Selama di dalam mobil, suasana sangat hening. Lisa tak berkata sepatah kata pun dan Reynold hanya diam, berfokus pada jalanan yang ada di depannya itu.Reynold melirik pada kekasihnya, lalu akhirnya ia pun membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu. "Lisa, boleh kah Aku meminta tolong padamu?" Gadis itu hanya meliriknya, kemudian menjawab, "Tentu saja.""Terima kasih, Aku minta saat di pesta nanti Kau jangan sekali pun menyinggung nama ayahku," pinta pemuda itu."Bolehkah Aku tahu mengapa?" Lisa tampak heran dengan permintaan yang tiba-tiba itu.Reynold menggenggam tangan gadis itu dengan lembut sebelum akhirnya ia berkata kembali. "Jika mereka tahu kalau Aku adalah putra Michael Clifford, bukannya mereka akan menarikku darimu karena ingin mengorek informasi mengenai ayah dariku?"Pemuda itu memandang wajah gadis cantik itu dengan serius sembari mengusap punggung tangan wanita itu dengan sangat lembut, lalu melanjutkan penuturannya, "Aku tidak ingin ada yang
Reynold akhirnya sampai di lantai dua. Tak terduga, ternyata di sana sangat sepi, berbanding terbalik dengan suasana di lantai bawah yang begitu sangat ramai. Sebelum melangkah jauh, untuk menutupi identitasnya, terlebih dahulu ia mengeluarkan sebuah topi ski yang sudah ia lubangi dari saku jas yang dikenakannya, lalu mengenakannya secara menyeluruh sehingga wajahnya tertutup olehnya kecuali bagian matanya. Ia terdiam sejenak sembari menelisik tiap sudut lorong terdekatnya untuk memastikan letak CCTV agar ia bisa menentukan bagaimana posisinya berjalan untuk meminimalisir jejak rekaman dirinya dalam benda pengawas itu.Setelah menemukan beberapa benda itu, ia lalu berjalan dengan santai dan natural tetapi hati-hati dan berusaha berjalan pada titik buta benda itu. Setelah berjalan cukup lama di sebuah lorong di lantai dua, akhirnya pemuda itu sampai di tangga lainnya yang menuju ke lantai tiga.Ia berhenti sejenak sembari mendongakkan kepalanya, melihat ujung dari tangga
POV Wendy.Setelah berhasil kabur dari rumah Fery Rewise, aku langsung pergi ke rumah Chris. Sebenarnya aku sudah mencoba menghubunginya lewat telepon, tapi tidak seperti biasanya dia tidak menerima panggilan dariku sehingga aku mengonfirmasi kedatanganku ke rumahnya melalui pesan singkat saja.Kini aku sudah sampai di depan pintu gerbang rumahnya yang tertutup dan dijaga oleh beberapa penjaganya yang bertampang sangar dan tentu saja berperawakan tinggi besar juga. Mereka menanyakan maksud dan tujuan kedatanganku, serta menyuruhku untuk memperlihatkan kartu identitasku sebagai sebuah langkah pengamanan karena Chris adalah orang penting dan tentu saja rumahnya harus sampai dijaga ketat seperti ini."Well, bagaimana pun dia pasti punya banyak musuh, jadi sudah pasti hal seperti ini harus dilakukan," pikirku sembari memandangi kartu identitasku yang masih berada di tangan mereka."Maaf sudah membuatmu menunggu, Nona Wendy Medeline, bos sudah menunggu Anda, jadi silakan masuk!" ujar salah
Melihat reaksi Chris yang tampak santai seperti itu setelah mendengat laporanku itu membuatku merasa ada yang ganjil dengan reaksinya sekarang."Kau masih ingin berdiri di sana, hm?" Chris berkata lagi, tetapi kali ini penuh dengan tekanan, seakan secara tak langsung ia menyuruhku untuk duduk di dekatnya.Merasa suasana hati Chris sedang tidak kondusif, mau tak mau aku melakukan apa yang diperintahkannya. Dengan langkah yang berat dan penuh keraguan, aku pun akhirnya duduk di sofa kosong yang berada tepat di hadapan pria itu.PUK!PUK!Pria itu menepuk tempat kosong di sofa yang didudukinya dengan keras. "Di sini! Duduk di sini!" serunya dengan tampang menyebalkan biasanya.Untuk menjaga suasana hatinya, tanpa memprotes aku pun langsung beralih tempat duduk ke sampingnya sehingga kini kami duduk bersebelahan.Tepat setelah aku duduk di sampingnya, pria itu tiba-tiba merangkulku, lalu dengan tangan satunya, ia mengangkat wajahku sehingga wajah kami saling
"Seperti yang kukatakan tadi, yang menurutmu kegagalan itu sebenarnya adalah sebuah keberhasilan yang menguntungkan," timpal Michael sembari tersenyum semringah karena memang benar ia merasa terbantu dengan laporan dari Reynold, bukan karena sedang mencoba menghibur putranya yang tengah merasakan kegagalan."Flashdisk itu ... Awalnya Aku juga masih meragukan apakah benda itu benar-benar penting atau tidak, tapi setelah apa yang terjadi padamu ketika mencoba mencurinya, Aku menjadi semakin yakin akan betapa pentingnya benda itu. Dengan begitu, Kau tahu apa maksudnya bukan?" tutur Michael yang mencoba menjelaskan apa yang dipikirkannya pada putranya itu.Michael terdiam sembari menatap Reynold seakan ia sedang mengamatinya untuk melihat reaksinya. Benar saja, setelah itu Reynold seakan tercerahkan, dan ia pun mencapai sebuah kesimpulan dalam benaknya. "Kita hanya tinggal mencurinya lagi tanpa ada keraguan, begitu?" tanya Reynold memastikan.PROKPROKPROKPria paruh baya yang tampak men
POV Wendy.Keesokan harinya. Hari Senin adalah hari perkuliahan yang diawali dengan perkuliahan Martin yang dimulai pada pukul 9. Tentu aku sangat ingat bahwa aturan terlambat dosen aneh itu mengatakan bahwa jika mahasiswa atau pun Martin sendiri tidak boleh telat lebih dari 10 menit. Namun lihat aku sekarang, berlari di gerbang kampus dengan sekuat tenaga di saat kulihat jam sudah menunjukkan pukul 09.05, yang mana itu artinya tinggal 5 menit lagi waktuku agar masih bisa tetap masuk dan mengikuti perkuliahan."Keh! Sialan! Bagaimana bisa Aku terlambat bangun?!" rutukku yang sungguh tak percaya bagaimana bisa aku si ahli begadang ini baru bangun ketika jam sudah menunjukkan pukul 08.15."Aku cuman menonton film sampai jam 3, kenapa bisa Aku terlambat ... Ah! Kenapa Aku malah mendengarkan saran Viona untuk menonton film tidak berguna itu!" Sembari berlari Aku terus mengingat-ingat kembali hal tidak berguna yang kulakukan semalam."Akh! Aku harusnya-" DUGH!Belum selesai aku mengeluhka
Kini aku dan Reynold sedang berada di perpustakaan. Sudah sekitar 1 jam kami berada di tempat ini hanya untuk mengerjakan tugas kelompok yang waktu itu. Memang kami saat ini hanya berduaan saja, tapi sedari tadi yang kami lakukan hanyalah membaca buku dan sesekali berbicara sebentar untuk sekedar mendiskusikan apa yang kami temukan dalam buku yang sedang kami baca.Sesekali aku mencuri pandang padanya, mencari waktu yang tepat untuk berbicara santai sehingga aku bisa mendapat perhatiannya. Namun sayang sekali, sedari tadi aku hanya mendapatinya sangat serius membaca bukunya tanpa sedikit memberi kesempatan padaku untuk memulai berbasa-basi."Hm, ini benar-benar ... Sepertinya Aku berbicara asal saja tanpa memperhatikan suasana hatinya saat ini. Masa bodoh, Aku hanya ingin diperhatikan!" pikirku yang sudah geregetan dengan keheningan di antara kami."Em ... Rey, Aku-""Hm? Kau sudah selesai?" sela pemuda itu tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang sedang ia baca
Jam perkuliahan terakhir pun usai. Kini saatnya bagiku untuk pergi menemui Martin di ruang kuliahnya. Tentu aku tidak pergi sendiri, aku pergi bersama Viona. Gadis itu memaksa untuk ikut karena ia sangat penasaran dengan apa yang hendak DPA kita bicarakan denganku."Viona, kenapa tampangmu seperti itu?" tanyaku yang heran dengan tampang Viona yang terlihat kesal dalam perjalanan kami menemui Martin.Ia melirik padaku dengan malas, lalu menjawab, "Tidak kenapa-kenapa, Aku hanya sedang berpikir.""Hm? Apa yang mengganggumu?" tanyaku lebih jauh."Hah~ lupakan saja, Kau tidak akan mengerti!" serunya dengan tampang kesalnya masih tidak berubah mengekspresikan perasaannya.Aku pun tidak memperpanjang lagi hal yang sebenarnya tidak penting untukku itu, dan memilih untuk diam saja.Tak lama, kami sampai di depan ruangan yang dimaksud. Tampak pintu ruangan masih tertutup rapat karena di dalam sana sepertinya perkuliahan Martin belum selesai. Mengetahui hal itu, kami pun duduk di bangku dekat p