Malam hari (Di kontrakan Miranda)
Ia tengah berkutat memasak omelet atas permintaan Ochan. Dengan sangat telaten, Miranda menyiapkan bahan-bahan yang di perlukan seperti telur, daun bawang dan bumbu-bumbu lainnya yang menambah kenikmatan masakan tersebut.
Sementara Ochan menunggu masakannya matang sambil menonton TV. Aromanya yang mulai menguar seisi ruangan membuat Ochan menghirup dalam-dalam sambil memegangi perutnya yang keroncongan.
"Ma, syudah belum. Ochan lapal," teriaknya dari sudut.
Miranda hanya tersenyum, lalu menjawab.
"Dikit lagi, sayang. Tadi kan Ochan baru makan indomie, masa sudah lapar lagi sih," ucap Miranda gemas. Tapi ia senang jika Ochan nafsu makan seperti ini. Tubuhnya pun sudah mulai keliatan berisi. Terlihat dari pipinya yang gembil.
"Nah sudah matang deh." Mira mengambil dua piring beserta sendok dan garpunya.
"Di habisin ya, Nak," ucap Mira menyodorkan omelet-nya.
"Iyah, Mamah juga," sahut Ochan.
<Dari mana saja kamu Haikal?" Mamah Siska langsung menghadang putranya begitu hendak menaiki tangga. "Mamah, kok belum tidur." Haikal menoleh dan tersenyum tanpa rasa bersalah. Ia pun menyadari ekspresi sang mamah yang sudah dipastikan sedang marah. Karena, tak menepati janjinya untuk pulang cepat dan makan malam bersama Cindy. "Maaf, Mah. Tadi aku--" "Jawab pertanyaan mamah, Haikal! Kamu dari mana?" cecarnya mengintimidasi. "Dari apartemen Jaja, Mah," ucap Haikal terpaksa bohong. Ia tak ingin mamahnya menyalahkan Mira, atas dirinya yang tak menepati janji untuk makan malam bersamanya. Haikal memang sengaja menghindar. Makanya ia berlama-lama di rumah Mira. "Besok lagi bicaranya ya. Aku capek banget," ucap Haikal memelas. "Semenjak kenal wanita itu. Sikap kamu jadi berubah, Haikal. Kamu sering membangkang. Kamu tahu, Mamah, Papah sama Cindy sudah menunggu sangat lama. Cindy benar-benar kecewa sama kamu!" "Ya baguslah kal
Di ruangan meeting Haikal memandang jengah, seorang pria yang berdiri membacakan sebuah presentasi. Walaupun pria itu menjelaskan dengan sangat detail dan profesional, namun terlihat sangat jelas rautnya memancarkan aura permusuhan. Aura yang membuat Haikal muak untuk menatapnya. Betapa tidak, dia adalah Sky Devano. Saingan terbesar Haikal dalam bisnis maupun percintaan. Dulu mereka sama-sama mencintai wanita yang sama, yaitu Aluna. Sebab itulah hubungan keduanya tidak pernah membaik. Hingga akhirnya mereka dipertemukan lagi sekarang atas tawaran kerja sama untuk pembangunan hotel di kota Bandung. "Senang bertemu lagi dengan Anda, Pak Haikal Haditama," ucap Sky tersenyum misterius. Ia mengulurkan tangannya pada Haikal. Haikal tersenyum kecut. Ia bahkan enggan menerima uluran tangan tersebut. "Ok..." Sky akhirnya menarik kembali uluran tangannya. Ia tersenyum smirk. Saat ini mereka hanya berdua. Setelah meeting selesai, tentunya semua kembali l
Tadi sebelum mulai meeting Haikal meminta Joe untuk membeli sebuah cincin. Ia memang berniat akan melamar Mira hari ini. Tak peduli dirinya akan ditolak, yang terpenting Haikal sudah berusaha. Ia memang bukan tipe pria yang suka basa-basi, apalagi Mira sudah memberikannya lampu hijau lewat ciuman malam itu. Dulu saat bersama Aluna pun, ia melamarnya. Namun, Aluna menolak dengan alasan ingin fokus dengan karir.Miranda membuka kotak itu dengan tangan yang gemetar. Seketika matanya berbinar melihat sebuah cincin berlian yang mengkilau di hadapannya."Pak Haikal," lirih Mira tak percaya."Maukah kamu menikah denganku, Mir?" Haikal menatap penuh harap.Jantung Mira sudah berdetak cepat dari tadi. Seumur hidup, baru kali ini dirinya merasakan hal yang romantis dari seorang pria. Dulu semasa gadis, Mira memang tidak pernah berpacaran apalagi sampai dilamar seperti ini."Bangun dulu, Pak." Mira membawa Haikal duduk di sebelahnya. "Memang gak pegel jongkok
Setelah perdebatan panjang antara Mamah Siska dan Haikal, kini pria tampan berbadan tegap itu bersedia menemui Cindy di cafe. Setelah di pikir-pikir, Haikal juga harus bicara empat mata dengan wanita itu. Ia harus menyelesaikan perjodohan ini dengan kepala dingin. Apalagi setelah tahu ucapan Jaja kemarin, ternyata wanita yang ditaksirnya adalah Cindy, Haikal pun berniat mau menyatukan keduanya.Mobil terhenti di sebuah Cafe ternama. Haikal turun, lalu merapihkan jasnya dengan gagah. Ia melepas kaca mata dan menaruhnya di kerah kemeja. Pandangannya mengedar ke setiap sudut."Di mana gadis itu," gumamnya."Haikal," teriak Cindy yang melihat punggung Haikal dibalik pintu masuk. Haikal pun menoleh dengan senyum simpulnya."Maaf membuatmu nunggu lama," ucap Haikal. Ia menjatuhkan bokongnya di kursi berhadapan dengan Cindy."Gila, ganteng banget ni cowok," batin Cindy tergoda."Halo, kenapa diam?" Haikal melambaikan tangannya tepat di wajah Cindy.
Hanya butuh 30 menit untuk sampai di kontrakan Miranda. Haikal menepikan mobilnya di depan gang.Dengan senyum yang terus mengembang, ia berjalan sambil bersiul-siul.Miranda yang melihat dari kejauhan pun langsung terkejut. Perasaan belum lama ia melihat Haikal berada di Cafe bersama Cindy. Ngobrol berduaan dan sangat serius hingga membuatnya cemburu. Kenapa sekarang tiba-tiba nongol."Kamu," ucap Mira ketus. "Ngapain ke sini?"Menyadari ada yang berubah dari nada ucapan Miranda, Haikal mengerutkan kedua alisnya."Kamu lagi dateng bulan ya, kok galak sih. Perasaan kemarin sudah berubah sikapnya. Ada apa, sayang?"Mira memutar bola matanya jengah. Ia hendak menutup pintu, namun dengan sigap Haikal menahannya menggunakan kaki."Mir, kamu kenapa sih?" tanya Haikal kebingungan. Ia merasa tidak melakukan kesalahan apapun."Kamu pulang saja! Ngapain sih ke sini bukannya tadi lagi sibuk sama cewek lain," ucap Mira ketus. Tanpa di sad
"Kamu keterlaluan, Haikal!" pekik Mamah Siska ketika anaknya baru saja sampai. Tak mempedulikan ucapan mamahnya, Haikal terus melangkah menuju dapur. "Ada apa, Mamah?" jawab Haikal santai. Ia membuka kulkas, lalu menuangkan air putih dingin ke gelasnya. Gluk... gluk... Terasa segar ketika air itu melewati tenggorokannya. "Dari mana kamu sampai kepanasan seperti itu?" Mamah Siska mengalihkan pertanyaannya ke yang lain, saat melihat wajah Haikal yang terlihat berantakan. "Baju kamu juga basah." "Habis nemuin Cindy. Itu kan yang mamah inginkan? Aku sudah bicara padanya." Haikal menaruh gelas kosong, lalu duduk di kursi panjang dekat dapur. "Itu yang mau mamah tanyakan sama kamu. Cindy sudah bicara semuanya sama mamah."
Hari ini Haikal menyiapkan segala keperluannya untuk berangkat menuju kota Bandung besok pagi. Sebelumnya ia mengabari Mira tentang ini. Ia ingin sebelum keberangkatannya tiba, menyempatkan waktu lebih dulu untuk bisa bersama wanita pujaannya itu. Karena mungkin saja Haikal akan lama di sana, dan sudah dipastikan dirinya bakal merindukan Miranda dan juga Ochan.Namun berkali-kali Haikal menghubungi nomornya, Mira tak menjawab dan bahkan hanya membaca pesan whatsApp yang ia kirim."Dasar wanita. Kalau ngambek nyebelin banget sih." Haikal mendengus sebal."Ya sudah, aku langsung ke kontrakannya saja." Haikal langsung menyambar kunci mobil menuju kontrakan Mira.Di perjalanan, saat lampu merah berhenti, matanya tak sengaja melihat seorang wanita yang menyetir di sebelah kanan mobilnya. Haikal mengucek mata berkali-kali memastikan bahwa apa yang dilihatnya tidak salah."Itu kan--" mata Haikal langsung membulat seakan tak percaya. Jantungnya pun berdegu
DreetttGetaran ponsel membuat Haikal mendegus sebal. Bisa-bisanya di saat momen seperti ini ada saja orang yang mengganggunya."Angkat saja dulu." Baik Haikal maupun Miranda mengatur napasnya yang tersengal-sengal."Kamvret doangan! Ngapain ni anak nelpon gua segala!" gerutu Haikal dalam hati. Ia menggeser tombol hijau itu dengan kasar."Halo," ucapnya sangat ketus."Bro, lo di mana. Ke Apartemen gua sekarang juga. Ada yang mau gua omongin!" ucap Jaja dari seberang sana."Gak bisa, gua lagi sibuk!" Haikal langsung mematikan panggilannya begitu saja."Sial! Awas aja lo kalau curhat gak bakalan gue dengerin!" gerutu Jaja kesal."Siapa?" tanya Mira penasaran."Si Jaja. Emang anaknya rese, suka gangguin aku," ucap Haikal tersenyum."Oooo." Mira manggut-manggut. "Teman kamu?""Iya, sayang. Nanti aku kenalin ke kamu ya. Tapi gak sekarang," ucap Haikal. Ia kembali mendekat, lalu mengusap lembut pipi Mira.