Damian menatap hangat Kimberly yang tertidur pulas setelah minum obat. Dokter masih belum mengizinkan Kimberly untuk pulang. Namun, meski demikian dokter mengatakan kondisi Kimberly baik-baik saja. Begitu pun dengan kandungan Kimberly yang sehat dan kuat. Walau tak dipungkiri rasa sedikit cemas masih tetap ada. Hal itu kenapa Damian masih belum beranjak pergi dari ruang rawat Kimberly.Tangan kokoh Damian membelai pipi Kimberly lembut. Mengecupi seluruh wajah sang kekasih. Hatinya tenang kala merasakan embusan napas halus Kimberly menerpa punggung tangannya. Sejak tadi yang Damian lakukan terus mengecupi wajah Kimberly dan memeriksa napas Kimberly.Dalam hidup, ini pertama kali Damian merasakan ketakutan. Melihat dengan mata kepalanya sendiri mobil yang membawa Kimberly jatuh ke jurang, membuat jantung Damian nyaris berhenti berdetak. Entah, dia tak bisa memikirkan bagaimana dirinya, jika tanpa Kimberly.Kimberly bukan cinta pertamanya, tapi Damian tak mengerti kenapa dirinya takut ke
“Damian, aku sudah keyang.” Kimberly hendak menyudahi makanan yang disuapi oleh sang kekasih. Pagi menyapa, Damian sudah menyuapi banyak makanan untuk Kimberly. Dalam keadaan sakit seperti ini, Damian selalu meminta Kimberly serta memaksa untuk banyak makan. Mengingat Kimberly sedang hamil muda, itu yang membuat Damian overprotective.“Kim, makan sedikit lagi.” Damian memaksa Kimberly lagi untuk menghabiskan makanan yang dia suapkan pada Kimberly.Kimberly mengembuskan napas panjang. Tanpa membantah, akhirnya dia kembali menerima suapan dari Damian. Menghindari pertengkaran adalah jalan yang terbaik. Dia tak mau bertengkar hal kecil dengan Damian.“Damian, aku sudah kenyang. Jangan minta aku makan lagi.” Kimberly mengerutkan bibirnya sebal.Damian mengulum senyumannya, dan mengangkup kedua pipi Kimberly, mengecupi bibir sang kekasih yang mengerut itu. “Kau sedang hamil, Kim. Wanita hamil wajib untuk banyak makan. Kau bukan hanya makan untuk dirimu saja, tapi anak kita juga makan.”“Da
Sayup-sayup mata Maisie mulai terbuka. Cahaya putih yang menyorot menangkap ke matanya. Tepat di kala mata Maisie sudah terbuka, tatapannya teralih pada Ernest yang begitu setia duduk di tepi ranjang, menunggu dirinya. Detik itu juga ingatannya langsung mengingat dirinya dirawat di rumah sakit.“Kau sudah bangun? Apa kau ingin makan sesuatu?” tanya Ernest menawarkan seraya membelai pipi Maisie lembut. Tatapan pria paruh baya itu menatap hangat sang istri—yang begitu pucat. Beruntung dokter mengatakan kandungan Maisie baik-baik saja. Walau cukup lemah, tapi selama ini sang istri selalu rajin mengonsumsi obat penguat kandungan. Itu yang sangat membantu, ketika istrinya dalam keadaan benar-benar drop.“Aku belum lapar. Nanti saja aku makan. Apa Gilda sudah siuman?” Fokus Maisie hanya pada putrinya.“Belum. Gilda belum siuman.” Ernest membelai lembut pipi Maisie.“Lalu bagaimana dengan Kimberly?” Lepas dari rasa khawatir pada Gilda, tentu saja Maisie tetap merasa bersalah pada Kimberly. B
“Kim, aku harus keluar sebentar. Freddy menungguku di kafe rumah sakit yang ada di lantai bawah. Ada beberapa dokumen penting yang aku harus periksa. Kau di sini akan ditemani perawat. Tidak apa-apa, kan?” Damian membelai pipi Kimberly seraya memberikan kecupan di hidung kekasihnya itu. Tatapannya menatap hangat Kimberly, dan penuh damba.“Apa ada pekerjaan yang tertunda, Damian?” Kimberly bertanya pelan. Sudah beberapa hari ini Kimberly berada di rumah sakit, dan selalu Damian yang menunggu dirinya. “Semua baik-baik saja. Pekerjaanku lancar. Kau tidak usah khawatir. Aku hanya memeriksa dokumen sebentar. Nanti aku akan segera ke sini. Jika kau butuh sesuatu, kau bisa bilang pada perawat,” kata Damian seraya memberikan kecupan di bibir sang kekasih. Kimberly menganggukkan kepalanya. “Ya sudah, tidak apa-apa. Kau pergi saja. Tidak usah mencemaskanku, Damian. Kau selesaikan dulu pekerjaanmu.”Damian tersenyum seraya mengecup kening Kimberly. Detik selanjutnya, ketika dia pergi mening
Suara Deston bertanya pada Kimberly dengan nada dingin tersirat penuh ancaman. Kilat mata cokelat menatap lekat, dan tegas pada Kimberly yang duduk di hadapannya. Sudah sejak kemarin Deston ingin berbicara berdua dengan Kimberly, tapi dia terus menunda karena menunggu sampai Damian tak ada di samping Kimberly.Ruang rawat Kimberly itu terselimuti keheningan yang bercampur rasa cemas, takut, khawatir. Meskipun tenang, tapi wajahnya tak menampik menunjukkan rasa takut. Benaknya berusaha berpikir positive dari maksud ucapan Deston, tetapi yang ada malah hanya pikiran negative. Jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya, akibat kerisauan yang melanda.Hingga ketika Kimberly telah mengumpulkan keberaniannya, tatapan matanya menatap dalam, tegas, dan tersirat sopan pada Deston. Dia menyadari bahwa ini pasti akan terjadi. Statusnya yang pernah menikah dengan Fargo, pasti akan membuat keluarga malu.“Grandpa, sebelumnya aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk melawan atau bersikap tidak s
Sudah lebih dari lima hari Kimberly dirawat di rumah sakit. Kondisinya sebenarnya sudah sehat dan pulih. Dua hari lalu dokter sudah memperbolehkan Kimberly untuk pulang, tapi Damian belum mengizinkan karena pria tampan itu ingin dokter benar-benar mengawasi kesehatannya dulu. Mengingat Kimberly jatuh dari tebing, membuat Damian selalu cemas.Kimberly sudah tak betah di rumah sakit. Beberapa kali dia merengek meminta pulang pada Damian, tapi tetap Damian ingin Kimberly benar-benar pulih. Lagi pula jika masih berada di rumah sakit, dokter bisa extra mengawasi Kimberly. Itu yang ada di dalam pikiran Damian. Well, mau tak mau Kimberly pasrah tak bisa membantah.Selama lebih dari lima hari di rumah sakit, yang kerap menjenguk Kimberly adalah Carol dan terkadang Fargo datang membawakan makanan untuknya. Sementara keluarga Fargo tak sama sekali menjenguk. Hanya pernah Deston, itu pun bukan menjenguk melainkan hanya memberikan ancaman pada Kimberly. Meski demikian, Kimberly sama sekali tak ma
Damian menarik selimut Kimberly, merapatkan selimut itu ke tubuh sang kekasih. Pria tampan itu mengecup kening kekasihnya itu seraya memberikan tatapan hangat pada sang kekasih. Beruntung malam ini Kimberly tidur lebih awal. Paling tidak, dia sudah tenang Kimberly tidur lebih awal. Dia akan bisa kembali memeriksa pekerjaan tanpa harus memikirkan Kimberly yang menunggunya istirahat.Damian membenarkan posisi berdiri, pria tampan itu mengambil ponselnya yang ada di atas meja, lalu hendak menuju sofa yang ada di ruang rawat VVIP Kimberly. Namun, langkah Damian terhenti kala melihat kenop pintu terputar.Tatapan Damian menatap lekat ke arah pintu, memastikan siapa yang datang di malam hari seperti ini, dan ketika pintu sudah terbuka. Sepasang iris mata cokelat gelap Damian menatap Fargo yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan lekat.“Ada apa kau ke sini malam-malam seperti ini, Fargo?” tanya Damian dingin dengan sorot mata tegas.“Maaf aku mengganggumu. Ada yang ingin aku bicarakan pa
“Kim, minum dulu obatmu.” Damian memberikan obat yang ada di tangannya pada Kimberly. Pun tanpa bantahan Kimberly segera meminum obat yang diberikan oleh Damian. Wanita cantik itu tak mungkin lupa akan obatnya yang wajib dihabiskan.“Terima kasih, Sayang.” Kimberly berucap seraya menyandarkan kepalanya di dada bidang Damian, kala dirinya sudah meminum obat. Dia memejamkan mata sambil melingkarkan tangannya ke pinggang sang kekasih. Berada di pelukan Damian adalah tempat yang paling nyaman baginya.“Kim,” panggil Damian seraya mengusap punggung Kimberly.“Hm?” Kimberly mendongakkan kepalanya, menatap Damian hangat.“Aku bangga padamu.” Damian mengecup hidung Kimberly lembut.“Bangga denganku? Kenapa?” Sebelah alis Kimberly terangkat, menatap lekat Damian.“Aku bangga karena kau memiliki sifat yang bijak. Kau tidak menjebloskan Gilda ke penjara adalah cara yang hebat. Kau memintanya pergi meninggalkan kota ini, menurutku itu menunjukkan kau sosok wanita yang bisa mengambil keputusan san