Share

Bab 12

"Dua juta? Nggak, nggak."

"Paling banyak empat juta? Jangan begitu, kita memang sangat akrab, tapi masa biaya sewanya hanya empat juta?"

"Baiklah!"

Mendengar itu, Toto kebingungan.

"Kawan, aku akan mengingat kebaikanmu."

Toto yang sedang dilanda kebingungan merasa senang akan peningkatan hubungannya dengan bosnya menjadi teman baik.

Sesaat kemudian, Dimas mematikan teleponnya. Dia menatap Amel dengan polosnya, lalu berkata, "Katanya, dia paling banyak akan menerima empat juta untuk biaya sewa sebulan. Kalau nggak, dia nggak mau berteman lagi denganku. Itu sudah harga tertinggi yang bisa kutawar."

Amel mendengar percakapan itu dari awal sampai akhir. Dia tahu bahwa Dimas sudah berusaha sebisanya. Namun, mereka tetap sudah menerima hal yang berlebihan, jadi Amel berpikir untuk membalas kebaikan teman Dimas jika ada kesempatan kelak.

"Baiklah. Kalau begitu, hari ini aku akan pulang untuk berkemas dan pindah kemari. Tapi, biaya sewanya kita bagi dua."

"Ke depannya pasti kita akan membeli rumah, jadi aku nggak akan membiarkanmu mengeluarkan terlalu banyak uang sendiri."

Melihat Amel yang bersikeras, Dimas pun menyetujuinya dan mengantar Amel kembali untuk berkemas.

Ketika sampai di rumah, Lili sedang memasak. Api di samping sudah mengeluarkan asap, tapi Lili masih sedang bertelepon.

Amel bertanya dengan bingung, "Bu, ada apa?"

Mendengar suara Amel, Lili berbalik dan berkata, "Mesin air panasnya tiba-tiba rusak lagi saat aku sedang mencuci sayur. Ayahmu sudah pergi ke sekolah, jadi aku sedang menelepon tukang untuk datang memperbaikinya."

Mesin air panas di rumahnya baru diganti dua tahun yang lalu. Mesin itu dipasang di dapur, bersamaan dengan pipa kamar mandi yang disambung bersamaan karena lebih efisien.

Namun, mungkin karena gedung ini sudah tua sehingga pipa air dan kabelnya sudah tua, mesin air panas yang baru selalu saja bermasalah. Amel pun sudah terbiasa.

Amel menjawabnya, lalu meminta Dimas untuk duduk di ruang tamu, sementara dirinya pergi untuk berkemas.

Setelah berkemas dan membawa kopernya keluar, Amel tidak melihat Dimas yang tadinya sedang duduk di atas sofa.

"Wah, kamu hebat sekali, Dimas."

Mendengar suara pujian Lili dari dapur, Amel pun bergegas pergi ke dapur. Dia melihat Dimas yang sedang berdiri di depan mesin air panas dengan tutupan mesin yang terbuka. Di sampingnya, juga ada kotak peralatan milik mereka yang sangat jarang digunakan.

Amel membelalak.

Padahal tutupan mesin air panas itu sangat sulit dibuka, bahkan Gibran selalu membutuhkan waktu lama untuk membukanya, tapi Dimas bisa membukanya begitu saja?

Dimas mengambil alat dengan jari-jarinya yang panjang. Kemudian, Dimas mengetok sesuatu dan meletakkan alatnya.

Dimas berbicara dengan santai, "Nggak ada masalah besar. Aku juga sudah membungkus ulang kabel yang keluar. Sekarang sudah bisa digunakan dengan normal."

Dimas menutup dan menggerakkan tutupannya dengan pelan. Tutupan tersebut tertutup rapat, sama sekali tidak ada celah.

Lili berbicara dengan puas, "Terima kasih, Dimas. Para tukang nggak bisa datang hari ini, kalau bukan berkat dirimu, entah harus sampai kapan menunggu ayahmu."

Dimas tersenyum sambil meletakkan alatnya kembali ke dalam kotak peralatan. Kemudian, dia menyalakan keran air dan mencuci tangannya. Ketika berbalik, dia melihat Amel yang sedang berdiri di depan pintu dapur.

"Kamu sudah selesai berkemas?"

"Ya."

Amel menunjuk koper di ruang tamu dan berkata, "Bu, aku akan tinggal bersama Dimas supaya lebih nyaman."

Lili tampak tertegun dan sedih. Meskipun tahu bahwa putrinya pasti akan tinggal di tempat lain setelah menikah, dia tetap merasa sedih karena tiba-tiba mendengar kabar tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status