"Aku tidak mau tahu. Pokoknya kalian harus membunuh Gilang secepatnya." Suara perempuan di seberang telepon begitu mengerikan."Siap bos. Akan segera kami laksanakan."Alea tersenyum penuh kemenangan saat dia tahu bahwa Risa sudah kehilangan anak yang berada dalam kandungannya. Perempuan berhati iblis itu memutar kembali rencana yang akan dia buat."Sebaiknya Aku bunuh saja Gilang. Tidak ada gunanya juga dia hidup karena pada kenyataannya aku tidak bisa memilikinya!" Alea tertawa terbahak-bahak membahana memenuhi ruangan di mana dia tengah asyik menatap laut lepas.Alea melarikan diri ke luar negeri setelah dia yakin telah berhasil membunuh Risa. Perempuan itu sangat yakin jika dia pasti akan bisa mendapatkan Gilang seperti impiannya. Namun pada kenyataannya, Dia sedikit terkejut ketika mendengar berita yang ditayangkan di televisi yang mengatakan bahwa CEO Gilang Dwi Adiguna tengah mengalami posisi yang sangat down karena istrinya hampir saja terbunuh oleh seorang model bernama Alea.
Gilang yang menyadari bahwa kedua pembunuh bayaran itu semakin mendekat ke arahnya mulai mengambil posisi dengan mencari tempat yang jauh lebih aman. Lelaki itu terseok-seok membawa langkah kakinya yang terasa berat dan tangannya yang sakit bukan kepalang."Sepertinya di bawah jembatan itu aman." Gilang menyeret langkahnya menuju jembatan yang terletak tak jauh dari persembunyiannya yang pertama. Ia berharap para pembunuh bayaran itu tidak berhasil menemukannya.Sementara itu, Gio dan Alan sudah meluncur menuju lokasi di mana tadi Gilang kirimkan. Mereka bergerak dengan begitu cepat karena khawatir jika pembunuh bayaran yang dimaksud oleh Gilang adalah anak buah Alea yang ingin menuntut balas atas kekalahannya."Gua nggak akan pernah memaafkan diri gue sendiri kalau sampai terjadi apa-apa pada Kak Gilang." Gio mengepalkan tangannya kuat-kuat sambil menatap lurus ke depan.Alan yang berada di sampingnya hanya mengusap punggung Gio dengan tegap. Dia tahu sahabatnya itu pasti merasa tera
"Kita benar-benar tidak bisa menginterogasi siapapun saat ini." Alan menatap ketiga mayat yang berada di hadapan mereka.Gilang yang mendengar suara tembakan sedari tadi memutuskan untuk berjalan dengan mengendap-endap menuju asal suara tembakan. Ia sangat khawatir jika yang tertembak tersebut adalah Gio atau teman-temannya."Gio. Apa kalian baik-baik saja?" Gilang terkejut ketika melihat Gio yang tengah duduk bersama teman-temannya di depan 3 mayat yang bergelimpangan.Lelaki itu terkejut ketika melihat dua orang mayat lainnya adalah dua orang pembunuh bayaran yang tadi mencarinya sampai ke dalam hutan."Kalian menembak mereka? Ini sangat berbahaya. Kita bisa terkena jalur hukum." Gilang mengusap kasar wajahnya saat melihat mayat yang bergelimpangan di hadapannya.Gio menggeleng perlahan. Lelaki itu mendekati kakaknya dan memperlihatkan pistol yang berada di tangan Alan dan juga tangannya."Bukan kami yang menembaknya Kak. Ada orang lain yang menembaknya dan mereka melakukan serangan
Risa mengusap kasar wajahnya. Kekhawatiran akan pembalasan Alea terbayang-bayang di pikirannya membuat perempuan itu memperlihatkan wajah gelisah yang bisa ditangkap oleh Amira."Apa yang terjadi Bunda? Apa perempuan iblis itu ingin balas dendam pada Ayah?" Amira yang masih teringat-ingat bagaimana kejahatan Alea yang telah membawa Bundanya pergi menuju laut dan membawa Amira pergi ke suatu tempat, tentu saja tidak pernah bisa melupakan apa yang sudah terjadi kepada mereka."Bunda juga tidak tahu sayang. Tapi mudah-mudahan tidak terjadi hal yang buruk kepada Ayah dan juga Daddy," sahut Risa penuh harap.Risa pun mengajak Amira masuk ke dalam rumah untuk menunggu di dalam saja dengan hati yang dipenuhi rasa cemas.Bagaimanapun, Risa masih sangat takut jika Alea kembali beraksi dan menghancurkan rumah tangga mereka, mengingat sampai saat ini tak ada satupun orang yang tahu di mana keberadaan perempuan itu. Selain itu Risa juga tahu jika Alea adalah seorang perempuan yang sangat licik da
Risa hanya mampu menatap kepergian Gilang dengan perasaan yang tidak menentu. Perempuan itu memang tidak bisa menyanggah perkataan suaminya, sekalipun suami yang teramat sangat dicintainya saat ini bukanlah lagi sosok Gilang yang begitu dingin dan tidak perhatian padanya."Mudah-mudahan Kak Gilang benar-benar menabrak seseorang dan dia harus bertanggung jawab. Bukan karena ada masalah yang sangat serius sehingga dia harus meninggalkanku." Risa bergumam seorang diri sambil berlalu meninggalkan halaman rumah dan menutup pintu dengan rapat.Sementara itu, Gio ikut mendampingi Gilang mendatangi kantor polisi untuk memberikan kesaksian. Pemuda itu juga ditemani oleh Alan sebagai saksi yang juga cukup kuat di dalam kasus tersebut."Pokoknya aku minta kepada kalian jangan sampai takut dengan apapun yang terjadi di sana nanti. Pengacara aku pasti akan membantu kita." Gilang berkata dengan mantap kepada Gio dan Alan.Kedua pemuda itu mengangguk dengan mantap. Mereka memang sedikitpun Tidak per
Gio hanya menghela napas panjang mendengar perkataan kakaknya. Dia memang tidak pernah bisa membantah ucapan Gilang. Sama seperti halnya dengan Risa. Mereka semua patuh pada ucapan Gilang karena Gilang adalah kepala keluarga yang begitu keras kepala."Apa salahnya kalau mereka menjalin hubungan, Kak? Apa Kakak memang tidak setuju jika Gio berjodoh dengan Dela?" Risa menatap punggung Gio yang menggandeng tangan Amira yang perlahan hilang di balik pintu rumah.Gilang yang tengah mengunyah makanan langsung menghentikan mengunyah makanannya. Lelaki berkacamata itu menatap Risa dengan seksama."Kakak tidak pernah melarang Gio menjalin hubungan dengan siapapun. Apalagi kakak tahu Dela adalah perempuan yang baik. Tapi masalahnya, Gio dan Dela masih terlalu muda dan mereka belum selayaknya Untuk menikah.""Mereka bisa menjalin hubungan dengan berpacaran terlebih dahulu.""Aku tidak mau mereka menjalin sebuah hubungan yang disebut dengan Cinta monyet ataupun cinta di kantor. Aku tidak ingin ji
"Gi, lo suruh satpam mencari jeruk nipis dan antar ke ruangan gue." Gilang akhirnya menghubungi Gio untuk mencari jeruk nipis yang diminta oleh Risa.Gio sedikit mengernyitkan keningnya. Selama ini dia tidak pernah mendengar Gilang menyukai buah yang terkenal sangat asam itu."Buat apaan sih jeruk nipis? Aneh-aneh aja deh." Gio menggerutu sambil menghampiri salah seorang satpam dan meminta satpam itu untuk membeli jeruk nipis seperti yang dipesankan oleh Gilang.Tak berapa lama, satpam tersebut datang dengan membawa sekantong jeruk nipis yang langsung dibawa oleh Gio ke ruangan Gilang."Buat apaan sih buah yang asam banget ini. Gua lihat dia aja ogah." Gio meletakkan sekantong jeruk nipis ke hadapan Gilang.Risa yang sudah merasakan Air liurnya menetes langsung menyambar jeruk nipis tersebut dan membawanya ke sudut ruangan yang ditutupi dengan pintu yang warnanya sama dengan ruangan tersebut."Kamu ngapain sayang?" Gilang menahan pergerakan tangan Risa karena dia tidak ingin jika samp
"Sayang, kepalaku rasanya gatal banget. Bisa nanti kamu bantu keramasin rambutku?" Gilang bertanya kepada Risa saat Risa baru saja bangun dari tidurnya."Bisa dong. Nanti kita cuci rambutmu sampai di rumah."Risa menghampiri Gilang dan mencoba melihat kepala suaminya itu apakah benar-benar sudah kotor atau tidak."Gatal banget loh sayang. Aku benar-benar merasa nggak nyaman. Apa sebaiknya kita pulang sekarang saja?" Gilang kembali menggaruk kepalanya dengan begitu kuat membuat Risa khawatir jika kepala suaminya itu lecet."Ya udah deh, kita pulang sekarang aja untuk membersihkan kepalamu." Risa pun membereskan meja kerja Gilang karena dia tahu suaminya itu tidak bisa melakukan perbuatan apapun dikarenakan satu tangannya yang masih diperban.Sepasang suami istri itu berjalan dengan mesra menuruni lift dan berjalan menuju mobil di mana Pak Sapto sudah menunggu."Apa sebaiknya kita langsung menjemput Nona Amira saja? Kebetulan sekarang jadwal Nona Amira pulang sekolah," ujar Pak Sapto Se