Plakkk"Cukup, Gilang!" Nyonya Adiguna melayangkan tanganya di wajah Gilang.Gilang membelalakkan matanya."Mama menamparku hanya karena membela pelacur ini?" Plakkk"Kurang ajar, kamu, Gilang!" Nyonya Adiguna kembali hendak menampar Gilang. Namun, terlebih dahulu disambut oleh Gilang."Mama akan menyesal jika mengetahui kebusukan hati perempuan iblis ini. Dia hanya menutupi profesinya sebagai pelacur dengan menjadi model terkenal!" ujar Gilang menghempaskan tangan ibunya."Alea, jangan pernah bermimpi untuk memilikiku! Karena jangankan menyentuhmu, melihatmu saja, aku jijik!" Gilang menggenggam erat tangan Risa dan membawanya berlalu meninggalkan rumah yang seperti istana itu.Sepanjang perjalanan, Gilang terlihat sangat gelisah. Sesekali menarik napas, lalu membuangnya dengan berat. Risa tidak berani bertanya atau pun membuka percakapan, karena ia takut akan membuat Gilang semakin marah.Gilang menepikan mobilnya di sebuah Cafe bernuansa Klasik. Lalu melangkahkan kaki memasuki Cafe
"Kak,Amira benar-benar berada di dalam gua ini," bisik Risa di telinga Gilang.Mereka semakin mempercepat langkah untuk semakin memasuki gua tersebut. Risa terus berpegangan dengan tangan Gilang.Tiba-tiba, seseorang berada di hadapan mereka dengan menyeringai. Laki-laki tersebut memegang sebuah pisau dan mengacungkannya pada Gilang. Dengan kuda-kuda yang tentunya siap menyerang Gilang dan Risa.Gilang menyembunyikan Risa dibalik tubuh kekarnya. Risa sangat ketakutan. Tempat itu sangat gelap. Tidak mungkin jika Gilang bertarung dengan lelaki bersenjata tajam itu."Kak, dia bersenjata tajam.""Kamu tenang saja. Kakak pasti bisa menghadapinya."Gilang meminta Risa untuk mundur dan mencari tempat yang aman karena dia akan bersiap menghadapi lelaki tersebut.Risa pun menurut. Ia bersembunyi dibalik dinding gua. Ia melihat Gilang bertarung dengan laki-laki itu dengan sengit. Risa berpikir untuk menghubungi Gio, tapi ternyata di dalam gua itu tidak ada jaringan.Risa masih terpaku melihat p
Gilang melepas kecupan bibirnya. Air mata Risa luruh begitu saja. Mengungkapkan cinta kepada suami yang sudah membersamainya selama beberapa bulan itu. Risa tidak peduli jika Gilang menganggap dia perempuan murahan. Karena menyatakan cinta kepada lelaki. Tapi laki-laki itu adalah Gilang, suaminya. Risa merasa tidak ada salahnya jika dia mengungkapkan perasaannya kepada lelaki yang berstatus suaminya itu."Aku juga mencintaimu!" sahut Gilang tiba-tiba.Risa terkejut. Seakan tidak percaya. Risa yakin dia salah mendengar. Tidak mungkin Gilang mengucapkan kata-kata itu."Aku mencintaimu, sejak penyatuan malam itu. Aku selalu ingin berada di dekatmu, memelukmu, menciummu, dan menggenggam erat tanganmu!" Gilang menangkup wajah Risa dengan tangannya."Aku tidak pernah mengucapkan kata cinta kepada siapa pun di dunia ini. Aku pernah mencintai Mega, tapi sampai Mega mati pun, aku tidak mengungkapkan perasaanku padanya. Itu karena aku tidak yakin, bahwa aku akan mencintainya selamanya!" Gilang
"Apa yang harus kita lakukan? Kak Gilang terluka!" Risa menunjuk luka sabetan di perut Gilang."Kita cari tempat yang aman terlebih dahulu. Gue akan obati luka Kak Gilang!" Gio mengisyaratkan Amira untuk naik ke atas punggungnya.Risa pun memapah Gilang dengan hati-hati. Karena Gilang terlihat sangat lelah.Gio membawa mereka ke sebuah lorong yang lebih kering. Mereka pun beristirahat di sana.Gio membuka ransel yang dibawanya dan mengeluarkan kotak P3K."Gue sengaja membawa obat-obatan karena gue yakin, para penculik itu akan melukai kita. Selain itu, gue tahu di dalam gua ini banyak binatang berbisa.Gio membersihkan luka Gilang dan membalutnya dengan kain kasa.Risa tidak menyangka, ternyata Gio mengerti cara menangani luka tusukan seperti itu."Bagaimana caranya Lo bisa mendapatkan Amira?" Gilang mengulangi pertanyaannya."Gue melihat Amira dijaga oleh dua orang penculik. Yang satunya tampak tertidur dan yang satunya seperti ketakutan. Gue sengaja membawa rekaman suara menyeramkan
Risa terbangun ketika mendengar suara Gio dan Gilang berdebat. Pagi itu kedua kakak beradik itu berdebat. Entah membicarakan apa.Untung saja, Amira masih terlelap di pangkuan Risa."Kita harus tetap menanti Alan di sini, Kak. Gue yakin Alan segera menemukan kita!" Gio berkata seraya menoleh ke arah Gilang."Sampai kapan? Sampai kita akan menjadi santapan ular berbisa?" Gilang menyunggingkan senyumannya."Lo nggak percaya sama teman gue?" tanya Gio yang terlihat terpancing emosi."Karena gue tahu, teman Lo itu cuma biang rusuh!" jawab Gilang tak kalah emosi."Lo bakalan nyesal ngomong kayak gini, Kak!" Gio beranjak dari tempat duduknya."Kak! Gio! Cukup!" Dengan setengah berteriak, Risa menghentikan debat kedua saudara itu."Risa ...!" Gilang menoleh ke arah perempuan itu dengan tatapan tajam."Apa salahnya kita menunggu teman Gio. Jika sampai siang tidak juga kunjung datang, kita akan mencari jalan keluar sendiri!" Risa mencoba memberi jalan tengah pada kedua saudara itu."Gue setuju
"Jangan sakiti Amira!" Risa memohon kepada Alea yang disambut tatapan penuh kebencian darinya."Amira bukan saingan yang sepadan buatku. Jadi, aku tidak mungkin membunuhnya!" Alea menyeringai mendekati Risa."Saingan terberatku adalah kamu!" teriak Alea tepat di telinga Risa sambil menodongkan pistol yang ada di tangannya.Risa bergidik. Apakah itu berarti Alea akan membunuhnya?"Aku akan melakukan apa pun. Asal jangan sakiti Amira!" Risa masih mencoba menangkap maksud dari ucapan Alea."Benarkah?" tanya Alea menodongkan pistolnya ke arah Risa.Risa mengangguk dengan deraian air mata."Tinggalkan Gilang! Dan pergi jauh dari hidupnya!" teriak Alea lagi.Risa menggeleng perlahan.N"Itu tidak mungkin. Kak Gilang adalah suamiku!" jawab Risa menatap tajam pada Alea."Kalau begitu, kamu harus mati!" Alea menarik rambut Risa seraya menodongkan pistol di pinggangnya."Jangan coba-coba melawan. Atau aku akan membunuhmu!" ujar Alea menyeret Risa dengan tanpa melepas cengkraman tangannya dari ram
Tiba-tiba saja ingatannya kembali pada kejadian yang baru saja ia alami.Ia dilemparkan Alea ke laut. Mengapa tiba-tiba ia berada di sana? Di mana Gilang dan yang lainnya?"Apa kabar?" tanya perempuan itu tersenyum.Risa terbelalak ketika jarak mereka sudah sangat dekat.Wajahnya. Wajahnya sangat mirip dengan Risa."K_kamu siapa?" tanya Risa mundur beberapa langkah.Perempuan itu tidak menjawab. Hanya tersenyum."Aku ingin kamu menggantikan posisi aku di dunia. Lalu mengapa kamu di sini?" tanya perempuan itu dengan wajah sendu."M_maksudmu?" Risa bertanya dengan terbata-bata."Ya Tuhan. Ternyata aku sudah mati. Aku tidak lagi berada di dunia." Risa memindai tempat tersebut."Kamu berada di surga. Kamu seharusnya mampu bertahan, kembali kepada Gilang. Bukan malah menyendiri di sini!" seru perempuan itu.Risa baru mengingat kalau perempuan itu adalah Mega."Mega?" Risa mengernyitkan kening."Gilang dan Amira sangat membutuhkanmu. Bagaimana mungkin kamu masih betah berada di sini?" tanya
Pintu kamar terbuka, Gio dan Dela muncul bersamaan. Dela berhambur memeluk Risa dan terisak."Selamat datang, Kak. Dela sayang sama Kakak!" ujar Dela di sela isak tangisnya."Del, kamu terlihat lebih dewasa," ucap Risa menatap Dela dengan seksama.Risa beralih menatap Gio dan Gilang secara bergantian.Gio tidak lagi seperti anak SMA, melainkan terlihat lebih dewasa. Entah karena dalam suasana haru, atau karena memang Gio sudah dewasa.Sedangkan Gilang tampak terlihat begitu kusut dan kusam."Kak ...." Risa mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah suaminya itu.Gio menoleh ke arah Dela dan Amira. Lalu mengisyaratkan untuk meninggalkan mereka berdua.Gilang mendekat ke arah Risa. Mengusap wajahnya dengan lembut. Sesekali bulir-bulir air mata jatuh dari sudut mata lelaki itu."Kakak. Kenapa kusut seperti ini?" tanya Risa pada Gilang."Tidak apa-apa, Sayang. Aku hanya terlalu merindukanmu. Jadi, tidak sempat untuk memangkas jenggot ini," jawab Gilang tersenyum."Kak. Aku merasa seluruh tu