"Ada yang bercanda sebut enam?" tanya Bang Ochi."Nggak, Bang. Kayaknya kita diikuti," jawab Ibnu.Bang Ochi memperhatikan timnya sejenak. Dadanya berdegup kencang berusaha melawan perasaan cemas."Semua hati-hati, jangan pisah. Jangan lari, ini turunan berbatu! Ingat, mereka hanya ingin kita panik dan celaka!" tegas Bang Ochi.Suasana mistis semakin terasa. Di depan, di balik kabut putih pekat, tampak cahaya-cahaya obor bergerak turun menuju danau. Lalu, lamat-lamat suara gamelan dan gong kembali terdengar. Teriak sorak-sorai terdengar begitu jelas, tetapi entah bahasa apa yang mereka pakai. Tak ada yang mengerti."Jangan ikuti suara-suara aneh yang kalian dengar! Wajah tetap menunduk lihat jalur. Nggak usah lihat kiri kanan, apalagi memperhatikan mereka." Bang Ochi terus memberikan arahan."Baik, Bang," balas Alit.Mereka terus meniti jalur dengan wajah hanya menunduk ke bawah melihat pijakan. Telinga mereka dipenuhi oleh suara-suara seperti pasar yang ramai. Sebisa mungkin, mereka
Keterangan:Empat tahun setelah peristiwa jalur selatan.#PJSR2___________PoV Bang Ochi___________"Gaes, jadi gimana nih rencana kita berkunjung lagi ke Lombok?" Sebuah pesan dari Jeko di group WA PJSR membuyarkan hening malam."Wah, dalam rangka apa nih, kok tiba-tiba?" balasku di grup tersebut.Entah ada angin apa, tiba-tiba Jeko berencana untuk datang kembali ke Lombok."Kami mau ke Rinjani lagi, Bang!" balas Diah lengkap dengan emoticon love."Ah, serius?" tanyaku memastikan."Iya, Bang Ochi ... kami serius!" jawab Jeko. "Ada beberapa tujuan kami ke Lombok lagi, Bang, tapi yang pasti kami rindu," lanjutnya kemudian."Boleh tahu, rencananya apa, kok bisa gitu tiba-tiba?" tanyaku lagi, aku benar-benar penasaran."Yang pasti, kami mau mendaki lagi ke Rinjani karena dulu belum sempat summit, Bang dan tentunya aku pribadi ingin nyicipin Ayam Bakar Taliwang ha-ha-ha," seloroh Jeko."Ha-ha-ha sebentar, aku belum percaya ni." Aku berusaha meyakinkan diri. Sebenarnya, ada rasa senang d
#PJSR_2____________________PoV Bang Ochi____________________Matahari pagi bersinar cemerlang. Embun dingin terhangatkan lalu menetes dari ujung lengkung dedaunan dan ujung-ujung lancip rerumputan liar.Waktu yang dinanti pun tiba. Aku dan teman-teman lainnya berkumpul di losmen dan bersiap untuk berangkat, tapi tidak dengan Fadly, ia terserang demam sejak tadi malam. Besar kemungkinan ia batal untuk ikut mendaki. Semalam ia menggigil dan sesekali meracau."Gimana kondisimu?" tanyaku pada Fadly.Teman-teman yang sedang packing perlengakapan dan logistik pun menghadapkan wajah beberapa jenak ke arah Fadly. Mereka menanti jawaban kepastian, tapi sebenarnya mereka berharap agar Fadly istirahat saja di losmen karena wajahnya tampak memerah dan lesu karena demam yang cukup tinggi. Bisa bahaya jika ia memaksakan diri untuk tetap nekat mendaki."Kayanya aku gak kuat untuk ikut, Bang, badanku meriang sama sedikit flu," jawab Fadly."Mending kamu istirahat aja, jangan dipaksakan," sambung Al
#PJSR2_____________________PoV Zahra_____________________"Sial! Gara-gara percaya omongannya, aku kena injak ranjau darat! Benar-benar cowok yang menyebalkan." Aku merutuki diri dalam hati.Beberapa kali cubitan kudaratkan di lengan kirinya. Benar-benar malas rasanya melanjutkan perjalanan. Sepatu yang baru seminggu kubeli harus kotor terkena tumpukan bertekstur lembek berwarna hijau tua hampir kecokelatan itu."Ayo cepetan jalan ... udah jauh tuh yang lain," ucap Bang Ochi dengan suaranya yang khas."Bodo'." Aku mendengus.Saat tim hampir tak terlihat, tiba-tiba Bang Ochi meraih tanganku. Sedikitpun, aku tak mau melihatnya. Berdua, kami melangkah ke arah pematang sawah yang hanya berjarak beberapa meter. "Duduk!" perintahnya dingin.Aku pun menurutinya, lalu ia membuka sepatuku dan mencuci bagian yang terkena kotoran di genangan air yang ada di salah satu sudut petak sawah. Sebenarnya, jengkel juga sih, tapi dia bertanggung jawab. Salut!"Emang enak? Siapa suruh ngerjain aku? Bik
#PJSR2_______________PoV Bang Ochi_______________Di hari yang terus merangkak menuju sore, aku meminta Zahra untuk berjalan menyusul teman-teman lainnya agar tak tertinggal jauh, sementara aku menunggu Citra siap untuk berjalan lagi. Wajar ia merasa sangat lelah, ini adalah pendakian pertamanya. Walaupun langkahnya pelan, itu tak mengapa karena yang terpenting dia masih mau berjalan. Sekecil apapun langkahnya, asalkan dia tidak putus asa, pasti akan tetap sampai di tujuan.Setelah Zahra mulai memasuki hutan, aku dan Citra berusaha menyusul. Beberapa kali aku harus berhenti dan berusaha mengimbangi langkah Citra."Nih, Cit ... pegang." Aku memintanya memegang salah satu ujung tongkat yang kubawa, sedangkan satu ujung lainnya aku pegang untuk menariknya.Citra pun menuruti saranku. Dengan begitu, dia akan mengikuti ritme langkahku agar tidak membuang waktu dengan percuma. "Kamu harus atur ritme langkahmu supaya gak cepat capek, Cit. Satu langkah kamu coba tarik napas, satu langkah b
#PJSR2________________PoV Bang Ochi________________Maghrib.Akhirnya, kami tiba di Pos 2 Tengengean dengan pakaian basah oleh peluh. Kakiku masih bergetar karena kejadian aneh tadi. Perkiraan waktu tiba ternyata meleset jauh dari perhitungan. Citra membuat perjalanan kami sangat lambat karena sifat manja dan keras kepalanya. Batu, memang!Melihat kami datang, Kakek Mustafa bangkit dan menghampiri kami, lebih tepatnya menghampiri Citra dengan sedikit senyum terkembang pada bibir keriputnya."Gimana rasanya jalan jauh, Cit?" tanya Kakek Mustafa dengan suara lembut."Ah, membosankan, Kek ... asli, gak seru ... mana badan pegel semua." Citra menjawab sambil berlalu. Ada raut tak senang pada wajahnya.Citra melangkah menuju perapian lalu melepaskan carrier di depan tenda. Ia langsung merebahkan badannya di atas karimat yang sudah digelar mengelilingi api unggun, padahal Kakek Mustafa belum selesai bicara. Kakek Mustafa tampak berusaha memahami sifat cucunya yang begitu manja. Kakek tu
#PJSR2_______________PoV Bang Ovhi_______________"Hmmh, benar kata orang, terkadang realita tidak sejalan dengan ekspektasi. Kadang perasaan memang sering salah ... aku salah mengartikan setiap ucapan manis manjanya yang seringkali membuatku terlanjur nyaman." Dalam sepi aku merutuki diri sambil tertawa kecil. Konyol, pikirku. "Tapi, kenapa dia terkadang seperti ngasih kode ... seperti ngasih harapan? Hah, apa semua perempuan seperti itu ... ngasih harapan terus ninggalin pas udah terlanjur nyaman dan terlanjur sayang?" lanjutku bicara pada diri sendiri. Srrkkk!Tiba-tiba suara gesekan ranting dan daun kering yang terinjak membuyarkan lamunanku. Suara itu berasal dari arah semak yang tak jauh dari tempatku berdiri. Kuarahkan cahaya headlamp ke arah suara untuk memastikan. Mataku memburu ke arah beberapa sudut dan berusaha menangkap sosok di balik semak."Siapa tuh?" tanyaku sambil mengarahkan cahaya ke arah rerimbunan tumbuhan strawberry hutan.Perlahan, kulangkahkan kaki dengan
#PJSR 2________________PoV Bang Ochi________________Harapanku sederhana, semoga suatu masa nanti aku dan kamu dapat melihat malam yang hujan dari satu pintu tenda yang sama dan meremas dinginnya malam.Apakah sesulit ini memahami seorang perempuan? Setiap sikapnya seakan mengabarkan isyarat, tapi sayangnya aku dan dia hanya seperti memiliki banyak momen tanpa sebuah komitmen. Aku memang tidak pernah memilikimu, tapi aku merasa kehilangan.Apakah alam sebercanda ini terhadapku? Ia datang menitip rasa, tapi setelah rasa itu kujaga, ia pergi menyisakan sesak. Kurang ajar! Hah!Mulai detik ini, aku tidak akan gagal melupa tentangnya. Aku sadar, aku hanya menjalani lakon hidup yang seringkali tidak sejalan dengan skenario yang sudah kurancang."Bang Ochi, makasi ya kopinya, aku mau balik ke tenda dulu siapin sarapan buat kakek," ucap Citra membuyarkan lamunanku."Oh, iya, silakan," ucapku dengan sedikit senyum."Teman-teman, ayok masak-masak dulu ... kita bergerak lebih pagi supaya te