“Aku ingin setengah jutaku sekarang,” Ted mengucapkan kalimat itu dengan santai sambil menyilangkan kaki saat duduk di satu kursi terbuat dari tumpukan ban bekas.‘Tidak bisa. Gadis itu harus tiba di LA, sesuai perjanjian!’ Nada gusar langsung terdengar dari lawan bicara Ted saat ini di telepon.“Perjanjian apa? Kau menawariku keuntungan yang lebih banyak dari utang mu padaku, Bocah Sialan!” Ted mendengkus. “Jangan lupa, kau masih berutang tiga ratus ribu dolar padaku.”‘Bagaimana itu bisa tiga ratus?!’ Suara di seberang sana berteriak marah. ‘Aku memberimu seratus ribu sebagai uang muka membawa gadis itu! Sisa utangku seharusnya dua ratus lagi!’Ted terkekeh. “Seratus ribu yang kau berikan itu, tidak bisa disebut cicilan. Itu operasional kami melakukan ini. Kirimkan dulu lima ratus, aku akan antarkan gadis ini ke titik lokasi itu.”‘Tidak bisa begitu!’“Mengapa tidak?” Wajah Ted kini terlihat buruk. “Kamu main-main denganku, Bocah Busuk?!”‘Ti-tidak. Bukan begitu. Mak-maksudku… aku… a
Dianne menunggu dengan sedikit gelisah.Berulang kali ia mengetuk-ketuk meja dengan kukunya yang panjang. Sebelah kakinya juga tak berhenti mengetuk lantai.Pagi-pagi ini Dianne telah datang ke sebuah coffee shop yang berada di pinggiran kota Hillsborough.“Ah, itu dia…” Dianne mengembus napas, antara lega dan gugup.“Nona Gold--”“Tidak perlu menyapaku,” penggal perempuan cantik yang baru saja datang itu.Ia tinggi semampai dengan mengenakan blus sutra berwarna kuning. Rambutnya tertata cantik dengan beberapa ikal buatan. Kacamata hitam dengan logo brand internasional bertengger di hidungnya yang mancung.“Baik,” Dianne dengan patuh mengangguk. Ia lalu diam dan menunggu perempuan cantik itu duduk dan meletakkan tas tangan berbahan kulit miliknya, di atas meja.Dianne melirik tas tersebut dan berdecak kagum dalam hati. Sungguh, ia ingin memiliki tas cantik edisi terbatas seperti itu.Jika mereka memiliki uang Elara dari bibi Annie, ia bisa mendapatkan satu tas seperti itu untuknya.“K
Ted berhenti tertawa. Ia menatap Elara, lalu beralih pada si Lelaki Beranting. “Kau percaya?”Lelaki Beranting itu menggeleng dan menyeringai penuh cemoohan. “Jika gadis ini sekaya itu, dia tidak akan tinggal di sekitar Crescent Ave. Itu hanya lingkungan standar. Tidak kumuh memang --tapi sama sekali bukan blok mewah.”“Kau dengar, Baby? Kami tidak mempercayai itu,” ledek Ted. “Lagi pula, kau tidak punya keluarga. Bukankah begitu? Dari mana uang sebanyak itu? Untuk seorang pelajar sepertimu, jika punya uang sebanyak itu, minimal kau seorang anak pengusaha kaya. Apa aku salah?”Elara menggigit bibirnya kuat. “Aku memang memiliki uang itu. Warisan dari ibuku. Aku--”“Sudahlah! Kau terlalu bising!” Ted lalu memberi isyarat pada si Lelaki Beranting untuk membungkam mulut Elara lagi dengan kain pengikat.“Aku punya uang itu! Sungguh! Aku--” “Kau pikir aku akan percaya pada ucapanmu?” Ted tersenyum sinis.“Tidak perlu repot-repot membujukku, Baby. Kau sudah terjual seharga tujuh ratus rib
Ted mulai merasakan peluh di pelipisnya.Ia mengeluarkan senjata api dari balik punggungnya. Tangannya menggenggam erat senjata itu, begitu pula kedua lainnya.Tiga orang dalam bangunan kumuh itu kini terlihat mulai tegang. Elara cukup jelas melihat peluang dari situasi ini.Entah siapa yang menyerang mereka, Elara tidak harus menunggu di sini. Ia tidak yakin jika siapapun yang datang menyerang, tidak berniat buruk padanya.Di saat Ted dan kedua anak buahnya terlihat sibuk memperhatikan situasi, Elara beringsut ke sisi sofa satunya dan menurunkan kakinya yang semula ia tekuk.Meskipun ia masih dalam kondisi terikat, Elara menggerakkan tubuhnya dengan baik. Ia berdiri, lalu merayap dan menggeser kakinya yang terikat dengan hati-hati, agar ketiga lelaki dalam ruangan itu tidak berpaling padanya.Gadis ini sudah cukup hati-hati, namun si Lelaki Beranting melihat pantulan bayangan Elara dari kaca jendela.“Fuck you, B*tch!” Dia berbalik dan menarik kerah belakang kemeja Elara dengan kasar
Arion memindai sekeliling dan tatapannya jatuh pada tubuh Elara yang tergeletak di lantai.Gestur tenang dan wajah tanpa ekspresi itu seketika berubah. Dengan tergesa ia nyaris berlari menghampiri Elara dan menjatuhkan lutut di sisi tubuh gadis itu.Gadis itu masih dalam posisi yang sama dan keadaan yang sama --Max tidak berani menyentuhnya, meski menjadi orang pertama yang masuk dan melihat Elara di dalam bangunan kumuh ini.Surai cokelat madunya mengayun lembut, tatkala tangan Arion meraih tubuh Elara dengan sangat hati-hati, setelah membuka ikatan pada kaki dan tangan gadis itu.Ia memeriksa keadaan Elara lalu mendekap gadis itu sangat erat.“Elara…” bisiknya. Suara itu terdengar serak, tertahan gejolak emosi yang begitu kompleks sejak ia mengetahui Elara dibawa pergi.Iris kelabu milik pria itu lalu terkunci pada wajah Elara yang terlihat pucat dengan lebam di pipi dan juga sisi kepala.Sebelah tangan Arion bergerak cepat namun ha
Jika pun ada hal lain, itu karena keanehan yang selama ini ada dalam diri Arion tidak muncul saat bersama gadis ini.Hasrat yang mati itu, selalu timbul --bahkan menyala, saat bersamanya.Keinginan menyentuh dan menguasai tubuh gadis itu seolah menjadi obsesi dalam pikiran Arion. Anehnya lagi, Arion tidak sanggup memaksakan kehendak pada gadis itu dan hanya akan menunggu gadis itu yang memberikan dirinya secara sukarela.Kening Arion mengernyit.Desakan dalam dadanya mendorong dirinya untuk membiarkan hal itu. Tanpa perlu melawan atau pun menyingkirkan rasa-rasa asing serta keanehan ini.Pria tampan itu sedikit terhenyak, saat melihat tangan Elara yang bergerak.“Elara…”Kelopak mata Elara bergetar, lalu membuka perlahan.Ia hendak bergeser, lalu mengernyit saat merasakan nyeri di kepalanya.“Jangan dulu bergerak,” ujar Arion pelan.Elara tersentak mendengar suara dalam yang familiar itu lalu berusaha menoleh ke kiri.“...Rion…” Mendengar panggilan lirih Elara tersebut, Arion membeku.
Pria muda itu menyadari dibuntuti. Karena saat kini ia berada di Bayshore Freeway, mobil itu tetap berada di belakangnya.Alex kian memacu kendaraan roda empat itu di sepanjang jalan bebas hambatan yang berada di pesisir pantai hingga berbelok dan masuk ke Harney Way. Tepat di suatu belokan, mobil di belakang Alex tiba-tiba melesat cepat lalu menubruk dari belakang.Alex tersentak ke depan dan semakin panik menginjak pedal gas-nya.Namun tidak peduli seberapa dalam ia menginjak gas dan seberapa cepat mobil Alex melaju, mobil di belakang itu kembali menubruk --bahkan lebih keras, sebelum kemudian menyusul di samping dan memepetkan bodi mobilnya ke mobil Alex.Alex kehilangan kendali atas mobil dan membanting setir.Mobil Alex berdecit akibat rem dadakan yang refleks ia lakukan tanpa memperhitungkan akibatnya.Mobil Alex menabrak pembatas jalan dengan sangat kencang dan terguling.Mobil memang berhenti, namun dalam kondisi terbalik. Kaca pecah dan penyok di sana-sini.Alex yang masih set
Keluarga White tengah diliputi duka mendalam.Tina terus menangis dan meraung di sisi peti mati yang tertutup. Ian Palmer terus mencoba menenangkan istrinya --memeluk bahu sang istri dengan erat.Terlihat Nyonya Besar White yang juga duduk lemas dengan ditemani Dianne.Tidak banyak tamu yang hadir, hanya kerabat jauh itupun hanya sebentar memberikan penghormatan terakhir, lalu bergegas keluar ruangan.“Keluarga White sedang tertimpa kesialan beruntun. Entah apa yang mereka lakukan, sehingga Tuhan murka dan menghukum mereka seperti ini.”“Ya, kau benar. Karena itu, kita tidak perlu berlama-lama di sini. Aku tidak ingin tertular kesialan mereka.”Elara melirik kedua tamu yang berpapasan dengannya saat masuk ke rumah duka.Jeanne di sisi Elara mendengkus kesal. “Apakah orang-orang itu tidak memiliki sopan santun? Ya Tuhan! Ada apa dengan dunia ini!”Elara tidak menanggapi omelan Jeanne dan melan