"Lomba kekompakan pasangan ini sepertinya menarik."Pada saat itulah, Yunita memperhatikan Dimas.Dimas tinggi dan kurus. Saat ini, kepala Dimas tampak menjulur keluar di tengah-tengah kerumunan orang-orang, sehingga dia bisa melihat dengan jelas kegiatan di atas panggung.Papan reklame itu usang dan pembawa acara itu terlihat dadakan. Pembawa acara dadakan itu juga mengenakan pakaian yang mencolok.Dimas tampak marah dan kesal melihat semua itu.Semua itu terlalu asal-asalan menurut Dimas.Pada saat ini, Irfan, yang berada dalam bahaya, bersembunyi di belakang panggung. Dia menyeka keringat dingin di dahinya dengan hati-hati.Meskipun waktu yang diberikan Dimas sangat singkat, Irfan tetap mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Dimas pasti akan memujinya ketika melihatnya nanti.Di atas panggung, setelah musik yang meriah dimainkan, tiba-tiba saja pembawa acara mengangkat sebuah roda keberuntungan."Untuk merayakan Hari Valentine yang akan segera tiba, kami memutuskan untuk menggela
Amel tidak melihat kalimat yang diucapkan Dimas dengan jelas. Namun, dia menduga jika Dimas sepertinya mengatakan tentang kemenangan.Amel mengangguk dengan yakin.Tiba-tiba Amel memiliki kepercayaan diri.Saat suara pembawa acara terdengar, Amel membuka kartu pertama.Kue ulang tahun?Amel memberi isyarat yang sesuai dan Dimas dapat menebaknya dengan mudah.Babak kedua, babak ketiga ....Lima belas pertanyaan dan Dimas menjawab semuanya.Semuanya dijawab dengan tepat.Amel sendiri juga terkejut. Dia tidak menyangka jika mereka berdua ternyata begitu kompak.Setelah lomba kekompakan pasangan itu berakhir, Dimas berjalan ke sisi Amel. Saat ini, semua kontestan lain di atas panggung telah tersingkir. Semua orang menatap mereka berdua.Langkah selanjutnya adalah memutar roda keberuntungan.Saat Amel berjalan menghampiri roda keberuntungan, tiba-tiba saja pembawa acara mengeluarkan sebuah kotak undian dan berkata, "Silakan Ibu mengambil satu bola pingpong dari sini."Amel mengulurkan tanga
Kepala pusat perbelanjaan merasa sedikit terkejut. Dia menatap Irfan yang ada di depannya, lalu kembali mengalihkan tatapannya ke arah Dimas, "Pak Dimas, bukan apa-apa. Aku hanya berpikir ....""Sekarang adalah waktu pribadi dan ini juga bukan tempat yang sesuai untuk berbicara. Kalau ada yang ingin dibicarakan, kamu bisa mengirim pesan nanti. Aku adalah asisten Pak Dimas, tapi bukan berarti kita bisa membicarakan bisnis setiap saat."Sikap Irfan sangat serius. Kepala pusat perbelanjaan melihat Dimas yang ada di samping sama sekali tidak bicara, jadi dia tidak bisa melanjutkan pembicaraan.Dia tersenyum canggung, lalu mengangguk-angguk sambil menjawab, "Ya, benar."Amel merasa tertarik oleh percakapan mereka. Sekarang dia baru menyadari bahwa Irfan sudah berdiri di samping Dimas sejak tadi. Dia berpikir bahwa kepala pusat perbelanjaan seharusnya berbicara dengan Irfan.Amel langsung membagi bonus itu menjadi dua begitu dia menerimanya.Dimas pun bertanya dengan kebingungan, "Untuk apa?
Yunita jelas tidak mau menjadi pengganggu sendirian. Dia harus membawa Irfan juga.Saat mendengar ini, mulut Dimas berkedut.Setelah beberapa saat, sekelompok orang itu berjalan ke pasar. Tepat ketika Yunita ingin menarik Amel masuk, tiba-tiba Dimas meraih kerah baju Yunita dan langsung menarik wanita itu ke sampingnya.Amel menghentikan langkahnya. Dia menatap Yunita yang tiba-tiba berhenti dengan bingung.Dimas menatap Amel sambil tersenyum, lalu berkata dengan menggertakkan giginya, "Aku dan sepupuku akan pergi membeli camilan. Dia suka makan camilan.""Aku nggak suka!"Yunita segera membantah. Pengalaman selama bertahun-tahun memberi tahu Yunita bahwa mengikuti kakak iparnya adalah keputusan yang paling benar."Benarkah, desainer hebat Yunita?"Tiba-tiba, Yunita merasa bulu kuduk di punggungnya meremang.Yunita menggelengkan kepala dengan ekspresi putus asa sambil berkata, "Kak Ipar, aku bercanda. Kamu masuklah dulu, aku akan pergi bersama Kak Dimas untuk membeli camilan."Setelah
Pada saat ini, Dimas yang sedang dibicarakan tidak mengetahui hal ini. Dia bersama dengan Amel berkeliling pasar, melakukan tawar-menawar, lalu keluar dari pasar dengan membawa banyak tas belanja.Dimas menenteng semua barang belanjaan, sementara Amel berjalan di belakangnya sambil mengingat-ingat apakah ada barang yang belum mereka beli.Mereka keluar dari pasar secara beriringan, terlihat sangat harmonis.Yunita dan Irfan yang belum pernah melihat Dimas seperti ini sebelumnya, terlihat sedikit terkejut. Setelah Dimas dan Amel keluar dari pasar, Yunita dan Irfan mengikuti dari belakang.Saat Dimas tidak memperhatikan, Yunita mendekati Irfan, lalu bertanya, "Apa ... Kak Dimas selalu seperti ini akhir-akhir ini?"Irfan tidak mengikuti Dimas setiap hari. Selain itu, dia juga tidak memahami masalah pernikahan kedua orang itu. Dia menggelengkan kepalanya dengan ekspresi sedih di wajahnya sambil menjawab, "Aku nggak tahu, tapi Pak Dimas kelihatan menikmatinya."Melihat senyuman di wajah Dim
Selanjutnya, Yunita benar-benar diam tanpa suara.Satu jam kemudian, hidangan disajikan satu demi satu di atas meja.Setelah makanan disajikan, Amel mengajak keduanya untuk makan.Yunita adalah orang pertama yang duduk. Dia bersikap sangat ramah dan langsung bisa menjalin hubungan yang baik dengan Amel saat pertama kali mereka bertemu. Sekarang, mereka berdua sudah saling mengenal, jadi tentu saja tidak perlu bersikap terlalu sopan.Dimas mengikuti di belakang Yunita, lalu duduk di kursi. Setelah duduk, dia menarik kursi di sebelahnya tanpa mengatakan apa-apa."Kak Amel, harum sekali."Yunita lebih sering membeli makanan dari luar. Terkadang dia merasa rasanya memang enak, tapi tidak selezat masakan rumah."Aku nggak tahu kamu suka makan apa, jadi aku membuat beberapa hidangan spesial dari Kota Nataya. Kudengar makanan di Kota Cipusa cenderung lebih manis, jadi aku menambahkan sedikit lebih banyak gula ke dalam masakan ini."Setelah duduk, Amel menunjuk ke arah masakan di atas meja.Be
Yunita pergi dengan begitu cepat, membuat vila segera kembali menjadi sunyi.Dimas berinisiatif memulai pembicaraan, "Sepupuku ... sedikit berisik."Sebenarnya, Yunita sudah banyak menahan diri hari ini. Jika mereka berada di Keluarga Cahyadi, wanita itu tidak akan berhenti sampai ada yang pingsan.Amel suka keramaian. Dengan adanya orang yang mengobrol di sampingnya, dia malah lebih merasa seperti berada di rumah sendiri."Dia nggak berisik, kok. Aku dan adikku sangat berisik saat kami masih kecil," kata Amel sambil membersihkan piring di atas meja."Adik?"Dimas membantu membersihkan piring sambil menunjukkan rasa penasaran.Dia tahu bahwa Amel memiliki adik laki-laki. Namun, saat Dimas datang ke rumah Amel, dia belum pernah melihat adik Amel. Selain itu, Dimas juga jarang mendengar Amel menyebutkan tentangnya."Oh ya, aku hampir lupa kalau kamu belum pernah bertemu dengan adikku sebelumnya."Amel membawa piring makan ke dapur, diikuti oleh Dimas yang membawa piring sisanya."Kelak p
"Masuklah dulu. Hari ini cuacanya sangat dingin."Amel membuka pintu, Andi pun mengikutinya masuk.Saat ini, Dimas yang baru saja selesai membersihkan dapur, keluar dari dapur.Keduanya bertemu secara tak terduga.Dalam vila yang luas ini, tidak ada banyak perabotan, membuatnya terlihat agak sepi. Selain itu, ada aroma makanan yang masih bisa tercium di udara.Andi sedikit mengernyit. Senyuman yang dia tunjukkan saat pertama kali bertemu Amel berangsur-angsur memudar."Kak, siapa ini?"Tentu saja Andi tahu siapa pria yang berdiri di seberangnya itu. Dia hanya sengaja bertanya.Dalam sekejap, suasana di dalam ruangan itu menjadi tegang.Amel menciutkan lehernya, seolah-olah dia adalah seorang anak kecil yang sudah melakukan kesalahan."Kakak iparmu."Setelah Amel selesai berbicara, dia dengan hati-hati mengangkat kepalanya untuk melirik ke arah Dimas. Dia merasa lega saat melihat ekspresi pria itu tidak berubah."Awalnya aku ingin memperkenalkanmu pada kakak iparmu setelah kamu menyeles