Part 59Hari HAcara pernikahan di gelar di sebuah gedung yang sudah disewa oleh Reyhan. Ya, Reyhan mempersiapkan semuanya dari mulai gedung dan wedding organizernya. Mau tak mau Risna setuju karena katanya ini adalah persembahan untuk sang adik tercinta. Gedung serbaguna itu sudah di dekorasi dengan apik. Lantunan musik klasik ikut meramaikan acara. Hiasan dari kain satin berpadu kain tile serba putih dan pink, tak lupa bunga wisteria untuk menyemarakkan suasana, makin menambah kesan apik. Karena bentuknya yang menarik dan warnanya yang begitu indah.Kerlap-kerlip lampu warna gold, menambah kesan yang artistik. Bunga-bunga mawar berwarna pink dan putih juga diletakkan di beberapa tiang penyangga serta di tengah-tengah meja pengunjung, membuat kesan yang manis romantis.Senyuman manis terukir di bibirnya. Saat ini, Risna sudah dirias cantik bak seorang ratu, kebaya putih dan hijabnya dengan taburan payet miyuki membalut tubuhnya yang ramping. Hiasan headpice yang mewah dan elegan men
Part 60Pernikahan berjalan dengan lancar, berkat penjagaan yamg ketat. Semua tamu undangan yang hadir memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai yang selalu mengukir senyuman manis.Setelah resepsi digelar dengan mewah dan meriah, selesai acara pengantin pun segera pulang ke rumah. Sekitar pukul sembilan malam, Pak Kamal mengantar sang pengantin dan juga Bu Salamah ke rumah Reyhan. Meskipun Pak Hadiwilaga meminta Risna dan Dewangga untuk tinggal sementara waktu di rumah utama, mereka menolaknya.Satu hari terasa begitu melelahkan jugamembahagiakan. Meski masih terasa gugup dan canggung, tapi Dewangga selalu menggenggam tangannya Risna, memberikan kehangatan dan ketenangan untuknya.Karena terlampau lelah, Risna tertidur dan bersandar di bahu sang suami. Dia memang sudah melepas semua atribut dan aksesoris pengantinnya. Hanya kebaya dan riasan make-up yang masih belum terhapus dari wajahnya.Saat sampai di rumah, Risna merasa takjub, ternyata rumah pun diberi dekorasi minimalis
Part 61"Kalian bener gak mau jalan-jalan atau honeymoon gitu?" tanya Reyhan pada adiknya saat berkesempatan makan malam bersama.Risna menoleh ke arah Dewangga, pasangan itu hanya saling melempar senyum."Tidak, Kak. Aku kan masih ada pekerjaan dan juga kuliah. Mas Dewa juga kerjaannya padat, gak mungkin bisa ditinggal.""Kan bisa izin dulu, Dek.""Tidak, Kak. Kita masih menikmati moment ini. Kan kita baru izin beberapa hari yang lalu untuk melangsungkan pernikahan, rasanya gak pantas kalau ambil izin lagi untuk jalan-jalan. Iya kan, Mas?""Iya. Tidak usah repot-repot, Bang. Kebersamaan seperti ini saja kami sudah merasa bahagia," tandas Dewangga."Ya sudah kalau begitu. Ingat ya Dewa, kamu harus menjaga istrimu dengan baik," ujar Reyhan. Dia memang sangat sayang pada adiknya"Tentu saja, Bang."***"Dek ...""Risna, bangun sayang ...."Terdengar suara yang berbisik di telinga. Mata mulai mengerjap pelan, Risna melihat wajah Dewangga yang tengah tersenyum. "Cepat mandi gih, sebentar
Suasana hening sejenak."Aku tidak mau pergi dari sini. Kecuali kalau kakak sudah menikah!" tukas Risna kemudian.Dua pria itu langsung menatap ke arah wanita kesayangannya. Apalagi Reyhan, matanya melebar saat sang adik berkata seperti itu. Sedangkan Risna tersenyum."Dan kamu, Mas Dewa, kamu harus menyediakan rumah untukku. Kalau Kak Reyhan menikah, kita tak mungkin tinggal di sini. Mereka pasti butuh privasi," ujar Risna kemudian."Hey, Risna. Kakakmu ini tidak ingin menikah," sahut Reyhan tegas. Ekspresi wajahnya berubah kaku."Kenapa tidak? Memangnya kakak mau menjomlo seumur hidup? Kakak bisa kesepian kalau gitu. Harus ada pasangan yang menemani hidup kakak, berbagi kasih sayang, dan membuat keturunan keluarga Hadiwilaga," ucap Risna lagi.Reyhan justru terbatuk-batuk mendengar ucapan sang adik, kala itu Risna hanya tersenyum. Ia pun menginginkan kehidupan kakaknya bahagia."Iya, Nak, kamu sudah mapan dan cukup umur untuk menikah, apa tak ada perempuan yang kamu cintai?" Kali in
Part 62Alya menjatuhkan bobot tubuhnya dengan kesal. "Kenapa sih harus bertemu denganmumereka lagi, mereka lagi? Kayak gak ada orang lain di dunia ini saja!" gerutu Alya kesal. Sungguh sebenarnya dalam hati, Alya begitu kesal karena Risna pasti mendapatkan yang lebih baik darinya. Kakaknya yang dulu terlihat seperti pengangguran pun ternyata kini menjadi orang yang lebih sukses.Ada perasaan iri menjalar dalam hatinya kala melihat Risna tampak berbahagia. Bahkan ia sendiri harus rela pontang-panting dengan uang secukupnya dari suami dan tinggal di rumah kontrakan yang kecil. Huh! Lagi, dia membuang napas kasar.Ramdan menoleh memandang heran istrinya usai meletakkan bayi Raya ke stroller."Harusnya kamu nggak perlu marah, Alya.""Tapi kakakmu itu menuduhku sembarangan, Mas!""Ya udah nggak usah ditanggapi. Kalau memang itu nggak benar kenapa kamu harus marah-marah."Alya mendengus, sekarang sang suami justru malah membela mantan istri dan kakaknya itu."Sudah deh, Al hidup kita s
"Baik, Pak." Ramdan menggangguk lesu. Ia pun undur diri dari hadapan Pak Hadiwilaga. Padahal selama ini dia orang kepercayaannya.Ah! Ramdan mendesah kesal. Memang setelah kelahiran baby Raya, dia jadi kurang istirahat. Terkadang Alya tidur tak mau bangun, sedangkan Raya menangis karena popoknya basah.Ia mengusap wajahnya kasar, langkahnya mendadak berhenti kala melihat Risna tengah berbincang dengan seorang laki-laki yang tak lain tak bukan dia adalah kakaknya sendiri. Penampilannya sungguh rapi, sepertinya ia ada meeting di sini. Karena di belakangnya ada orang lain juga yang diduga sebagai asistennya. Membawa map dokumen.Risna tampak tertawa senang saat berbincang dengan Dewangga. Ia tak pernah melihat senyuman sebahagia itu kecuali saat dia menikah dengannya dulu. Wajah Risna tampak semringah dengan rona yang memerah. "Manis sekali sekarang dia," lirih Ramdan. Ia menggeleng pelan, lalu kembali melangkah menuju ruangannya.***"Mas, kamu datang kesini?" tanya Risna seraya ters
Part 63Hati dan pikiran Ramdan benar-benar kalut. Perasaannya hancur remuk redam. Anak yang selama ini ia perjuangkan, nyatanya justru menorehkan luka yang begitu dalam.Setelah hampir satu jam termenung dan merasakan sesak luar biasa, duduk sendiri di bangku tunggu rumah sakit. Ramdan melangkah gontai keluar dan menuju mobil.Ia menghempaskan napas kasar sebelum mengemudikan mobilnya ke kantor.Nada di ponselnya berdering, membuyarkan lamunan. Sebuah panggilan dari Alya, tapi dia abaikan. Namun berulang kali Alya terus menelepon, membuat Ramdan makin emosi, terasa berisik di telinga. Aaarggh! Ngapain sih dia telpon segala! pekik Ramdan dalam hatinya.Tak lama Alya mengirimkan sebuah pesan untuknya.[Mas, tolong angkat teleponnya, penting!!!]Alya mulai memanggil lagi, dengan terpaksa akhirnya Ramdan memencet tanda telepon warna hijau untuk menerima panggilan."Ya, ada apa?" tanya Ramdan dengan ketus. Ia benar-benar sakit hati."Mas, tolong pulang, mas..." jawab Alya dengan sesenggu
Alya terpaksa membawa Raya sendiri ke klinik terdekat, naik taksi online pesanannya karena sang suami tak mau pulang dan mengantarnya sebentar ke klinik.Perasaannya berkecamuk juga kacau, apalagi saat mendengar ucapan sang suami di telepon tadi yang bilang Raya bukan anaknya.Ia kembali menghirup udara dalam-dalam untuk menetralisir perasaan yang ada. Tapi hatinya tqk kunjung tenang. Rasanya begitu kalut.Terpaksa Alya pergi sendirian membawa dua anaknya yang masih kecil. Setelqh menunggu antrian akhirnya Baby Raya diperiksa oleh dokter dan mendapatkan obatnya. Dokter berpesan padanya, bila sampai tiga hari panas Raya tidam turun atau tak menunjukkan perubahan yang membaik, maka dia harus dibawa periksa kembali.Alya hanya bisa pasrah dan berharap semoga anaknya baik-baik saja.Sampai saat ini, waktu menunjukkan pukul sebelas malam, tapi sang suami tak kunjung pulang. Nomornya tak bisa dihubungi."Mas Ramdan kenapa sih? Kenapa gak pulang-pulang?" tanyanya dalam hati."Padahal sudah