Tiba di rumah bi Sanih, Dini pun langsung di sambut dengan kata-kata ketus yang dilontarkan oleh Fitri. Dia terlihat kurang senang dengan kedatangan dari Dini ke rumah bi Sanih. Apalagi Dini membawa banyak barang belanjaan. Sudah pasti itu menjadi hal yang cukup risih bagi Fitri. Melihat Dini yang terlihat gembira akan segera pindah ke pondok pesantren. "Dasar perempuan tidak punya harga diri. Berpura-pura belajar agama, cuman untuk mendekati penghuninya saja. Lebih rendah dari seorang pelacur, aku pikir!" sindir Fitri sembari melipat tangan di atas perut. Tidak terima dengan ucapan dari Fitri. Dini yang sedang dalam perasaan gembira. Tiba-tiba marah besar dengan apa yang diucapkan oleh. Fitri. Dia menghampiri Fitri, sebelum mengatakan dengan tegas akan dirinya yang memang ingin belajar agama sepenuhnya. Bukan karena Gus Fiment atau siapapun. "Jika dari mulutmu, tidak bisa mengatakan hal yang baik. Diam jauh lebih dari apapun. Sebab sumber dosa lebih banyak dari mulut yang berkata
Bi Marni dan Pak Jum yang merupakan pegawai di pondok pesantren. Terlihat sedang begitu sibuk merapikan sebuah kamar. Sudah pasti akan ada penghuni baru di kamar, sehingga kamar itu di rapikan dengan begitu baiknya. Mereka terlihat begitu antusias untuk membersihkan setiap sudut ruang kamar. Di mana bi Marni bertugas untuk mengepel lantai. Sementara pak Jum bertugas mengangkat barang-barang seperti kasur dan lemari. Kamar itu merupakan kamar yang akan dipakai oleh Dini nantinya. Kamar yang berada di lantai 2, merupakan kamar yang cukup nyaman. Selain bisa melihat pemandangan yang indah di belakang pesantren. Di lantai dua sendiri, merupakan tempat yang biasa digunakan oleh Gus Fiment untuk mengaji. Ada sedikit keuntungan yang bisa dirasakan oleh Dini saat berada di kamar lantai 2. Umi Salamah yang baru melintas di depan kamar itu. Langsung masuk, dia ingin tahu tujuan dari bi Marni dan pak Jum membersihkan kamar tersebut. Mengingat itu adalah kamar yang akan ditempati oleh santri ba
Dengan hijab yang begitu mempesona, serta pakaian sederhana yang pas di tubuh Dini. Pagi ini Dini benar-benar terlihat begitu cantik. Bi Sanih yang pertama kali melihat Dini keluar dari dalam kamar. Terlihat tidak percaya, jika Dini akan begitu cantik dengan hijab dan pakaian muslim yang dibeli di pasar. "Masya Allah. Mbak Dini cantik banget," puji bi Sanih dengan mata melongok. Dini terlihat malu-malu kucing mendapat pujian dari bi Sanih. Ia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan pujian yang begitu besar dari bi Sanih. Sebenarnya Dini merasa penampilan dirinya sama sekali tidak secantik yang digambarkan oleh bi Sanih. Dia merasa tetap sama, hanya saja pakaian Dini yang saat ini sudah semakin tertutup. "Apakah pakaian ini sudah baik, Bi?" tanya Dini dengan wajah ragu. "Tentu saja baik. Sudah sangat baik dan cantik," jawab bi Sanih kembali memuji Dini. Bi Sanih yang akan turut serta dalam kepergian Dini ke pondok pesantren. Sudah siap membawa satu koper perlengkapan dari Din
Begitu tiba di kamar miliknya, Dini langsung di sambut hangat oleh Fachri dan Fatimah. Keduanya sudah menunggu kedatangan dari Dini sedari tadi. Hingga keduanya pun terlihat begitu antusias melihat Dini yang datang bersama dengan bi Sanih. Tidak ubahnya dengan Fatimah dan Fachri, Dini sendiri begitu senang dengan sambutan sederhana yang diberikan oleh Fachri dan Fatimah."Assalamualaikum," sapa Fachri pada Dini dan bi Sanih. "Wallaikumsallam," jawab Dini dan bi Sanih penuh kebahagiaan. Fatimah yang terlihat senang melihat kedatangan dari Dini. Langsung menyodorkan tangan kanannya untuk berkenalan dengan Dini. Dia segera memperkenalkan diri pada Dini dengan begitu lantangnya. "Assalamualaikum Kak. Perkenalkan, namaku Fatimah Abraham. Aku sepupunya Mas Fachri." "Wallaikumsallam. Namaku Dini," Dini menjabat tangan Fatimah. "Semoga kamu betah di sini yah Dini. Aku harap kamu bisa belajar ilmu agama, seperti yang kamu harapkan. Aamiin," ucap Fachri kembali tersenyum. "Mudah-mudahan s
Hari rabu, ini adalah hari yang paling menggembirakan. Di mana hari ini adalah hari kajian perempuan dilakukan. Dengan Gus Fiment yang akan memberikan materi. Dini merasa sudah tidak sabar untuk segera mengikuti kajian yang akan segera di mulai. Apalagi ini adalah kali pertama Dini mengikuti kajian. Selama ini, ia tidak pernah mengikuti kajian seperti ini. Tidak ingin tampil biasa saja. Dini tentu sudah siap merias diri secantik mungkin. Di mana riasan dari Dini, tentu akan jadi riasan yang sempurna saat orang melihatnya. Tidak ada yang salah, Dini hanya ingin tampil sedikit beda saja saat berada di kajian nantinya. Dini bercermin, tersenyum pada bayangan wajahnya di depan cermin. Bagaimana ia membayangkan Gus Fiment yang akan terpukau dengan kecantikan yang Dini miliki. Sembari sedikit menghayal, Dini merasa hari ini akan menjadi hari yang sempurna untuk bisa dijalani oleh Dini. "Apa Gus Fiment akan tertarik padaku di hari ini? Jika memang begitu, aku harap dia akan memujiku. Atau
Semua orang terlihat begitu gembira. Saat melihat kedatangan dari Gus Fiment. Melihat sorban yang ada di kepala Gus Fiment. Membuat beberapa jemaah mulai panas dingin. Terutama para santri yang baru pubertas. Mereka melihat seperti sosok seorang pangeran yang begitu di idolakan. Gus Fiment mulai mempersiapkan materi yang akan di bawakan di siang hari ini. Materi tentang hijrah, menjadi materi yang sudah di tunggu oleh semua orang. Dini datang sedikit terlambat, dia baru masuk madrasah saat Gus Fiment sudah hampir memulai acara kajian. Dini dengan pakaian yang begitu cantik. Sudah tidak sabar untuk mendengarkan setiap nasehat yang akan di berikan oleh Gus Fiment pada semua jemaah yang hadir. "Assalamualaikum Gus. Maaf saya telat," ucap Dini dengan wajah sumringah. "Wallaikumsallam. Tidak apa. Acaranya belum di mulai juga. Jadi silakan duduk," jawab Gus Fiment dengan begitu lembut. Hati Dini terasa begitu meleleh saat mendengar suara dari Gus Fiment. Dini benar-benar mengidolakan G
Dua preman yang sudah di siapkan oleh Gus Fatur. Siap menjalankan rencana dari Gus Fatur dengan baik. Mereka sudah menganalisa pesantren dengan begitu baiknya. Ini adalah cara yang cukup baik. Sehingga mereka siap melakukan tindakan yang akan membuat Gus Fiment ketakutan dengan apa yang akan di lakukan olehnya. Hujan turun deras, di mana aktivitas pesantren terlihat sepi. Para santri lebih memilih untuk berdiam diri di dalam kamar masing-masing. Menunggu waktu magrib datang menjemput. Di balik pohon mangga besar, dua preman sudah siap dengan strategi yang akan di lakukan pada Gus Fiment. Di mana strategi itu siap membuat Gus Fiment kecelakaan. Sehingga rencana dari Gus Fatur bisa di eksekusi dengan baik oleh kedua preman tersebut. Menggunakan nomor telepon acak, salah satu dari preman itu mulai menghubungi Gus Fiment. Dengan modus meminta tolong pada Gus Fiment. Preman itu sukses meyakinkan Gus Fiment akan kebohongan yang sudah di buat. Gus Fiment yang percaya dengan omongan dari p
Melihat Gus Fiment yang hanya memar saja, tentu itu menjadi sebuah hal yang buruk bagi Gus Fatur. Dia berharap Gus Fiment akan mengalami luka. Sehingga itu akan menjadi pelajaran berat bagi Gus Fiment yang menolak proyek pembangunan vila. Gus Fatur yang berpura-pura seakan tidak tahu apa-apa. Terlihat santai saat melihat kondisi Gus Fiment di ruangan UKS. Dia layaknya orang yang tidak tahu apa-apa, masuk ke dalam ruangan. Berbincang sedikit dengan Gus Fiment dan Fatimah yang berada di ruangan UKS. "Siapa yang sudah memukuli kamu?" tanya Gus Fatur tiba-tiba. "Tidak tahu Mas. Tapi aku lihat muka orang itu. Mereka berbadan besar. Sepertinya mereka preman bayaran. Mereka sengaja di perintahkan untuk memukuli aku," jawab Gus Fiment. "Apa mungkin Mas Fatur kenal dengan kedua preman itu. Siapa tahu Mas Fatur kenal dengan keduanya," ucap Fatimah dengan sedikit menyindir. "Apa maksud kamu? Kenapa kamu berbicara seperti itu. Kamu menuduh aku melakukan itu! hah," ucap Gus Fatur menarik tang