Claire menghampiri Venus yang tengah melambaikan tangan pada Dion. Punggung Dion menghilang dan Venus menghela napas panjang. Wajahnya yang semula ceria kembali datar dan sedikit murung.
“Jangan sedih, Dion kan cuma sebentar!” ujar Claire membesarkan hati Venus. Venus menoleh pada ibunya dengan bibir yang agak dimajukan. Ares dan Jupiter lantas menghampiri dan tersenyum pada Claire, Venus juga Arjoona.
“Kalau begitu ayo kita pulang! Atau Venus mau jalan-jalan di bandara, siapa tahu bisa ikut menyusul Dion naik pesawat ... Aduh ... Aduh!! Aaahhh!” Ares langsung mengaduh kesakitan karena bagian perutnya yang tiba-tiba dicubit oleh Venus tanpa peringatan sama sekali.
“Kamu mau ngeledek aku ya, Res? Hhmm ... kamu mau coba-coba sama aku?” balas Venus masih terus menjaili Ares yang sudah menunduk mengaduh kesakitan.
“Gak! Gak ... ampun! Haha ... jangan digelitikin, aku gak kuat!” protes Ares yang terus dijah
“Komandan Dion!” panggil Peter memekik semangat begitu melihat Dion masuk melalui pintu depan dengan seragam lengkap seperti biasanya. Dion langsung mengembangkan senyumannya dan menyalami para anggota polisi yang bertugas piket di depan sampai pada Peter. Beberapa anggota Dalmas juga ikut mengerubungi Dion sekaligus menyambutnya.“Akhirnya Komandan pulang! Kita kangen!!” pekik salah satu anggota Sabhara bernama Haris. Dion langsung berdecap menggelengkan kepalanya.“Alah, bilang aja kalian mau oleh-oleh kan?” Dion langsung menaikkan dua buah paper bag besar pada seluruh anggotanya.“Hore!!” semua bersorak senang dan langsung menyambar paper bag yang dibawa oleh Dion.“Sebelumnya ... selamat tahun baru dulu!” sambung Dion yang dibalas ucapan yang sama oleh anggotanya.“Selamat tahun baru, Dan!” Dion tersenyum mengangguk.“Wah, gratifikasi ni!” kelakar Jasman
Setelah pengarahan dan surat tugas keluar, Dion mempersiapkan anggotanya untuk pengamanan pertandingan bola esok hari. Bersama beberapa anggotanya Dion mempersiapkan alat dan perlengkapan yang akan mereka gunakan besok.“Bakalan rame dan rusuh ini besok!” celetuk Jasman sambil mempersiapkan tameng serta tongkat pemukul.“Kenapa emangnya?” sahut Peter yang mempersiapkan pelindung kaki.“Bobotoh versus Bonek! Gila lo kalo gak rusuh! Maennya di kandang Persija lagi!”“Jangan didoakan rusuh, doain mereka akur!” sahut Dion usai mengecek semua perlengkapan dan alat. Kini anggotanya yang tengah ikut bertugas di gudang penyimpanan menoleh pada Dion.“Yang jelas besok kita harus berusaha sebaik mungkin agar pertandingan berlangsung aman tanpa ada insiden apa pun. Karena kalau ada korban jiwa siapa yang akan disalahkan?” ujar Dion masih memberikan pengarahannya.“APARAT!!” sahut s
“SIAPKAN DIRI KALIAN, PERTANDINGAN INI HARUS BERLANGSUNG AMAN SAMPAI SELESAI,” ujar Dion memberikan pengarahan melalui pengeras suara pada seluruh anggotanya. Mereka telah berada di stadion Gelora Bung Karno, Senayan untuk mengamankan pertandingan sepak bola liga nasional dari dua klub sepak bola terbesar Indonesia.Dion akan menjalankan tugas pengamanan terakhir sebelum ia akan menjalani upacara pelepasan purna bakti yang akan dilakukan minggu depan. Proses pensiunnya tengah dilakukan dan selama jeda waktu itu, Dion akan tetap bertugas seperti biasa.“PASANG MATA DAN INSTING KALIAN DENGAN BAIK, PROVOKATOR HARUS DIAMANKAN DAN PARA PENONTON YANG TELAH MEMBAYAR TIKET SERTA MEMENUHI PERSYARATAN HARUS DILINDUNGI. INGAT! PERTANDINGAN INI TIDAK LEBIH BERHARGA DARI NYAWA. SIAP BERTUGAS?”“SIAP, KOMANDAN!” sahut seluruh anggota dengan serempak. Dion mengangguk dan membubarkan anggotanya.“BUBAR ... JALAN!” Dion berb
Dion masih belum menyerah. Ia masuk ke dalam kumpulan manusia itu merisikokan nyawanya bisa melayang karena ikut terjepit demi menolong dua orang suporter itu.“Sebelah sini! Sebelah sini!” teriak Dion meminta bantuan dari anggotanya. Peter dengan sekuat tenaga dibantu Jasman dan tiga orang lainnya menekan lalu membuka ruang. Dengan sisa tenaga dan oksigen, Dion menarik dua pria itu keluar dari kerumunan.Dion terengah luar biasa tapi ia masih bangun untuk melakukan CPR pada salah satu pria yang tidak bergerak lagi. Jasman juga melakukan hal yang sama. Dion sampai membuka helmnya untuk melakukan napas buatan tapi sepertinya tidak berhasil.Dion menggelengkan kepalanya dan terduduk lemas. Sementara satu pria lagi berhasil bernapas kembali.“Oh Tuhan ...”Dion duduk dengan kaki menekuk ke dada dan masih berseragam. Ia sudah melepaskan helm dan pelindung tangan. Ia sedang melepaskan lelah seiring senja yang sedang menggelincir
Sebuah mobil dinas Kepolisian berhenti dengan baik di lobi samping Polda. Empat orang anggota perwira polisi keluar bersamaan termasuk salah satunya adalah Dion Juliandra. Dion memiliki dua hal yang harus ia lakukan dan selesaikan. Yang pertama menyangkut masalah pensiun dini yang tengah berlangsung dan yang kedua adalah bertemu dengan Laras.Laras tidak ditahan di rutan Polda seperti layaknya Rico yang akan menjalani proses pengadilan nantinya. Laras diberikan status tahanan kota yang tidak memungkinnya keluar kota sampai permasalahan hukumnya masuk pengadilan.Oleh karena Dion setuju untuk membujuk Laras bicara tentang nama-nama orang yang sudah mengirimkannya uang, AKBP Anton menginisiasi agar pertemuan itu dilakukan di Polda dengan diawasi ketat oleh polisi sendiri.“Ini calon CEO ya?” sapa salah satu perwira tinggi yang masuk ke ruang tunggu saat Dion tengah mengurus proses pensiunnya. Dion tersenyum berdiri dan memberikan hormat seperti biasa.
“Laras, cukup! Aku mohon, aku datang bertemu kamu bukan untuk membicarakan hubungan kita.” Laras lantas melepaskan tangannya dari Dion dan berdiri.“Aku akan bicara pada teman-teman kamu tapi dengan satu syarat. Kamu akan kembali sama aku!” tukas Laras memberikan syarat yang sudah diprediksi oleh Dion. Dion membuang pandangannya dan menghela napas. Ia ikut berdiri di depan Laras dan bicara.“Kalau begitu aku gak bisa membantu kamu, Laras. Aku ingin membantu kamu untuk bebas lebih cepat dengan hukuman seminimal mungkin tapi kamu sendiri gak mau membantu diri kamu. Apa gunanya?” Laras terdiam menatap Dion dengan matanya yang masih meneteskan air mata. Dion mulai sedikit menundukkan pandangannya dan mengangguk.“Laras, aku pernah mencintai kamu, sangat menyayangi kamu dengan tulus dulu. Jika sekarang aku datang untuk membantu kamu, itu semua atas pertimbangan masa lalu yang kita miliki bersama.”“Aku suda
“Pokoknya kalau Mas gak mau penuhi ini semua. Kita batal saja deh nikahnya!” “Jangan begitu dong! Kita pasti menikah, aku kan sudah janji sama kamu!” jawab Dion masih lembut dan memelas.“Ya, apa kek usahanya! Pinjem uang di bank kek atau apa gitu! Jangan diem saja kayak batu!” “Aku gak diem, Sayang. Aku sedang usaha buat nabung!”“Alah, nabung apa cuma dapetnya 40 juta!” tukas Laras dengan ketus. Dion mengurut keningnya dan tak tahu harus menjawab apa. Tak lama, pintu ruangannya diketuk oleh salah seorang anggotanya yang memintanya untuk masuk ke ruangan kepala polisi.“Sayang, aku menghadap Pak Kepala dulu ya. Nanti kita bicara lagi!” ujar Dion hendak pamit pada kekasihnya sekejap.“Trus gimana jadinya?”“Iya, aku akan temui Rico. Aku akan minta tolong dia mencarikan pinjaman,” jawab Dion akhirnya menyerah. Setelah menutup sambungan telepon, Dion menghela napas panjang untuk menemui kepala polisi.“Iptu. Dion melapor, Pak!” kepala polisi mempersilahkan Dion yang langsung memberika
“Saya hanya butuh beberapa menit untuk memeriksa tempat ini sebelum digunakan!” jawab Dion sembari memeriksa seluruh sudut ruangan tanpa memedulikan Venus. Venus sendiri sudah melipat tangan ke depan dada karena kesal.“Tapi ini kamar mandi wanita!”“Saya tahu!” jawab Dion dingin dan cepat. Ia memeriksa dengan alat detektor gelombang elektronik untuk mencegah adanya kamera tersembunyi.“Huh, aku sudah masuk ke kamar mandi ini berkali-kali dan tak ada apa pun!” protes Venus masih sengit. Dion berbalik dan menyimpan alat itu dibalik saku jasnya.“Sudah selesai, Nona. Silakan!” tunjuk Dion pada salah satu bilik tak peduli dengan protes Venus. Ia bahkan masih di ruangan itu dan tidak keluar. Venus sampai mendelik tak percaya.“Apa kamu akan tetap di sini?” sahutnya mulai menaikkan nada bicara.“Iya,” jawab Dion singkat. Ia lalu membuang pandangannya ke arah lain agar tak terus menatap Venus. Sementara Venus yang kesal lantas mengibaskan kedua tangannya ke atas dan terpaksa memanggil asist