"Arga gak masuk kerja?"Naura melirik jam tangan yang menunjukan pukul 7 pagi. Gadis itu dengan cepat mengambil tas miliknya dan bergegas ke luar rumah. Ia mengeluarkan ponsel untuk memesan ojek online, sementara di halaman rumah ada Ayahnya yang tengah berolahraga."Kenapa buru-buru gitu?" tanya Bahar merenggangkan ototnya."Arga ternyata gak masuk kerja, jadi aku harus berangkat ke kantor pake ojek."Pria itu sontak menghentikan kegiatannya. Ia mengusap keringat sesaat dan menatap putrinya. "udah pesan?""Lagi di jalan. Tapi kayaknya aku sambil jalan ke depan komplek aja, deh. Biar nanti orangnya gak bolak-balik.""Hati-hati, ya. Jangan lupa nanti liat plat nomor motornya."Naura terkekeh pelan dan mengangguk. Ia segera pergi dengan terburu-buru. Arga mengirim pesan baru saja jika dirinya tidak masuk kerja hari ini. Jika tidak tau begitu, Naura mungkin akan memilih berangkat lebih awal diantar oleh Rival. Masalahnya motor miliknya kembali dipakai oleh Abangnya ke bengkel melihat kon
Hari ini Naura dan Jevran menghadiri 3 meeting yang berbeda dan di tempat yang berbeda juga. Saat ini mereka berakhir di perusahaan rekan kerja Jevran, yang terakhir. Naura tidak menyangka jika menjadi sekertaris di beberapa hari pertama menjadi begitu sulit. Tidak ada masa untuk mempelajari semuanya. Dia langsung dihadapkan dengan presentasi di depan kolega.Jevran sesekali melirik Naura yang sedikit pucat. Apa gadis itu sakit? Tapi dia juga harus fokus dengan penjelasan yang menyangkut kerja sama mereka. "Oke, presentasi yang sangat bagus. Saya suka dengan proyek kita kali ini. Dan, sekertaris baru anda benar-benar berusaha dengan keras untuk penyampaiannya," ucap pria yang sedikit lebih tua dari Jevran."Jadi kita bisa kembali bekerja sama?""Tentu saja. Saya yakin anda tidak akan mengecewakan saya seperti proyek kita sebelumnya."Jevran tersenyum kecil dan mengangguk pasti. Setelah meeting tersebut selesai mereka masih sempat berbincang ringan di luar pembahasan pekerjaan. Sement
Jevran menghentikan mobilnya di depan rumah Naura. Setelah makan-makan tadi Jevran juga mengantarkan Naura dan Ajun sampai ke rumah. Untuk teman-teman Ajun tadi hanya diberi ongkos untuk pulang. Naura masih bertanya-tanya bagaimana sang adik bisa kenal dengan atasannya ini. Selama di perjalanan juga Ajun terus mengobrol dengan Jevran seolah mereka ini dekat. Namun Nuara justru merasa Jevran sedang menyombongkan dirinya. Ya, pria itu terdengar menjengkelkan dan sayangnya Ajun malah tertawa. Sejujurnya Jevran dan Ajun juga sudah sepakat jika mereka akan terlihat biasa saja di depan gadis ini. "Makasih udah diantar sampai depan rumah. Terus yang traktiran tadi...""Gak apa-apa. Santai aja, lagipula itu saya yang ajak kamu makan," kata Jevran memotong.Ajun yang baru saja keluar dari mobil, mengambil tas miliknya dan melewati dua orang dewasa yang tengah berbicara. "Aku gak mau ganggu jadi masuk duluan aja, deh."Jevran tersenyum kecil dan duduk di atas kap mobilnya dengan santai. Ia s
"Jevran, kamu bisa gak sih kalau Papa bicara itu gak menghindar? Semalem diajak bicara malah masuk kamar, terus sekarang malah buru-buru mau pergi.""Terus bisa gak Papa gak usah bahas masalah pertunangan terus? Udah aku bilang semuanya terserah kalian. Yang mau pertunangan ini kan kalian bukan aku. Waktu ada perjodohan memangnya aku diajak diskusi? Engga, kan?"Jevran mengambil kunci mobil yang tergantung dan hendak pergi, namun Nilam mencoba menahan putranya. "Jevran! Kamu yang sopan kalau Papa lagi bicara!""Mah, aku harus buru-buru ke kantor karena banyak kerjaan.""Ingat nanti sore kamu harus beli cincin pertunangan sama Aurel," ucap Haris kembali mengingatkan."Hari ini udah kelima kalinya Papa bilang begitu."Jevran pergi dari sana dengan raut wajah kesal. Sementara sepasang suami istri tersebut kini saling menyalahkan. "kamu bisa sabar dulu gak, sih? Kalau kamu terus tekan Jevran kayak gitu yang ada dia semakin keras kepala," kata Nilam menatap suaminya marah."Kamu jangan cum
Jevran dan Aurel memutuskan untuk pergi membeli cincin pertunangan mereka sekarang. Sebenarnya Jevran sudah kesekian kalinya menolak dan mengatakan jika dia sibuk, memiliki banyak perkerjaan. Namun karena Aurel tidak mau pulang sebelum mereka pergi bersama akhirnya Jevran mau tak mau harus mengalah.Lagipula hanya pergi ke toko perhiasan dan setelah itu selesai. Entahlah, orang-orang di luar sana semangat dengan pertunangan namun dirinya tidak. Ia harus segera mencari cara menghentikan semua ini."Pake mobil aku aja, ya," kata Aurel menggandeng Jevran."Kamu bisa turun duluan terus tunggu di parkiran, kan? Aku ada perlu sebentar.""Yaudah tapi jangan lama-lama."Aurel mengecup singkat pipi Jevran dan masuk ke dalam lift. Setelah memastikan gadis itu tak terlihat lagi, Jevran mengusap pipinya yang sempat dicium, dan pergi dari sana. Ia menuju ruang kerja Naura di samping ruangannya. Namun terlihat pintu yang terbuka lebar dan suara seorang pria di dalamnya.Saat masuk ke dalam Jevran m
Jerry tengah duduk di kursi rodanya, di taman belakang. Semenjak kakinya mengalami lumpuh sementara, tak banyak aktifitas yang dilakukannya. Untuk saat ini Jerry hanya fokus pada penyembuhan dengan terapi di rumah. Dia ingin segera beraktivitas seperti biasa dan pergi ke kantor. Semalam Jevran bilang ia menginap di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia pasti kerepotan. "Silahkan dicoba lagi. Kalau sering berlatih seperti ini otot gak akan kaku dan biasanya cepat pulih."Jerry menatap dokter terapi yang didatangkan ke rumahnya. Iya, dia ingin belajar jalan dengan perlahan. Dan sekarang tengah istirahat setelah berlatih beberapa menit. Ia belum kuat untuk berdiri sendiri."Nanti bisa cepat sembuh, kan?" tanya Jerry sambil berlatih jalan dengan memegang pembatas besi."Kalau sering-sering berlatih pasti akan ada perubahan.""Jer!"Mendengar suara tersebut Jerry seketika berhenti dan berbalik. Dilihatnya Jevran yang datang dengan wajah kusut. Lebih tepatnya terlihat seperti baru b
Saat Naura kembali ke rumah bersama Rival, mereka melihat Ayahnya tengah berada di halaman rumah bersama Ajun dan juga Joko. Naura terlihat sedikit terkejut dengan keberadaan Joko yang beberapa hari ini menghilang tanpa kabar. Sepasang adik dan Kakak itu ikut bergabung ke arah mereka, dengan Rival yang membawa barang belanjaan. "Joko? Kamu kemana aja?" tanya Naura."Pah, lagi ngapain, sih?" Kini Rival yang bertanya pada Ayahnya.Bahar menunjuk koper-koper yang berbaris di teras. Jevran juga membantu Ajun mengangkat koper tersebut. Bahar meminta bantuan Jevran agar dia bisa diandalkan. Ternyata tidak buruk juga untuk menerima lelaki itu sebagai teman anaknya. Ya, asal hanya untuk berteman. Karena yang dilihatnya sekarang Jevran terlihat seperti anak baik-baik, dan begitu polos. Berbeda dengan teman Naura yang bernama Arga, dia terlihat nakal."Cuma minta Joko bantuin buat bawa barang ke luar. Sebentar lagi, kan, kita berangkat. Biar gak buang-buang waktu abis Naura masak kita makan te
"eum, selalu enak. Setelah ini Papa bakal kangen masakan kamu," ucap Bahar kemudian meneguk minum. Naura hanya terkekeh pelan. Sejujurnya dia juga ingin Ayah dan Kakaknya itu tidak pergi. Tapi mereka harus tetap bekerja. Naura menginginkan keluarganya selalu berkumpul seperti ini di rumah, dan yang terjadi mereka hanya bertemu beberapa bulan sekali. Bahkan pernah selama satu tahun."Kalau gitu Papa minta pindah kerja ke sini lagi, jangan jauh-jauh ke luar kota," balas Naura."Gak bisa. Lagipula sebentar lagi Papa dapat pensiunan."Gadis itu tersenyum kecut dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Bahar tau putrinya pasti menginginkan sosok orang tua yang selalu ada di rumah. Bukan hanya Naura, Ajun juga menginginkannya. Untungnya Naura terdidik dengan mandiri hingga ia juga bisa mengurus dan membesarkan adiknya sendiri. Apalagi disaat Ayahnya sibuk dan saat Rival pelantikan dulu. Itu adalah masa tersulit karena usia Naura begitu muda, serta Ajun yang masih sulit diatur."Ekhem!"