“Semua sudah selesai, Tuan. Nona Elara telah menerima rekeningnya kembali,” Garvin melaporkan.
Ia kini berada satu mobil dalam perjalanan menuju San Francisco.
Gedung kantor Triton Land Inc memang berada di San Francisco, yang hanya berjarak sekitar tiga puluh menit berkendara dari Hillsborough.
Wajah Garvin masih penuh dengan senyuman saat memberikan laporan itu, menunggu respon Arion yang tentunya akan senang dengan hasilnya.
“Uang lima ratus ribu itu kini dipegang oleh Elara?” Arion setengah bergumam saat menanyakannya.
Garvin menjawab cepat dan bangga. “Betul Tuan. Tanpa berkurang satu sen pun!”
Mengatur dana dikembalikan setelah ditutup oleh pihak bank, bukanlah perkara mudah. Terutama Arion meminta data Elara diperbaharui –tidak lagi menggunakan nama keluarga White.
Meskipun membutuhkan waktu, namun Garvin berhasil menyelesaikannya dalam hitungan hari –sesuai perintah Arion.
“Apa sudah ada kabar dari gadis kampungan itu?” Tina menatap Dianne yang baru saja menutup telepon.“Tidak. Belum, Bu. Ini tadi aku hanya menanyakan apakah El pergi ke kampus atau tidak hari ini. Dia ada.”Tina mengempas tubuhnya di sofa empuk ruang tengah di kediaman White.Sejak Tony digelandang polisi, Tina dan Dianne pindah permanen di rumah megah itu, dengan alasan menemani dan menjaga Nyonya Besar White yang sendirian.Meskipun Ian Palmer melarang dan juga Alex mencemooh keduanya, Tina dan terutama Dianne tidak peduli.Mereka sedang membiasakan diri untuk menjadi ‘pemilik’ rumah tersebut.“Apakah dia akan menolaknya?” Tina bergumam cemas.Wanita paruh baya itu terlihat gelisah, hingga menggigiti kukunya.“Bagaimana kalau dia mencairkan dana itu tanpa sepengetahuan kita?” imbuh Tina lagi.“Ku pikir dia tidak akan melakukan itu. Kalaupun dia mencairkannya tanpa memberitahu kita, dia tetap perlu menemui kita untuk mengambil diary ibunya dan anting-anting itu, Bu,” Dianne menghibur
“Geez!!” Dianne tersentak.Tubuhnya yang sempat membeku saat melihat adegan Elara dibawa paksa ke dalam sebuah van hitam, bergerak.Sejak Elara keluar dari kampus, Dianne membuntutinya. Semula ia hendak menghampiri Elara, namun ia teringat bahwa ia perlu mengetahui di mana Elara tinggal --jadi Dianne memutuskan untuk mengikuti Elara diam-diam.Tidak ia sangka, Elara dihadang dan diculik.Dianne berkeringat --kaget dan takut.Namun mengingat bahwa alasan Elara diculik, bisa jadi karena membawa uang banyak dalam tas-nya, membuat Dianne nekat hendak mengejar.“Hey!!”Satu seruan nyaring mengurungkan Dianne.Ia segera bersembunyi di balik gang antar gedung dan melihat seorang lelaki bertubuh kekar dan berambut gondrong, dengan cepat mengejar ke arah van hitam yang membawa Elara.Namun terlambat, mobil itu telah menjauh.“Fuck!!” Lelaki berambut gondrong itu mengumpat keras.Tanpa berani bergeser, Dianne terus memperhatikan lelaki itu dari tempatnya bersembunyi.“Apa dia teman El? Apakah it
“Kau membuat kesalahan fatal.”“Saya tahu, saya tahu, Tuan Max. Saya akan menebusnya.” Lelaki berambut gondrong itu berlutut. Darah masih mengalir di pahanya. Wajah yang pucat pasi --jelas karena mulai kekurangan darah, membuat ia tampak begitu mengenaskan.Satu pukulan sempat ia dapatkan, dari Arion, yang sangat terlihat jelas begitu murka begitu pria tersebut keluar dari mobilnya.Luka tembak di pahanya yang dibiarkan, adalah hukuman ‘ringan’ bagi diri lelaki berambut gondrong itu, karena Arion tidak pernah memaafkan satu kesalahan pun.Rasa sakit dan mengucurnya darah adalah berkat atas kemurahan seorang Arion --lelaki itu bersyukur.Ia harus membuktikan dirinya masih berguna bagi Arion, jika tidak, ia hanya akan menjadi sampah terbuang. Dan itu hal yang jauh lebih menyakitkan baginya.Karena bagi anak buah Arion Ellworth yang setia, kematian jauh lebih terhormat dari pada terbuang.Sebelumnya, ia ditugaskan mengikuti dan melindungi seorang gadis. Tidak tahu apa arti gadis itu bagi
‘Slab City?’ Elara mengeja dalam hati.Hanya butuh sepersekian detik, sebelum ia membelalakkan mata kaget.Bukan apa, kota yang mereka tuju saat ini adalah sebuah kota kecil yang terletak di daerah selatan Negara Bagian California, yang dikenal sebagai kota yang tidak memiliki regulasi atau hukum yang mengatur kehidupan warganya.Itu adalah wilayah terpencil, berlokasi di sekitar Gurun Sonora dan hanya dihuni sekitar seratus lima puluhan penduduk. Penduduk yang adalah para gelandangan, pensiunan atau orang-orang yang tidak memiliki rumah dan tanpa tujuan.Tidak lama, Elara yang semula hanya melihat gurun tandus dan semak serta beberapa pohon Boojum, kini mulai melihat kumpulan tenda, dipenuhi ornamen dan karya seni unik yang terbuat dari barang-barang bekas, seperti rongsokan mobil dan ban bekas. Sungguh ciri khas unik seperti yang pernah ia dengar dari beberapa orang.Elara kesulitan untuk mengetahui jam berapa saat ini, tangan yang terikat di belakang membuat hal itu tidak memungkink
“Mengapa wajahmu pucat? Apa kau sakit?” Dianne mengernyit. “Bagaimana ini, Lex? Calon pengantin mu diculik. Apa kau cemas pada Elara?”Dianne menggelengkan kepalanya. “Yang harus lebih kita pikirkan adalah, bagaimana kita bisa mendapat uang itu, jika Elara tidak ada! Aku curiga, Elara telah mencairkan uang itu dan ada orang yang mengetahuinya sehingga ia diincar!”Gadis berambut keriting pirang itu masih terus mengeluh dengan marah. “Ini sial!! Bagaimana mungkin orang lain yang akan menikmati usaha keras kita?!”Alex tidak menanggapi perkataan adiknya. Meskipun ia sudah tidak berjalan gelisah, namun ia tengah berpikir keras.Mereka berhasil membawa Elara --sepertinya tidak ada kendala dengan hal itu, namun hingga kini mengapa mereka tidak memberi kabar?“Mengapa kau baru pulang jam segini?”“Aku pulang ke kediaman paman Tony. Tapi tidak menemukan ibu dan nenek. Aku menghubunginya beberapa kali, namun ponsel ibu tidak aktif. Aku ke sini, berpikir mereka ada di sini.”Alex terdiam lagi.
Satu Range Rover hitam mengilat, diikuti lima Rhino GX di belakangnya, melesat cepat membelah angin di sepanjang jalan bebas hambatan West Side Freeway hingga Foothill Freeway.Di dalam Range Rover itu, Arion duduk dengan tatapan terarah pada ponselnya.Max yang duduk di samping pengemudi, membuka suara. “Sekitar setengah jam lagi kita masuk San Bernardino, Tuan. Apakah kita perlu berhenti di sana dan mengerahkan orang-orang kita di sana?”“Apa petunjuk terakhir?” Arion melemparkan pertanyaan lain.“Dari kamera pengawas terakhir van hitam itu terus mengarah sepanjang jalan ini Tuan. Namun mulai Beaumont kita akan kehilangan jejak, karena kamera pengawas daerah sana terpantau tidak berfungsi. Kita akan kesulitan menentukan arah di Beaumont dan Banning.”Arion menyimpan ponselnya ke dalam saku kemeja putih yang ia kenakan --masih dengan vest hitam nya yang membalut sempurna, menjadikan sosok pria bernetra kelabu itu terlihat sangat mengesankan meskipun aura yang menguar begitu suram.Ari
“Aku ingin setengah jutaku sekarang,” Ted mengucapkan kalimat itu dengan santai sambil menyilangkan kaki saat duduk di satu kursi terbuat dari tumpukan ban bekas.‘Tidak bisa. Gadis itu harus tiba di LA, sesuai perjanjian!’ Nada gusar langsung terdengar dari lawan bicara Ted saat ini di telepon.“Perjanjian apa? Kau menawariku keuntungan yang lebih banyak dari utang mu padaku, Bocah Sialan!” Ted mendengkus. “Jangan lupa, kau masih berutang tiga ratus ribu dolar padaku.”‘Bagaimana itu bisa tiga ratus?!’ Suara di seberang sana berteriak marah. ‘Aku memberimu seratus ribu sebagai uang muka membawa gadis itu! Sisa utangku seharusnya dua ratus lagi!’Ted terkekeh. “Seratus ribu yang kau berikan itu, tidak bisa disebut cicilan. Itu operasional kami melakukan ini. Kirimkan dulu lima ratus, aku akan antarkan gadis ini ke titik lokasi itu.”‘Tidak bisa begitu!’“Mengapa tidak?” Wajah Ted kini terlihat buruk. “Kamu main-main denganku, Bocah Busuk?!”‘Ti-tidak. Bukan begitu. Mak-maksudku… aku… a
Dianne menunggu dengan sedikit gelisah.Berulang kali ia mengetuk-ketuk meja dengan kukunya yang panjang. Sebelah kakinya juga tak berhenti mengetuk lantai.Pagi-pagi ini Dianne telah datang ke sebuah coffee shop yang berada di pinggiran kota Hillsborough.“Ah, itu dia…” Dianne mengembus napas, antara lega dan gugup.“Nona Gold--”“Tidak perlu menyapaku,” penggal perempuan cantik yang baru saja datang itu.Ia tinggi semampai dengan mengenakan blus sutra berwarna kuning. Rambutnya tertata cantik dengan beberapa ikal buatan. Kacamata hitam dengan logo brand internasional bertengger di hidungnya yang mancung.“Baik,” Dianne dengan patuh mengangguk. Ia lalu diam dan menunggu perempuan cantik itu duduk dan meletakkan tas tangan berbahan kulit miliknya, di atas meja.Dianne melirik tas tersebut dan berdecak kagum dalam hati. Sungguh, ia ingin memiliki tas cantik edisi terbatas seperti itu.Jika mereka memiliki uang Elara dari bibi Annie, ia bisa mendapatkan satu tas seperti itu untuknya.“K