Itu langkah yang benar-benar lebar disertai entakan cepat beradu lantai granit hotel.Tidak ada yang menghentikan dan menghalangi Arion, tatkala pria itu dengan gusar menuju lift dan langsung naik ke lantai di mana suite Isabelle berada.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Arion untuk mengetahui apa yang terjadi. Ia menghubungi Garvin yang lantas dengan efektif, mengatakan bahwa dari rekaman CCTV di ballroom Moon Park Hotel, Elara terlihat didatangi oleh Lucas Enzo.Setelah itu, Elara tidak terlihat bicara lagi dengan siapapun dan itu jelas menjadikan Lucas sebagai tersangka utama.Kini Arion telah berada di Moon Park Hotel dan meninggalkan Elara di apartemen mereka --gadis itu memilih berdiam di kamarnya dan meminta membicarakan masalah mereka besok.Elara ingin menenangkan diri dan memikirkan segala sesuatunya.Arion ingin sekali memaksa gadis itu bicara padanya malam ini juga, namun ia tiba-tiba menjadi tidak berdaya saat melihat sorot lelah dari manik zamrud itu.Binar indahnya mered
“Brother, kau tidak bisa menyalahkan Ella. Aku yang menyapa gadis itu dan mengatakan bahwa kau punya calon tunangan,” Lucas segera melakukan pembelaan pada Isabelle.Itu dikatakan dengan setenang mungkin, meskipun Lucas merasa sedikit khawatir dan takut membuat Arion kian marah.Ia begitu percaya diri saat sebelumnya, bahwa hal seperti ini, mungkin tidak akan terlalu dipedulikan oleh Arion. Bahwa membuat gadis itu tahu Arion sudah memiliki calon tunangan, tidak akan membuat penerus AE Group tersebut akan mengusir Isabelle.Lucas tidak ingin memercayai kenyataan bahwa ternyata Arion benar-benar tidak senang dan bahkan dengan tegas hendak mengirim Isabelle pulang ke Sacramento.Namun apa yang ia lihat saat ini, tidak bisa dipungkiri lagi, ia memang telah membuat pria itu tersinggung.“Bersiaplah,” ujar Arion lagi pada Isabelle. “Dalam dua jam ini mereka akan menjemput dan mengawalmu pulang.”Usai mengatakan keputusannya yang nyaris mutlak itu, Arion berbalik dan pergi --tanpa repot-repot
Elara berhenti tidak jauh dari posisi Arion duduk.“Maaf aku berantakan, aku tidak membersihkan diri dulu dan--”“Kau tetap terlihat cantik,” putus Arion.Pria itu tidak berbohong. Ia bahkan tetap tak berkedip saat memandang gadis bermanik zamrud yang terlihat acak-acakan, namun tetap di mata Arion, Elara bahkan terlihat sensual dengan tampilan berantakan dengan gaun malam itu.Pria itu bangun dan menarik kursi untuk Elara duduk. “Duduk dan makanlah. Isi dulu perutmu.”Elara menjatuhkan tubuh di kursi yang ditarik Arion lalu menatap ke atas meja. Di sana telah tersedia avocado toast dan beberapa iris bacon, serta jus jeruk yang terlihat segar.“Jika kau mau susu, aku akan mengambilkannya,” kata Arion saat Elara tidak kunjung bergerak dan hanya menatap makanan itu.“Tidak perlu,” geleng Elara. “Ini cukup.”Arion tersenyum dan kembali duduk untuk memerhatikan gadis itu menikmati sarapannya.Seumur hidupnya, Arion tidak pernah menyiapkan sarapan untuk siapapun. Elara adalah wanita pertam
“Melihat reaksimu yang seperti ini, wajar jika aku ragu untuk mengatakannya sejak lama.”Elara benar-benar terdiam.Gadis itu terlihat bersusah payah mengumpulkan kesadarannya kembali, untuk segera mencerna informasi yang baru saja ia terima.Informasi yang jelas menghantam dadanya. Lagi. Dengan cara berbeda.Arion menatap dalam gadis di depannya.“Just… listen to me,” Suaranya rendah dan terdengar sedikit serak. Serupa memohon, namun tetap terlihat agung. “Jangan pergi hanya karena ini. Ok?”Manik zamrud itu menantang sang pria. Menatap lekat --tak kalah lekat, seakan ingin membaca semua yang ada di balik kilat kelabu itu.Ada sesuatu yang seksi dari cara Arion menatapnya.Pancaran aneh yang seakan menyatakan bahwa pria bermanik kelabu itu benar-benar membutuhkannya --menginginkan dirinya dengan teramat sangat. Seolah ia akan mati jika tanpa dirinya.Elara mungkin hanya bermimpi --memimpikan hal itu, karena mungkin ia mengharapkan itu benar-benar terjadi.Tapi…Kalimat mengiris hati
"Keperawananmu untukku, atau.. kau menyerah atas nyawa nenekmu." Pria bermata kelabu itu menatap tanpa sorot emosi dan segera setelahnya udara dingin menyeruak dalam ruangan di mana ia dan seorang gadis berkacamata bulat berada."A-apa?""Kau tidur denganku, atau kau biarkan wanita tua itu mati. Pilihanmu.""Kau! Kau memang pria brengsek! Manusia kejam!!" Gadis itu memekik marah.Tangannya yang memegang berkas dari Rumah Sakit tempat neneknya dirawat, gemetar hebat.Saat ini neneknya membutuhkan transfusi darah Rh-Null dengan segera, atau ia akan tidak tertolong.Dan pria di hadapannya ini, satu-satunya orang yang ia ketahui saat ini --detik ini, memiliki darah dengan golongan yang sama.Sekitar satu jam setengah yang lalu, Elara menerima kabar dari pihak rumah sakit, bahwa neneknya mengalami kecelakaan.Elara yang saat itu tengah berada di kampus, bergegas datang ke rumah sakit tempat neneknya dilarikan.“Bagaimana nenek saya, Dok?” tanya Elara panik ketika tiba di ruang IGD dan bert
Elara berdiri di depan rumah besar berlantai dua di hadapannya. Tidak ada pilihan lain bagi Elara saat ini, selain meminta bantuan dari ayah tirinya, Tony White. Ia masuk dan tepat di depan sana, di ruang keluarga, ia bisa melihat Tony dan Tina --adiknya, duduk bersantai. “Kamu baru pulang heh?!” Suara lengkingan memekakkan telinga, langsung menggema seantero ruangan. Elara menghentikan langkah dan menoleh pada wanita yang mengeluarkan suara melengking, Tina Palmer --bibi tiri Elara. Wanita paruh baya itu memang tidak pernah menyukai kehadiran Elara dalam keluarga White. Elara hanya menatap datar sang bibi, ia tidak bisa menghabiskan waktu berdebat dengan Tina, sementara neneknya memerlukan penanganan segera. Ia pun memutar langkah, mendekati ayah tirinya. “Ayah…” Elara berhenti di samping Tony duduk. “Aku butuh bantuan ayah.” “Hah! Benar-benar anak tak tahu diri!” umpat Tina. “Dari kecil sudah merepotkan, sekarang pun masih ingin merepotkan!” “Bantuan apa?” Suara dalam Tony
04:55 sore. Rasa sesak itu benar-benar terasa menghimpit di dada Elara. Ia baru saja menemukan dirinya memang berada di jalan buntu. Setelah penandatanganan satu berkas, Elara mendapatkan sejumlah uang --cukup banyak, dari ayah tirinya. Namun saat ia mengutarakan maksudnya pada pihak Rumah Sakit, ia tidak mendapatkan jawaban sesuai harapannya. Meskipun tadi Elara mengatakan bersedia membayar mahal pada pihak Rumah Sakit untuk darah neneknya, pihak Rumah Sakit menolak mentah-mentah. Mereka mengatakan tidak mampu mencari atau mendapatkan darah Rh-Null dalam waktu sesingkat itu. Itu darah yang langka. Bahkan jika pun ditemukan, pihak lain telah lebih dulu membelinya dengan harga sangat tinggi. Elara membuang napas beratnya. Ia kini berdiri di depan pintu ruangan yang sama. Kamar dengan angka 707 di atasnya. Itu bangsal di Rumah Sakit tempat nenek-nya dirawat. Tapi bukan bangsal milik sang nenek. Melainkan milik pria yang memiliki golongan darah langka, yang sama seperti nenek nya.
Sungguh Elara telah pasrah.Tangannya yang memegang akta pernikahan, sedikit bergetar.Demi Tuhan, dirinya masih muda dan memiliki begitu banyak mimpi serta hal-hal yang ingin ia lakukan. Tapi saat ini, ia telah menjadi istri seseorang.Elara melirik pria yang berdiri di sampingnya yang tengah menerima telepon.Pria itu kembali mengenakan pakaian proyek yang tadi siang Elara lihat. Namun itu sama sekali tidak mampu menutupi kharisma misterius pria tersebut.Wajah tampannya terlalu angkuh. Dengan rupa sempurna seperti itu --meski ia mengenakan pakaian lusuh sekalipun, wanita mana yang tidak terhipnotis oleh pesonanya? Elara terkesiap, pria itu telah mengakhiri teleponnya dan menoleh pada Elara.“Aku kerja dulu. Mulai hari ini ada satu mulut lagi yang harus kuberi makan. Kau. Setelah selesai urusanku, aku akan kembali ke Rumah Sakit. Sekarang aku akan mengantarmu dulu kembali ke sana.” Tanpa berjeda, pria itu berkata pada Elara. “Tidak perlu. Aku akan pergi sendiri. Kau urus saja ker