“Dasar pengawal bodoh! Ini bukan urusanmu!” bentak Gareth makin marah. Dion yang juga marah tapi tak menyalak lebih memilih untuk menepikan Venus terlebih dahulu.
“Kyle, tolong antar Nona Harristian kembali ke kamar!” perintah Dion dengan nada dingin.
“Apa-apaan ini! Aku sedang bicara dengan calon istriku!” hardik Gareth menunjuk marah pada Dion. Dion tak peduli. Ia mengawasi Kyle yang mengantarkan Venus kembali ke kamarnya. Gareth mencoba mencegah dengan ikut tapi Dion dengan cepat menghalangi dengan berdiri di depannya.
“Apa yang sedang kau lakukan?!”
“Silahkan keluar, Tuan Moultens ...”
“Felipe, tolong tunjukkan pintu keluar pada Tuan Moultens!” perintah Dion menyambungkan kalimatnya.
Gareth benar-benar mendelik keras pada Dion yang ikut campur pada masalahnya dan Venus.
“Silahkan, Tuan Moultens!” tukas Felipe makin menimpali.
“Kau pikir aku tidak tahu di mana pintu keluar?! Dasar bodoh!” umpat Gareth begitu kesal da
“Aku pacaran sama Laras semenjak SMA. Kami sama-sama kuliah di Surabaya dan setelah aku lulus di Kepolisian, kami masih bersama. Sebelum aku naik pangkat dan pindah ke Jakarta, kami bertunangan. Kebetulan Laras juga harus pindah kerja di salah satu cabang bank di Jakarta juga,” ujar Dion bercerita dengan santai soal kehidupan asmaranya. Dengan senyuman dan raut bahagia, Dion seperti tengah bercerita pada temannya sendiri.Venus tersenyum dan mengangguk. Dion masih bercerita beberapa hal dan Venus hanya mendengarkan.“Dia wanita yang beruntung,” puji Venus masih tersenyum. Dion mengulum senyumannya dan menundukkan kepala.“Kapan Mas Dion akan menikah?” tanya Venus lagi beberapa saat kemudian.“Aku harap secepatnya.” Dion lalu menoleh pada Venus yang juga ikut tersenyum manis padanya.“Aku juga ingin menikah, Mas. Punya anak, jadi ibu rumah tangga. Rasanya seperti life goals yang sulit untuk aku d
Wangi parfum yang lembut khas Dior membelai ujung penciuman Dion. Ia mencoba melawan tapi kedua tangan lembut itu memeluk pinggangnya.“Jangan pergi, Mas,” gumam suara lembut itu membujuknya agar tak meninggalkannya. Napas Dion mulai tercekat. Pipinya menekan punggung belakangnya dengan lembut. Wangi bunga khas Dior adalah pelecut gairah Dion saat ini.Tekuknya meremang, tangannya dingin. Mungkin AC di kamar terlalu kencang. Tapi lebih dari itu, Dion merasakan kehangatan di hatinya. Lama ia tak bergetar seperti itu. Lama ia tak merasakan dicintai begitu besar.Dion menyentuh dua tangan cantik dengan kulit yang lembut bagai bayi. Rasanya membelainya pun jadi segan. Dion takut tangannya yang kekar dan biasa memegang hal keras malah melukainya.Dion berbalik perlahan dan wangi lembut itu makin jelas masuk ke dalam otaknya. Ia memproses satu kondisi, rasa panas yang membahagiakan. Mata cantik itu berkaca-kaca menatap Dion. Bibirnya yang sens
HOTEL BORDEAUX, DUA JAM SEBELUMNYAVenus berjalan masuk ke dalam kamar presidential suite untuk memenuhi permintaan tunangannya Gerald Moultens. Ia merasa mungkin bisa bicara untuk melihat ke mana arah hubungan mereka selanjutnya.Venus terkejut saat masuk dan melihat meja untuk makan malam romantis telah ditata Gareth di dekat balkon kamar.“Apa ini?” Venus berbalik dan Gareth tersenyum manis.“Kejutan untuk kamu,” jawab Gareth dengan sikap yang berbeda. Ia seperti Gareth yang dulu, manis, penuh kejutan dan menyenangkan. Venus tak bereaksi. Ia hanya melihat saja dan Gareth mendekat untuk membujuknya duduk.“Aku tahu kamu marah. Tapi aku bersumpah, jika pria di dalam video itu bukan aku. Sungguh, aku tidak mungkin melakukan itu padamu,” bujuk Gareth dengan nada memelas. Venus hanya diam saja memperhatikan. Hatinya sudah terlanjur sakit dan sadar jika Gareth menyakitinya.“Kamu bisa tanyakan pada sekr
Setelah pagi menjelang, Dion baru bisa menemui Venus. Rei menginap dan tidur di kamar adiknya. Sementara Dion berjaga sampai pagi di depan kamar Venus. Ia merasa bersalah sudah meninggalkan Venus di hotel dan mungkin ia sudah melapor pada kakaknya. Rei adalah yang pertama keluar kamar.“Eh, Mas Dion. Jaga di sini?” tanya Rei sambil mengusap rambutnya yang basah. Dion hanya tersenyum mengangguk.“Iya, selamat pagi.” Dion menyapa singkat.“Pagi. Mas, aku mau ngomong sedikit. Uhm, soal Venus, jangan terlalu ketat. Sesekali kasih dia ruang. Aku takut dia stres,” tegur Rei pelan pada Dion. Dion terpaku sejenak dan mengatupkan bibirnya.“Tapi Tuan Harristian minta agar pengawalan Nona Harristian diperketat sampai pengadilan nanti. Oh iya, Jum’at ini sidang akan dimulai. Nona Harristian akan datang bersaksi.”“Oh ya?”“Iya saya sudah kirimkan jadwalnya ke email kamu ...”
Dengan geram, Gareth melewati satu persatu foto di iPad miliknya. Di sana terpampang foto Venus dengan seorang pria bernama Jupiter King. Siapa yang tak kenal Jupiter, kembaran Ares King itu adalah salah satu pemilik sekaligus CEO King Enterprise. Dan Venus terlihat begitu mesra dengannya. “Sudah kuduga! Dia berselingkuh di belakangku!” geram Gareth makin kesal. Ia sampai melempar tablet itu ke sofa. Mata-mata yang datang untuk melaporkan padanya kemudian memungut iPad itu lagi. “Dia tidak mungkin meminta putus begitu saja!” sambungnya lagi berkacak pinggang dengan kesal. “Apa yang harus aku lakukan, Tuan?” tanya pria yang menjadi mata-mata itu. “Aku ingin Jupiter King dihancurkan!” Gareth berbalik dengan tangan mengepal rasanya ingin meninju sesuatu. “Tapi itu akan sangat sulit. Terlebih videomu dan Nyonya Ackerman ...” Gareth langsung berbalik mendelik pada mata-matanya itu. Pria itu diam dan balik meminta maaf. “Maaf Tuan!”
“AHHHKKK!” Venus berteriak dan dengan cepat disambar oleh Dion sehingga mereka terpelanting ke jalan beraspal cukup keras. Untungnya Dion cepat memeluk Venus sehingga ia tak terluka tapi Dion menggunakan tangannya yang belum pulih untuk menopang dan terbentur. Kyle berlari menghampiri dan berhenti menoleh ke kanan.Mobil yang melintas kencang itu berhenti mengerem mendadak beberapa meter dari mereka. Tapi ia kemudian langsung tancap gas.“HEI!” teriak Kyle memilih mencoba mengejar mobil itu sampai ujung lorong dan langsung mengebut ke jalan raya.Felipe dan komposer musik yang belum sepenuhnya masuk ke dalam bangunannya ikut berlari menolong Dion dan Venus.“Kamu gak pa-pa?” tanya Dion masih merangkul kan kedua lengannya pada Venus. Venus terengah dan sangat pucat. Tapi ia bisa merespons dan menggelengkan kepalanya.“Venus, apa kamu baik-baik saja?” tanya komposer itu sewaktu datang. Dion melepaskan r
Setelah mendapatkan laporan dari Dion, Arjoona tak bisa tinggal diam. Ia harus melakukan tindakan. Putrinya dalam bahaya. Instingnya sebagai ayah bicara bahwa ada yang tengah mengincar putrinya Venus.Tapi pandangan Arjoona meradang saat melihat istrinya pulang diantar oleh pria lain yang diakui sebagai pacar. Arjoona langsung memasang mode herder di depan pintu rumah. Claire yang ketahuan masih berhubungan dengan orang lain tak mau bertengkar di depan tamunya.“Apa lagi yang kau tunggu? Ciuman dari istriku!” hardik Arjoona dengan ubun-ubun mendidih melihat sang istri yang sudah masuk ke dalam tanpa menyapa.Pria bernama Owen itu pun pergi sambil mendengus angkuh. Itu membuat Arjoona jadi membanting pintu depan. Ia bukan marah tapi kecewa.“Princess! Ngapain kamu pulang sama laki-laki itu lagi!? Kamu kan sudah janji sama aku.” Suara Arjoona cukup besar membuat istrinya Claire yang baru pulang bekerja lalu berhenti dan menoleh padan
Jantung Dion melompat-lompat lagi. Posisinya sama seperti saat ia mengalami mimpi tentang Venus beberapa hari yang lalu. Dion butuh oksigen. Paru-parunya mulai sesak.“Mas Dion gak pa-pa kan?” tanya Venus lagi dengan lembut. Dion tak bisa bicara, dia hanya mengangguk saja. Venus pun tersenyum dan melepaskan pelukannya. Sepertinya tak ada bagian Venus melepaskan pelukan dalam mimpinya kemarin, bukan?“Sebenarnya Mas Dion kan punya janji sama aku malam ini,” tambah Venus lagi. Dion mengernyitkan keningnya.“Janji apa?” Venus sontak mengerucutkan bibirnya dengan tingkah cemberut.“Lupa ya? Mas Dion kan kalah tadi siang dan janji mau kencan denganku?” sahut Venus separuh merengek kesal. Mata Dion sontak membesar. Dia kira itu hanya bercanda.“M-Maksud kamu ... beneran ...” Venus mengangguk cepat.“Mas Dion gak mau?”“Bukan ... maksudku ... uh ... tapi ...”