Anna melihat wajah sang suami yang hanya tersenyum padanya. Eric hanya diam saja dan sama sekali tidak menjawab pertanyaannya. "Eric, apa maksudnya ini? Kenapa kamu memberiku pakaian bayi?" Anna semakin tidak mengerti ketika pria itu hanya memperdalam senyumannya. Dalam pikiran Anna saat ini Eric begitu menginginkan kehadiran seorang bayi di antara mereka. Jadi berpikir bahwa mungkin mereka bisa mengadopsi seorang bayi untuk mereka rawat. Anna bukannya tidak mau, tetapi dia masih ingin berusaha dengan darah dagingnya sendiri. Anna masih memiliki harapan bahwa di kemudian hari dia bisa kembali hamil. Namun, melihat ekspresi wajah Eric yang sangat bahagia, membuat Anna juga menjadi tidak tega. Jika memang mengadopsi bayi adalah keinginan dari pria itu, Anna merasa bahwa dirinya juga tidak berhak untuk melarang. "Kamu ingin bayi? Kamu ingin kita mengadopsi seorang bayi?" Anna menghela napas, dia memegang tangan Eric kemudian berkata, "Baiklah, jika memang itu yang kamu inginkan. Aku
Anna merasa berdebar ketika perawat mengoleskan gel ke perutnya. Kemudian seorang dokter wanita menempelkan sebuah alat dan bertepatan dengan itu, layar monitor di depannya menampilkan sebuah gambar yang tidak asing untuk Anna. Tubuh Anna sampai membeku ketika melihat layar monitor di depannya. Seperti dia telah mendapatkan sebuah keajaiban dan hadiah ya memang sangat dinginkannya. Anna bahkan sampai tidak bisa berkata-kata ataupun mengeluarkan air mata. Saat ini dia merasa sangat bahagia jika memang pikirannya benar. "Nyonya Anna memang betul hamil, ya. Ini adalah rahim dan disini adalah kantung janinnya. Ukurannya sudah sebesar kacang polong ...." Dokter juga menjelaskan bahwa bayi mereka sudah mulai terbentuk seperti manusia pada umumnya hanya saja memang belum terlihat karena ukurannya yang masih kecil. Usianya juga masih kurang dari satu bulan sehingga rentan sekali bagi Anna untuk kelelahan. Anna baru bisa bernafas dengan lega setelah mendengarkan penjelasan dokter dengan ba
Eric menyipitkan kedua matanya, pria yang ada di depannya, tentu dia tahu. Dia adalah Phillip Ballard, CEO Velux grup sekaligus ayah kandung Jessie. Pria itulah yang mengusulkan pertunangannya dengan Jessie dulu. Namun, Eric menolak dengan tegas sebab dia memang tidak berniat untuk menjalin sebuah komitmen. Selain itu, setelah bertemu dengan mendiang Lily, membuat Eric ingin membalas budi dengan menikahi Anna. Sekarang Phillip tiba-tiba datang ke rumahnya tanpa pemberitahuan, apa yang dipikirkan oleh pria itu, tidak ada alasan yang lebih logis selain berhubungan dengan Jessie. "Untuk apa Anda datang ke rumahku?" Eric langsung ke inti pembicaraan. Eric bahkan tidak menawarkan Phillip untuk masuk ke dalam rumahnya. Phillip terkekeh melihat Eric yang sangat jelas tidak menerima kehadirannya. Tetapi dia sama sekali tidak peduli, yang dia inginkan hanyalah tujuannya tercapai. "Tuan Eric," Phillip tertawa kecil saat menyebutkan nama Eric. "Aku akan langsung saja ke inti, sangat aneh ba
"Aku tidak mau!" Eric menolak dengan tegas. Phillip sudah bisa menduga penolakan yang akan dilayangkan oleh Eric. Dia tahu bahwa Eric emang bukan seorang pria yang mudah diberi ancaman. Semakin Phillip berusaha mengancam, maka akan semakin sulit baginya mencapai keinginannya. Namun, Phillip juga bukan orang yang suka ditolak. Apapun yang diinginkannya pasti akan didapatkan dengan mudah. Meski sulit, dia tidak peduli, Phillip pasti akan dapatkan keinginannya. Tiba-tiba suara tawa Phillip terdengar, Eric hanya menyipitkan kedua matanya tanpa merespon apapun. Dia sudah muak, segera memberikan lirikan tajam pada Liam. Tanpa bicarapun Liam sudah paham, dia segera menekan sebuah tombol yang berada tidak jauh dari pintu ruang kerja. "Kamu tidak bisa menolak Jessie. Saya akan pastikan kamu tidak bisa lari dari tanggung jawabmu!" Tepat pada saat itu, dua orang pria dengan tubuh yang kekar masuk ke dalam ruang kerja. Mereka bersiap menunggu perintah dari tuannya. Phillip melirik ke arah
"Dari mana kamu mendapatkannya?" Anna hanya menatap suaminya tanpa ekspresi, dia melihat Eric selidik, dalam hati berharap bahwa berita itu tidak benar. Pesan yang diterima oleh Anna merupakan sebuah pesan singkat yang tidak diketahui dari mana asalnya. Tetapi orang yang mengirim menggunakan nomor itu berkata bahwa ada seorang gadis di luar sana yang sedang hamil anak suaminya. Anna tentu saja tidak percaya, tetapi dalam hatinya dia juga wanita biasa. Anna merasa cemburu dan juga terluka dengan berita itu meski dia yakin bahwa Eric bukan laki-laki brengsek seperti kebanyakan. Akibat rasa cemburu dan juga marah yang dirasakan oleh Anna, membuat dia enggan untuk berdekatan dengan suaminya. Sehingga kesalahpahaman itu akhirnya terjadi dan Eric menjadi pria yang salah di mata Anna. "Aku tidak tahu siapa yang sudah mengirimkan hasil foto USG itu padamu. Tapi, yang dikatakan oleh orang itu tidak benar," Eric berkata dengan nada suara serta ekspresi wajah yang sangat meyakinkan. Meliha
Ketika mereka sedang bercumbu mesra, secara tiba-tiba Anna merasakan sebuah dorongan yang familiar dari perutnya. Dia memejamkan kedua mata dengan erat, menahan hasrat ingin mengeluarkan sesuatu yang tidak nyaman. Hingga akhirnya, Anna sudah tidak lagi kuat, dia segera mendorong tubuh Eric dan beranjak dari ranjang. Segera berlari ke arah kamar mandi, dan menumpahkan seluruh isi perutnya di wastafel. Anna merasa sangat lemas hingga dia tidak mampu untuk menopang tubuhnya. Saat kedua kaki Anna sudah tidak lagi bertenaga, secara tiba-tiba sepasang tangan memeluknya. Anna menolehkan kepala dan melihat wajah Eric yang sangat mengkhawatirkannya. "Anna, kamu tidak apa-apa?"Tanpa melihat ke arah Eric, Anna hanya menganggukan kepalanya. Dia bahkan sudah tidak lagi bertenaga untuk membalas pertanyaan suaminya.Tanpa berkata-kata lagi, Eric segera menggendong Anna dan membawanya ke atas ranjang. Menidurkan istrinya itu dengan sangat hati-hati, seakan takut akan melukainya. Anna tidak banya
Eric tersenyum mendengar keinginan istrinya, dia mengusap rambut Anna kemudian berkata, "Laki-laki ataupun perempuan, Aku tidak akan mempermasalahkannya. Buatku, hal terpenting adalah, anak kita lahir dengan sehat. Kamu juga harus kuat untuk bisa merawatnya bersama denganku." Anna terperangah mendengar kata-kata yang diucapkan oleh suaminya. Terlebih diakhir kalimat yang diucapkan olehnya. Terdengar bahwa pria itu sangat mencintai Anna hingga takut kehilangannya. Membuat hati Anna merasa sangat tersentuh dan juga bahagia. "Kalau gitu, apakah kamu sudah menyiapkan nama untuknya?" Anna bertanya lagi. Eric terdiam beberapa saat, berpikir deretan nama yang bisa mereka gunakan. Tetapi tidak satupun nama yang terpikir olehnya. "Aku tidak tahu ingin menamai anak kita dengan nama apa. Bisakah kamu memberiku pilihan?" Kali ini ganti Anna yang terdiam, dia pun juga tidak tahu harus memberi nama bayi mereka apa. Karena ini adalah kali pertama untuk Anna memikirkan sebuah nama. "Aku juga ti
Anna menatap pintu kamarnya dengan perasaan tidak senang. Dia hanya bicara saja, tetapi kenapa suaminya malah benar-benar pergi meninggalkannya? Apakah pria memang tidak sepeka itu? Hanya melakukan semua yang dikatakan di mulut? Anna berdecak dengan kesal, dia menutup tubuhnya dengan selimut dan mencoba untuk memejamkan kedua matanya. Tetapi Anna tidak benar-benar bisa tertidur. Dia malah terus saja terjaga setiap mencoba untuk pulas. Setelah beberapa saat dalam posisinya, Anna sudah tidak tahan lagi. Dia segera bangun dan berjalan menuju pintu kamar. Tepat ketika itu, Anna dikejutkan dengan kehadiran Eric yang hendak masuk dengan membawa sebuah nampan. Anna membelalakkan kedua matanya, kemudian reflek memegang dada. Sesaat dia tidak bisa bersuara hingga akhirnya dia berhasil mendapatkan kembali kesadarannya. "Kamu mengejutkanku!" Anna berseru dengan kesal. Namun, dalam adegan ini, yang paling dikejutkan sebenarnya adalah Eric. Pria itu memegang minuman hangat tapi tiba-tiba Anna