"Apa maksudmu?""Sudah, jangan banyak bertanya, ini sangat penting untuk kita bicara berdua saja, cepat!" desak Galih.Aziya beringsut pelan keluar dari apitan kedua anaknya, ia juga tak mengerti kenapa Galih harus berbicara dengannya malam-malam begini.Setelah berhasil keluar dari kamar anaknya, Aziya berdiri di hadapan Galih."Baik, apa yang akan kita bicarakan malam-malam begini? Dimana kita akan bicara?"Akan tetapi raut wajah Galih justru terlihat mencurigakan. Ia tersenyum-senyum dan berkata, "Aku sangat lapar, bisakah kau membuat untukku semangkuk mie instan?" katanya kemudian."Hah?".jawab Aziya malah melongo. "Bukankah banyak maid yang bisa membuatkan makanan untukmu? Apa kata orang tuamu kalau aku harus melayanimu malam-malam begini?""Hei, tenanglah, mereka tidak akan tahu kalau kamu nggak berisik. Ayolah, aku sudah sangat lapar."Galih terdiam, ia mengingat sebuah kisah dibalik mie instan itu dan masih terasa sangat menyakitkan. Kenangan itu hampir saja membuatnya terkubu
Tak mengerti dengan apa yang dikatakan Galih, wanita itu hanya menatap pria itu dengan tersenyum."Kalau seseorang membuatmu alergi, kau bisa menghindarinya supaya tidak berbahaya untukmu," begitu jawab Aziya."Enggak juga. Konsep itu tidak selalu benar. Aku memilih untuk mendekat dan melihat reaksinya. Ternyata tidak terlalu buruk. Sepertinya aku malah semakin suka."Senyuman Galih membuatnya berpikir kalau pria itu sedang membicarakannya. Benar bukan, Galih pasti sedang membicarakan soal bagaimana ia harus menerima kontrak dan kebencian karena dendam di masa lalu. Apakah berarti Galih sudah memaafkan dirinya dan semua masa lalunya?"Benarkah? Tapi bukankah alergi bisa kambuh sewaktu-waktu?""Entahlah, aku juga tidak bisa memastikan. Aku hanya perlu menjalani rencana hidupku, itu saja."Aziya menautkan alisnya. Sifat egoisme Galih masih sama, ia tidak perduli dengan perasaan orang lain.'Lalu bagaimana dengan perasaanku? Kau tidak pernah perduli kalau mungkin aku adalah orang yang te
Aziya sangat terkejut dengan perlakuan Galih. Ia sudah sangat ketakutan kalau sampai terlalu banyak kontak fisik seperti ini.Ini terlalu berat untuknya."Aku memaafkan kamu kali ini, tapi esok hari kau tidak bisa melakukannya lagi sebagaimana yang telah kita sepakati bersama di dalam perjanjian kontrak," tegas Aziya.Ia harus mengatakan ini untuk dirinya, meskipun jujur ia mulai menyukai sikap Galih yang posesif padanya. Hanya saja itu tidak boleh sering terjadi atau suatu saat ia akan kecewa."Hmm, ini hanya pelukan ringan, orang akan berpikir lain kalau kita tidak melakukannya."Aziya tak bisa menjawab, terlebih beberapa tamu undangan mendekati mereka untuk mengucapkan selamat. Tentu saja mereka harus bersikap netral seolah pasangan yang bahagia..Tak lama kemudian mereka juga dikejutkan dengan kehadiran Reza dan Davina. "Selamat ya, Pak." ujar Reza menyelamati"Oh, baik, terimakasih. Bagaimana dengan kalian, kapan mau menikah?" tanya Galih dan Aziya hanya melirik sekilas obrolan
Aziya sungguh merasa Galih sangat egois. Memang benar masa lalunya sangat menyakitkan, namun ia telah mengakhiri perasaan itu dan berusaha melupakan semuanya demi kedua anaknya.Terlepas bagaimana sulitnya terlepas dari semua itu, masalah terbesarnya saat ini justru terletak pada pernikahan palsu yang telah mereka lakukan.Ia bersedia karena uang!Ia butuh uang untuk keluarganya, untuk orang tuanya dan juga untuk anaknya. Ia bersedia melakukannya karena ia butuh uang untuk hidup layak dan menepis harapan kehidupan percintaan atau apapun itu demi masalah hidupnya tidak semakin terpuruk.Dan memprovokasi Reza bukanlah target hidupnya. "Apakah membuat mereka tersudut membuatmu puas? Bahkan dengan segala cara, sebenarnya semua ini hanyalah untuk sebuah dendam karena kecelakaan itu?!""Hei, kenapa kamu sangat marah? Aku berdiri sebagai suami yang membela kamu, atau sebenarnya... kau masih mencintai laki-laki brengsek itu?!" kali ini Galih justru bersikap marah pada Aziya.Dari sudut yang
"Apa maksud ibu aku telah kembali? Apakah dulu aku memang suka bercanda dan tidak seperti mas Galih? Oh, aku bersyukur ternyata aku tidak menakutkan," celoteh Guntur namun hal itu malah membuat Gala menatapnya kesal.Dia sangat takut dan benar-benar takut jika Guntur yang dulu justru kembali.Akan tetapi tentu saja ia tidak akan merusak suasana pagi ini."Sebenarnya kita dulu tidak akrab, dan aku lebih suka dengan kamu yang sekarang," jawab Galih dengan tersenyum tipis, mengenang bagaimana dulu mereka sering bertengkar dan bersitegang. Mereka tidak pernah cocok dalam segala hal, terlebih setelah Guntur tahu bahwa sebenarnya dirinya adalah anak adopsi dari sebuah rumah sakit."Benarkah? Pasti ada sesuatu yang membuat kita sangat berbeda pendapat. Bisakah kau mengatakan padaku apa yang tidak kamu suka dariku dulu?""Sudahlah Guntur, kau hanya perlu menjadi dirimu apa adanya saja. Toh semua itu akan kembali alami dan ingatanmu akan kembali secara bertahap. Dokter mengatakan tidak boleh m
"Tapi kami juga masih baru menikah, kami baru saja mau membicarakan soal bulan madu dan tidak tergesa-gesa memiliki anak. Bukankah begitu, Aziya?"Aziya terkesiap, menatap Galih dan juga ibu mertuanya bergantian. Jangankan berbulan madu, berbincang soal pribadi pun jarang mereka lakukan.Sering kali percakapan mereka hanyalah percakapan yang canggung antara atasan dan bawahannya, tidak lebih.Tapi bersandiwara mungkin tidak ada salahnya."Uhm, iya Bu, kamu baru mau berencana bukan madu. Soal anak masih belum dipikirkan...""Apa kubilang, Bu. Kami masih mau santai, tidak diganggu dengan urusan anak. Kalau Guntur mau menikah dan memiliki anak terlebih dahulu, ya sudah biar saja dia menikah.""Jangan begitu, Galih. Ibu akan sabar menunggu, akan tetapi akan lebih baik kalau Aziya banyak beristirahat, terlebih dia pernah mengalami cedera."Galih hanya mengangguk lalu ia berkata pada Aziya."Kalau begitu, kita akan mempercepat untuk cuti bulan madu. Bagaimana kalau besok?""Besok?" katanya
Tadinya ia berharap, Galih tulus membawanya untuk berbulan madu sebagainya mestinya sebagai suami istri, kalau saja ia tidak teringat bahwa mereka hanyalah drama, mungkin ia semakin berharap."Oh, kalian pastilah sangat bahagia dan saling mencintai, aku bisa merasakan bahwa seluruh hidupmu selalu tercurah untuk Isabella. Aku bisa merasakan ketulusan hatimu mencintai gadis itu," kata Aziya sentimentil.Sementara Galih menanggapi dengan mengedikkan bahunya, "Aku sangat mencintainya, tapi itu berlalu begitu saja, dan sekarang ternyata aku hanya berakhir menikahimu...," jawabnya."Hanya?""Kenapa? Pernikahan ini tidak nyata bukan? Atau sebenarnya... kau berharap kita menikah sungguhan? Hmm?"Ucapan Galih membuatnya terkesiap tak tahu harus menjawab bagaimana. Apa dia sudah gila berharap memiliki suami yang begitu egois dan mencintai wanita lain? Apa bedanya dengan Reza? Memiliki tubuh Reza tapi tidak memiliki hatinya, pada akhirnya mereka harus berpisah. Lebih baik seperti ini, tidak ada
"Entahlah, aku tidak menjamin. Tapi itu masalah gampang, Aziya. Kita bisa tidur dengan mematikan lampu, meskipun ada pengawasan kita tidak akan terlihat," balasnya, dalam hati ia ingin tertawa terbahak-bahak."Tapi... aku sudah tidur dalam keadaan gelap, nafasku akan terasa sesak dan menakutkan," lirih Aziya merasa gelisah dengan jawaban Galih."Astaga, begitu susahnya hidupmu."Perbincangan itu berakhir saat mereka tepat di depan pintu sebuah ruangan.Bagi Aziya, berada di dalam satu ruangan dengan Galih bukan lagi hal aneh. Akan tetapi satu tempat tidur dengannya tidak mungkin ia lakukan.Ada rasa takut dan meresahkan jika harus satu tempat tidur dengan pria ini.Setelah Galih memutar kunci dan membuka pintu ruangan tersebut akhirnya mereka bisa masuk dalam kamar besar villa tersebut.Aziya segera meletakkan tas dari punggungnya dan melangkah menuju balkon."Kau suka?" tiba-tiba Galih muncul mendekatinya."Iya, ini bagus banget. Andai kedua anakku ikut, mereka pasti senang dengan re