Setelah keluar dari restoran, Anna langsung mengambil ponselnya dan menekan nomor sang kakak. Dia terus saja menelepon Clarissa tetapi tentu saja tidak dijawab. Saat ini kakaknya itu pasti sedang berada di lokasi syuting. Jadi dia berniat untuk pergi menghampiri.Ketika dia baru saja sampai, melihat Clarissa berada di dalam sebuah tenda yang sedang dirias, dia langsung berjalan menghampirinya."Maaf, bisa tinggalkan kami berdua?" Anna bertanya pada penata rias dan juga manajer Clarissa. Clarissa melihat Anna dengan sinis, lalu beralih pada sang manajer, "Tunggu di luar!" Setelah hanya ada mereka berdua, Clarissa tanpa melihat Anna, mengambil bedak padat dan mengoleskan bedak itu ke wajahnya. Dia bersikap seperti tidak ada Anna, hanya ada dia ruangan make up. "Apa tujuanmu ikut dalam film ini?" Anna langsung bicara ke inti. "Tentu saja karena aku ingin," jawab Clarissa tak acuh. "Apakah kau tidak tahu bahwa film ini adalah film pertama yang menggunakan naskahku?" Anna berharap, ba
Anna semakin tidak mengerti dengan perkataan Sean pada seseorang yang sedang dia telpon. Baru saja Anna ingin bertanya, tiba-tiba pintu ruangannya dibuka. Menampilkan sosok yang sangat dia kenal. Kedua mata Anna terbelalak, dia langsung bangun dari duduk dan berjalan menghampiri pria itu. "Kenapa kau ada di sini?" Anna bertanya."Untuk menjemputmu." Eric berjalan mendekatinya kemudian mengambil tangan Anna dan membawanya keluar dari ruangan itu. "Lepaskan aku!" Anna berseru sembari terus berusaha melepaskan diri. Namun, tenaga Eric jauh lebih kuat darinya. Hingga pergerakan Anna sangat percuma. Anna tidak tinggal diam, dia menghempaskan tangan Eric yang sedang menariknya ketika pria itu sedang lengah. Dia segera memundurkan tubuh, menjauhinya. Anna berbalik, melihat Sean yang menatap dengan senyuman. "Kau belum menjawab pertanyaanku. Apa yang sebenarnya terjadi?" Anna bertanya pada Sean. Anna masih merasa bahwa dia harus mendengar penjelasannya dari Sean. Sebab pria itu adalah CE
Anna tidak pernah berekspektasi bahwa dia yang akan menjadi pemilik dari Gwenevieve grup. Bahkan ketika dulu sang ibu tiri menjabat, dia tidak pernah meminta lebih dari yang dia tuntut. Anna tidak pernah menggilai sebuah jabatan, apalagi kepemilikan perusahaan milik sang ayah. Dia hanya ingin beberapa persen saham sebagai pertanda bahwa dia juga anak Agatha.Namun, setelah mengetahui bahwa dia adalah anak hasil perselingkuhan, meski dia masih memiliki hak dari sang ayah, tetap saja Anna merasa dia tidak berhak. Anna menundukkan kepala, pantas Clarissa berkata bahwa dia akan membuatnya merasakan seperti yang ibunya rasakan. Sebab saat ini Agatha sudah tidak memiliki apapun untuk berkuasa di Gwenevieve grup. Meski bukan dia yang memberhentikannya, tetap saja secara tidak langsung, dia telah membuat Eric melakukan hal itu. Anna jadi memahami alasan Clarissa masuk ke dalam projek film pertamanya. Tetapi, bukan dia yang membuat Agatha tidak lagi memiliki kekuasaan. Seharusnya Clarissa m
Anna menatap kedua mata Eric, dia tidak mau mempercayai pria itu tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan sebuah kebenaran. Eric sama sekali tidak mengada-ngada mengenai perasaannya pada Anna. Pria itu dengan tulus memiliki perasaan pada istrinya, Eric sungguh mencintai Anna. Anna menundukkan kepalanya, dia melihat jarinya yang saling bertaut. Dalam kepalanya saat ini seperti penuh dengan pemikiran tentang pria itu. Beberapa saat mereka tidak saling berbicara, setelah anda merasa siap, dia mengangkat kepala, "Aku butuh waktu." "Aku tidak memaksamu untuk cepat membalas perasaanku. Bukankah malam itu sudah kukatakan bahwa aku akan menunggumu? Selama apapun, aku akan selalu menunggumu membalas cintaku." Seumur hidup Anna, tak sekalipun dia merasa dicintai oleh orang lain. Sejak kecil dia selalu diperlakukan tidak adil. Meski saat itu ada Ayah yang mencintainya, tetapi sang ayah tidak setiap saat hadir. Pada akhirnya Anna memilih untuk menjawab perasaannya pada Eric nanti. Dia tidak
Anna melihat perubahan ekspresi di wajah sang ayah yang sulit dia baca. Tidak tau apa yang dipikirkan olehnya, dalam hati Anna hanya menginginkan sebuah jawaban."Ayah yang sudah memintanya melakukan hal itu." Kedua mata Anna terbelalak, dia bahkan tidak pernah menduga jawaban seperti itu yang terdengar dari bibir sang ayah. Dalam kepalanya hanya memikirkan bahwa Eric yang sudah melakukannya. Terlebih pria itu sama sekali tidak menyinggung apapun mengenai ayahnya. "Jadi, mengenai ...." Anna menghentikan perkataannya, tanpa bertanya, dia sudah jelas tahu jawabannya. Anna menundukkan kepalanya, kedua matanya terpejam untuk beberapa saat hingga akhirnya dia kembali mengangkat wajah dan berkata pada sang ayah, "Kenapa Ayah melakukannya?""Apakah butuh alasan bagi seorang ayah memberikan sesuatu pada putrinya?"Anna tidak bisa menanggapi perkataan Cedric. Dia mengerti tentang hal itu, tetapi perusahaan bukanlah suatu barang yang bisa diberikan dengan mudah. Ada banyak sekali nasib karya
Anna termenung mengingat percakapan terakhir sang ayah. Pikirannya tidak fokus hingga melewatkan satu bus yang berhenti di halte tempatnya menunggu. Ketika tersadar, bus telah pergi dan hanya menyisakan dia seorang. Anna menatap kepergian bus tersebut, menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan. Dia menundukkan kepala sembari memejamkan kedua mata. "Apa maksud Ayah?" Anna bermonolog. Pada awalnya sang ayah meminta dia untuk memikirkan kembali mengenai pernikahannya. Berkata bahwa dia berhak untuk memilih pria yang dia inginkan menjadi pendamping hidupnya. Berbicara mengenai Eric seakan pria itu bukanlah merupakan pria yang baik. Lalu secara tiba-tiba sang ayah membicarakan kebaikan Eric. Seakan ayahnya tahu bagaimana sifat suaminya ini. Anna menghela napas, "Apa yang sudah terjadi?" Anna melihat jam tangannya, hari sudah sore dan di jam seperti ini sangat sulit untuk mendapatkan bus di daerah ini. Jika dia tidak cepat-cepat kembali ke ibukota, maka dikhawatirkan kalau
Anna sudah mulai gelisah ketika siang sudah akan berganti malam. Cahaya jingga akibat matahari yang hendak terbenam, membuatnya semakin cemas. Anna tidak tahu keadaan malam di daerah ini, ibukota saja terlihat menyeramkan meski ramai. Apalagi daerah yang sepi seperti ini, bukan hantu yang dia takuti, melainkan orang-orang yang tidak punya otak yang akan melakukan segala cara demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Anna melihat ponselnya, tadi dia sudah berusaha untuk memesan taksi online tetapi tidak ada yang bisa menjemputnya. Hingga akhirnya dia menyerah, dan menelpon Eric supaya mau menjemputnya. Namun, sudah hampir dua jam pria itu tidak terlihat. Jarak tempuh yang lumayan jauh ditambah bersamaan dengan orang-orang yang pulang dari kantor, membuatnya bisa memahami keterlambatan suaminya. Tapi ketika hari sudah mulai gelap, tetap saja perasaannya menjadi cemas. Anna melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, jam analog itu sudah menunjukkan pukul 07.00 malam. Masih
Mobil yang berusaha dihentikan sama sekali tidak berhenti. Seketika itu juga Anna merasa bahwa sekarang adalah akhir hidupnya. Air matanya jatuh ketika terbayang wajah Eric. Akankah pria itu bersedih ketika dia sudah meninggalkan dunia ini?Anna meminjamkan mata, kedua tangannya terkepal dengan erat. Dia pasrah jika memang harus berakhir dengan cara yang seperti ini.Hingga tiba-tiba dia mendengar suara mobil yang berhenti, perlahan kedua matanya membuka, dan melihat pintu mobil yang terbuka. Silau cahaya lampu mobil membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas. Hingga seorang pria berjalan mendekat, barulah dia bisa melihat orang itu sebenarnya. "Eric," Anna bergumam. Saat ini dia tidak bisa berkata-kata, keterkejutan yang dia rasakan membuat suaranya seakan sirna."Kau tidak apa-apa?" Eric memegang bahu Anna, melihat ke segala sisi tubuh sang istri, setelah melihat tidak ada yang terluka, barulah dia bisa bernapas dengan lega. "Apa yang kau lakukan? Kenapa malah berhenti di depan mo