Share

Bab 13

Lili menggenggam tangan Amel. Ekspresinya yang senang berubah menjadi sedih, dia berkata, "Amel ... kamu harus sering-sering pulang, ya."

Putri yang dia besarkan selama 23 tahun sudah menikah dan akan pindah untuk tinggal di luar sekarang. Untung saja Gibran sedang keluar, kalau tidak suaminya itu pasti tidak akan bisa menerimanya.

Amel berbicara dengan sedih, "Bu, telepon saja aku kalau merindukanku, aku pasti akan pulang. Tempat tinggal kami juga nggak jauh, tinggal naik taksi saja."

Lili merasa ucapan Amel ada benarnya, jadi dia pun menyetujuinya dengan tidak rela.

Setelah menyampaikan salam perpisahan dengan Lili, Amel mengangkat kopernya, tapi tiba-tiba genggamannya terasa kosong.

Dia menoleh, lalu melihat Dimas sudah membawakan kopernya ke depan lift.

"Ada apa?" Melihat Amel termenung, Dimas menoleh ke arahnya.

Sikap Dimas sangat santai. Dia tidak merasa ada yang salah dengan hal yang dilakukannya.

Amel yang masih belum terbiasa dengan hubungan mereka pun memegang hidungnya sendiri dengan canggung.

"Nggak, nggak apa-apa, a ... aku mau menekan tombol lift." Tiba-tiba wajah Amel memerah. Kemudian, dia menekan tombol lift dan berdiri membelakangi Dimas dengan canggung.

Namun, telinganya yang memerah jadi terlihat.

Dimas tersenyum kecil, kemudian mengangkat kopernya masuk ke dalam lift.

Amel pun berkata, "Kalau kamu keberatan, aku bisa membawanya sendiri ...."

"Nggak berat kok." Dimas menggelengkan kepalanya.

Amel tahu betapa berat koper miliknya. Biasanya, kalau ingin bepergian, koper Amel selalu sangat berat. Dia selalu kesulitan untuk memasukkan dan mengeluarkannya dari lift.

Tenaga pria memang sangat besar, tapi Dimas tampak seperti orang kantoran, bagaimana dia bisa punya tenaga sebesar itu?

Pintu lift terbuka. Dimas langsung mengangkat koper dan menggandeng Amel dengan tangannya yang lain.

Amel tersentak.

Sepertinya stamina suaminya sangat bagus?

Dimas memasukkan koper ke bagasi belakang. Lalu, dia membuka pintu mobil dan melihat Amel yang masih duduk termenung di kursi penumpang. Dia pun berinisiatif untuk memasangkan sabuk pengaman untuk Amel.

Dimas tidak terlalu dekat dengan Amel. Karena memiliki tubuh yang tinggi, Dimas cukup mengulurkan tangannya, tapi aksi tersebut sangat mengejutkan Amel.

Meskipun mereka menikah kilat, mereka belum lama kenal. Bukankah kelewatan kalau tiba-tiba jadi sedekat ini?

Amel mencium wangi lemon mint yang segar dan tanpa bisa ditahan menoleh ke arah Dimas.

Wangi parfum mobil dan wangi dari tubuh Dimas sangat mirip. Amel merasa dirinya seperti sedang dipeluk oleh Dimas sehingga merasa sangat malu.

Amel menginjak ujung kakinya dan merasa bahwa jantungnya berdebar dengan kencang.

Amel baru tersadar bahwa dirinya sudah salah paham setelah Dimas melepaskan tangannya. Dia berpikir sejenak sebelum berkata, "Dimas, kamu pasti tahu kalau kita berdua menikah kilat, jadi hubungan kita belum dekat."

"Aku tahu." Dimas mengangguk pelan sambil menyalakan mobil.

Hubungan mereka memang tidak dekat, tapi hubungan bisa dibina. Lagi pula, Dimas cukup menyukai istrinya yang tampak agak linglung ini.

Amel memainkan sabuk pengaman dengan agak canggung, kemudian berkata, "Meskipun sekarang aku akan tinggal denganmu, aku ingin membina hubungan dulu. Apakah selama itu aku boleh nggak melakukan kewajiban sebagai suami istri?"

...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status