya*Happy Reading*"Nggak! Pokoknya gak boleh! Papa harus tetap di sini!" Tita berseru lantang, tak mau melepas tangan ayahnya. Sedari tadi, bocah ini memang langsung mengamuk saat melihat ayahnya di tempeli wanita ulat bulu itu--eh, maksudku wanita bule yang entah berasal dari mana. Siapa tadi namanya? Jolyn kalau tidak salah, kan? Sepupunya Joystick atau Kindejoy kali, ya?"Sebentar saja, Sayang. Papa cuma mau bicara sama Tante Jolyn di luar ruangan doang, kok. Gak jauh-jauh." Si papah mencoba membujuk Tita dengan lembut. Juga berusaha melepaskan tangan satunya lagi yang masih di gelayuti seenaknya oleh si Joystick. Eh, Jolyn."Nggak boleh!" Tita menggeleng cepat. Tetap tak memberikan ijin. "Sayang, ayolah. Sebentar saja." Pak Vino masih berusaha. "No! Pokoknya Papa gak boleh ke mana-mana!"Aku baru tahu loh, ternyata bocah ini bisa sangat keras kepala sekali. Kalau kayak gini, dia mirip banget sama Kak Diana
*Happy Reading*Kedua sudut bibir si papah langsung naik tinggi mendengar ucapanku. Wajahnya bersinar seketika, mengalahkan Matahari yang sedang discount. Aku saja sampai silau dibuatnya. Dengan jumawa pria itu lalu makin mengeratkan pelukannya pada tubuhku, dan berkata dengan suara merdu menenangkan aku. "Bukan siapa-siapa kok, Sayang. Cuma Fans berat, tapi lebih ke sasaeng. Abaikan saja, okeh!"Masok Pak Eko!"Tapi dia ngatain aku jalang, Ayang." Meski mulai mual dengan kelebayan si papah. Aku pun terpaksa melanjutkan drama ini. Semuanya demi Tita!"Gak usah didengar, Ayang. Namanya juga orang sirik. Sukanya teriak jalang ke semua orang, padahal sendirinya lebih pro.""Vino?!" Lalu seruan murka pun terdengar dari Jolyn. Setelah sebelumnya hanya bisa megap-megap kek ikan koi keabisan aer. "Kamu .... Kamu ...." Meski begitu, Jolyn tetap tak bisa berkata-kata setelahnya. Mungkin saja dia masih syok dengan kead
*Happy Reading*Me [Tan, lo bisa gak nyuruh Bella jangan chat-an lagi sama Tita?]Intan [Kenapa emang? Masalahnya apa? Jangan mencampuri urusan bocah. Biar mereka main berdua aja. Kita mah sebagai orang tua cukup mantau]Aku mencebik kesal melihat jawaban chat dari Intan yang sangat bijak itu. Perkara begini, Intan memang akan auto berubah jadi ibu peri.Me [Bukan gitu, Tan. Tapi si Bella tuh kalau kasih saran buat Tita, bikin gue spot jantung.]Intan [Saran apa emang dari Bella yang bikin lo jadi lega? Bukan Bella namanya kalau kasih saran menenangkan.]Eh, bener juga sih. Kalau Bella kasih saran berfaedah, namanya bukan Bella lagi. Tetapi Mamah Dedeh. Duh, jadi aku salah curhat, dong.Tring!Belum sempat aku membalas Intan lagi. Nyonya Dika itu kembali mengirim balasan.Intan [Tapi lo tenang aja, Nur. Meski saran Bella kadang ekstreem. Bella gak pernah menyesatkan. Belok ke gang sempit, bisa
*Happy Reading*"Wah, ternyata kamu!"Aku yang sebenarnya masih sangat kesal dengan kelakuan si papah--yang meninggalkanku begitu saja karena sebuah telepon. Sontak menoleh ke arah samping, saat seruan itu terdengar runguku. Jonathan! Masih ingat? Iya, dia si brondong manis. Pria itu ternyata yang baru saja berseru mengintrupsi kekesalanku pada si papah. "Lo? Ngapain lo di sini?" sahutku galak seperti biasanya. Bukannya marah atau kesal dengan tanggapanku. Pria itu malah tersenyum manis, lalu membuka kaca mata hitam yang dia kenakan sebelum duduk begitu saja di sebelahku. "Galak banget sih calon ayang. Padahal kita udah gak ketemu lama, loh. Gak kangen apa, yang?"Gak nyambung! Aku nanya apa, di jawabnya apa. Ya ... begitulah Jonathan. "Ngapain gue kangen? Hidup gue malah tentram, aman, damai dan sentosa tanpa lo."Bibir Jonathan langsung maju beberapa centi mendengar sahutanku. Namun, tidak lama.
*Happy Reading*"Gila ya si Jonathan. Gak nyangka banget gue." Lika bergumam seraya menscroll ponsel pintarnya. Aku tidak manyahutinya, hanya melirik sekilas saja. Bukan aku tidak mau menanggapi Lika sebenarnya. Hanya saja, saat ini aku sedang di make up. Tepatnya sedang di pakaikan lipstik oleh MUA. Nah, kan, gak lucu kalau lipenku jadi morat marit gegara nyahutin si Lika. Meski ... sebenarnya aku juga pengen banget ghibahin si Jonathan. "Pantes kariernya cepet banget naik. Bekingannya gak kaleng-kaleng, cuy! Bininya produser sendiri di embat. Gelo gak tuh! Muka doang polos. Ternyata hobbynya ... suka molosin emak-emak. Dunia emang udah edan!"Begitulah! Sejak malam itu, karier Jonathan memang langsung hancur seketika. Karena gosip yang tersebar itu dan juga berita dikeluarkannya secara tidak hormat oleh direktur agency tempatnya bernaung. Aku tidak tahu apa yang terjadi tepatnya. Yang jelas, aku yakin jika semua itu pasti karena campur tangan si papah. Ya ... tahu sendiri doi sia
*Happy Reading*Intan ngakak guling-guling saat aku ceritakan perihal kesalahpahaman antara si BO dan PO. Dia sampai memegangi perutnya dan menggebuk-gebuk paha si Nurbaeti demi menambah kelebayannya. "Ih, kalian mah resek. Tega banget ngetawain gue." Nyonya Ammar ceritanya merajuk, gaes! Melipat tangan dibawah dada dengan kesal, seraya memajukan bibirnya maju beberapa senti disertai pipi yang menggembung.Alih-alih takut, aku malah gemes liat pipi si bumil. Rasanya pengen banget aku comot! Terus cocol saos. Enak kali, ya?"Ya lagi lo ada-ada aja. Bisa-bisanya keliru bedain antara open PO dan BO. Parah banget!" Intan menyahut disela kekehannya yang belum sepenuhnya reda. "Ya namanya juga gak tahu. Lagian, cuma beda hurup depan doang aja, kok!""Iya, sih. Beda huruf depannya doang. Tapi artinya itu, loh! Luar biasa jauh!" Intan masih menanggapi dengan antusias, membuat Nurbaeti makin manyun. "Sama-sama tentang jualan juga, kan?" cebiknya kesal kemudian. Ah, sudahlah! Keturunan Ma
*Happy reading*Terlepas dari kekonyolan Intan dan Nurbaeti yang kadang suka merusak moment sedih. Terkhusus untuk kembaranku tercinta, si gemoy. Aku sangat bersyukur karena memiliki mereka berdua sebagai sahabat dalam hidupku. Dua gadis--eh, udah jadi emak-emak ya, sekarang. Pokoknya, merekalah yang selalu ada di sisiku dalam sedih mau pun senang. Dari dulu hingga sekarang. Bahkan, setelah aku menceritakan semuanya tadi. Nurbaeti dengan baik hatinya berkata, "Jangan paksain kalau emang lo gak mau, Nur. Meski si duda cucok rowo itu banyak duit dan punya kuasa dalam karier lo. Tapi lo jangan lupa, lo juga punya gue sebagai sahabat lo yang punya suami sultan. Sultannya udah internasional lagi, ya kan? Jadi, perkara duit mah, bisalah gue nanti pinjemin."Meski dia menyuarakan hal itu dengan kekonyolannya seperti biasa. Tetapi, aku tahu dia tulus. Seorang Nurbaeti meski lebih sering lemotnya daripada pinternya. Perkara duit mah, emang dia gak pelit.Dulu saja, sebelum sama Ammar dia rel
*Happy Reading*Malam harinya, tahu aku tidak membawa kendaraan ke rumah Bella. Tita akhirnya memaksa aku untuk ikut pulang bersamanya. Mungkin lebih tepatnya, diantar oleh sopir keluarganya. Aku sudah berusaha menolak. Karena hal itu bisa diatasi dengan kendaraan online masa kini, ya kan? Sayangnya, aku lupa kalau sekarang ada Bella di kubu Tita. Dengan pintarnya bocah itu mencarikan 1000 alasan agar aku bersedia meluluhkan permintaan Tita. Dari mulai yang logis, sampai yang tidak logis dengan membawa-bawa mitos soal mbak kun-kun. Pokoknya, udah kacau aja kalau sudah berhubungan dengan Bella. Anak itu terlalu cerdik aku kibulin. Belum lagi emak bapaknya yang juga pro akan hubunganku dengan Pak Vino. Tentu saja, mereka malah mendukung 100% kelakuan si anak tuyul itu. "Dahlah, Nur. Turutin aja. Mayan kan gak usah ngeluarin ongkos!" Pada akhirnya, si gemoy yang awalnya kurang setuju dengan hubunganku dan Pak Vino pun ikut membujuk. Mungkin, dia kasihan pada Tita yang terlihat memela