Emma menempelkan bagian runcing pecahan keramik itu ke pergelangan tangannya. Perlahan dia terus menekan. Akibat goresan tersebut, kulit Emma terluka. Ada sedikit darah yang keluar. Namun Emma tidak berhenti. Dia terus memotong pergelangan tangannya dengan pecahan keramik.Beruntungnya, sebelum Emma terluka lebih parah, Robin dan Lily berhasil menemukannya di kamar mandi. Kedua orang itu tampak panik."Apa yang kamu lakukan, Sayang?" Lily bertanya.Emma tidak menjawab. Dia malah tersenyum dan tatapannya tajam.“Biarkan aku bawa dia ke tempat tidur,” kata Robin, “ambilkan alkohol, obat merah dan perban.Lily mengangguk. Ia kemudian mengambil apa yang diminta Robin dari laci lemari pakaian Emma. Wanita itu kemudian segera berjalan cepat menuju tempat tidur. "Ini alkoholnya, perbannya dan obat merahnya," ucapnya sambil menyerahkan ketiga benda itu pada Robin.Robin membersihkan luka Emma sambil menatap wajah putrinya. penglihatannya normal.“Apa yang terjadi, Emma?” Robin bertanya.Emma
Jake menoleh saat mendengar suara berbisik itu. Dia terbelalak. Teriaknya karena melihat seorang wanita berpakaian putih dengan wajah datar. Pada wajah wanita tersebut terdapat beberapa bintik merah kering seperti bekas darah.“Apa yang kamu lakukan, Nak?” kata wanita itu. Suaranya berat dan mengerikan.Jake berteriak lagi. Dia kemudian melompat menjauh dari wanita itu. Dengan cepat, ia kemudian berlari keluar dari halaman rumah Emma. Dia melemparkan kotak yang dibawanya ke jok dan segera menyalakan mesin mobil. Dia mengemudi dengan sangat cepat.Jake mengira dia akan segera melarikan diri dari makhluk aneh itu. Namun ternyata tidak. Hantu itu ternyata sedang mengejarnya. Dia melihat pantulan makhluk itu di kaca spion. Bayangan itu semakin besar dan besar. Karena tidak fokus, mobil Jake menabrak pohon di pinggir jalan. Dampaknya begitu keras hingga Jake tidak sadarkan diri.***Emma duduk di kursi yang ada di taman kota. Gadis itu baru saja selesai jogging di pagi hari. Dia baru memul
Emma meraih telepon dari tangan Robin pelan-pelan. “Halo,” katanya setelah menempelkan telepon di telinga.“Emma, kamu dan keluargamu harus bertanggung jawab,” terdengar suara seorang peremmmpuan dari seberang.“Dengan siapa aku bicara?” tanya Emma memastikan. Walaupun sebenarnya dia sudah tahu kemungkinan besar yang meneleponnya adalah orangtua Anne.“Aku ibunya Anne,” sahut wanita itu, “kamu dan orangtuamu kami tunggu di rumah sakit Kasih Bunda.”Sambungan lalu terputus.“Siapa yang menelepon?” tanya Robin.Emma tak menjawab. Dia berpaling pada Lily. “Bu, orangtua Anne minta kita datang ke rumah sakit Kasih Bunda,” katanya.“Ayo kita pergi,” kata Lily pada Robin.“Hei, ada apa?” tanya Roobin, “siapa yang sakit?”“Aku jelaskan nanti,” kata Lily, “sekarang cepat keluarkan mobilnya dari garasi.”***Mereka sampai di rumah sakit setengah jam kemudian. Dengan cekatan, Robin memarkirkan mobil. Setelah itu, mereka bertiga lalu keluar dari mobil dan berjalan menuju lobi rumah sakit.Di lobi
Tony kemudian melihat ke belakang dan berbalik. Yang menyentuh bahu Ethan. Di belakang Ethan ada Jake. Ada kain kasa dan plester di dahi kanan Jake."Hei, kalian nggak pulang?" tanya Tony.“Jake, dahimu kenapa?” kata Tony lagi, “kamu terjatuh? Atau berkelahi?”"Kenapa kamu nggak ngasih tahu aku kalo ada ada hantu di rumah Emma?" kata Jake. Dia mencengkeram kerah baju Tony.Tony menepis tangan Jake. "Apa maksudmu?" dia bertanya, "Aku belum pernah ngeliat hantu setiap aku dateng ke rumah Emma."“Aku mengalami kecelakaan karena dikejar hantu dari halaman rumah Emma,” kata Jake, “hantu itu bertubuh besar dan warnanya hitam.Tony terdiam. Hantu yang dimaksud Jake pastinya adalah hantu yang sama yang mengganggu Emma."Hei Tony, kamu bisu ya?" kata Jake, “kenapa kamu nggak jawab?”“Aku minta maaf sebelumnya,” kata Tony, “Aku nggak pernah diganggu sama hantu kalau aku datang ke rumah Emma, tapi Emma sendiri yang pernah. Aku nggak nyangka hantu itu juga ganggu kamu.”"Hantu sialan itu mer
Desy memandang Emma dengan cermat. “Kamu harus bersiap-siap,” katanya, “ini akan sangat mengejutkan.”"Cepet kasih tahu aku, Desy," kata Sabrina tidak sabar, "jangan bikin aku penasaran.""Aku denger Jake ngedeketin Emma," kata Desy."Apa?!" kata Sabrina."Kamu bercanda kan?" Jawab Anne. Dia kemudian mencoba untuk bangun. Namun sebelum dia sempat duduk, dia kembali berbaring, "Sial, kepalaku masih pusing.""Aku nggak bercanda," kata Desy, "dalam perjalanan ke rumahmu ada yang ngasih tau aku tentang itu.""Gimana bisa?" kata Sabrina. Dia tidak bisa berhenti berpikir. Sekalipun Jake jatuh cinta, laki-laki itu harusnya jatuh cinta padanya. Bukan Emma yang culun."Aku juga nggak percaya, Sabrina," kata Desy, "Kukira Jake bakalan suka cewek kayak kamu. Cantik, modis dan berasal dari keluarga kaya raya. Bukan gadis culun yang nggak pernah memperhatikan penampilannya seperti Emma.""Aku curiga Emma menggunakan ilmu hitam buat narik perhatian Jake, Sabrina," kata Anne, "kayaknya nggak mungkin
Jari-jari tangannya berwarna hitam dan memiliki kuku yang sangat panjang dan tajam. Sebelum tangan itu berhasil mencekik lehernya, Tony berusaha menahannya. Namun usaha Tony gagal. Kekuatan tangan itu sangat kuat.Jeremy panik saat melihat Tony tampak sesak napas. Ia berusaha membangunkan putranya dengan menggoyangkan tubuh Tony. Ia semakin panik ketika usahanya tidak berhasil. Tubuh Tony justru mengeluarkan keringat dingin.“Tony, bangun, Nak,” kata Jeremy. Dia menepuk wajah Tony beberapa kali. Dia menghela nafas lega saat melihat Tony perlahan membuka matanya."Apa yang terjadi?" Jeremy bertanya ketika Tony sudah membuka matanya sepenuhnya."Hantu itu...," kata Tony. Dia menggelengkan kepalanya, tampak frustrasi.“Kenapa dengan hantu itu?” Jeremy bertanya.Dia Nyerang aku,” kata Tony.Jeremy membelalakkan matanya. “yang benar?” dia berkata, "mana yang terluka?""Nggak apa-apa," kata Tony, "Aku baik-baik aja.""Kamu yakin, Nak?" Jeremy meminta konfirmasi.Tony mengangguk. "Ayo pergi
“Kalau nggak, aku nggak akan nganggep kamu sebagai temen lagi,” kata Jake. Dia menepuk bahu Tony.Tony tertawa. “Ancaman yang bagus,” katanya, “tapi aku nggak takut. Kalo kamu nggak nganggep aku temen, aku bisa berteman dengan tumbuhan, hewan dan bahkan hantu.”Jake menatap Tony selama beberapa detik. Dia kemudian tertawa. “Leluconmu cukup lucu,” katanya.***Sebenarnya Emma lapar, namun karena tidak ingin pergi ke kantin dan bertemu geng Sabrina, ia memilih pergi ke studio musik. Di sana ia bisa bersantai sambil memainkan alat musik.Awalnya Emma ragu ketika langkahnya terhenti di depan gedung. Dari luar ruangan terlihat sedikit menakutkan karena sepi dan selalu tertutup. Namun Emma mengesampingkan rasa takutnya dan membuka pintu. Perlahan, dia masuk.Studio musiknya sangat luas. Luasnya sekitar empat kali luas ruang tamu Emma. Di pojok kanan ruangan terdapat lemari besar dan tinggi. Setahu Emma, lemari ini biasanya digunakan untuk menyimpan alat-alat musik kecil seperti terompet
Rupanya suara langkah itu adalah langkah kaki Tony. Bocah itu memasuki studio musik sambil membawa burger di tangan kanannya."Apa yang terjadi?" tanya Tony. Dia melangkah mendekati Emma.Emma menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa,” kata Emma, “kita Cuma mau belajar memainin alat musik.”"Eh ... aku pergi dulu," kata Veronica, "Ngeelihat burgernya, aku jadi lapar."Tony mengangguk, "oke," katanya, "hati-hati."Setelah Veronica pergi, Emma kembali duduk di bangku piano. Tony juga duduk di sampingnya. Ia lalu menyerahkan burger itu pada Emma."Berapaan?" Emma bertanya kapan dia menerima burger itu."Aku nggak jualan burger," kata Tony.Emma tertawa. Dia kemudian mulai makan burgernya.“Ngomong-ngomong, kamu kenal cewek tadi?” tanya Tony.“Aku baru saja tau namanya tadi pas dia dateng ke sini,” kata Emma. Pipinya menggembung karena mengunyah burger."Jadi, kamu baru Kenal dia beberapa menit?" tanya Tony."Ya," kata Emma. Dia mengangguk, “kenapa emangnya?”"Menurutku itu aneh," ka