"Jevran, kamu bisa gak sih kalau Papa bicara itu gak menghindar? Semalem diajak bicara malah masuk kamar, terus sekarang malah buru-buru mau pergi.""Terus bisa gak Papa gak usah bahas masalah pertunangan terus? Udah aku bilang semuanya terserah kalian. Yang mau pertunangan ini kan kalian bukan aku. Waktu ada perjodohan memangnya aku diajak diskusi? Engga, kan?"Jevran mengambil kunci mobil yang tergantung dan hendak pergi, namun Nilam mencoba menahan putranya. "Jevran! Kamu yang sopan kalau Papa lagi bicara!""Mah, aku harus buru-buru ke kantor karena banyak kerjaan.""Ingat nanti sore kamu harus beli cincin pertunangan sama Aurel," ucap Haris kembali mengingatkan."Hari ini udah kelima kalinya Papa bilang begitu."Jevran pergi dari sana dengan raut wajah kesal. Sementara sepasang suami istri tersebut kini saling menyalahkan. "kamu bisa sabar dulu gak, sih? Kalau kamu terus tekan Jevran kayak gitu yang ada dia semakin keras kepala," kata Nilam menatap suaminya marah."Kamu jangan cum
Jevran dan Aurel memutuskan untuk pergi membeli cincin pertunangan mereka sekarang. Sebenarnya Jevran sudah kesekian kalinya menolak dan mengatakan jika dia sibuk, memiliki banyak perkerjaan. Namun karena Aurel tidak mau pulang sebelum mereka pergi bersama akhirnya Jevran mau tak mau harus mengalah.Lagipula hanya pergi ke toko perhiasan dan setelah itu selesai. Entahlah, orang-orang di luar sana semangat dengan pertunangan namun dirinya tidak. Ia harus segera mencari cara menghentikan semua ini."Pake mobil aku aja, ya," kata Aurel menggandeng Jevran."Kamu bisa turun duluan terus tunggu di parkiran, kan? Aku ada perlu sebentar.""Yaudah tapi jangan lama-lama."Aurel mengecup singkat pipi Jevran dan masuk ke dalam lift. Setelah memastikan gadis itu tak terlihat lagi, Jevran mengusap pipinya yang sempat dicium, dan pergi dari sana. Ia menuju ruang kerja Naura di samping ruangannya. Namun terlihat pintu yang terbuka lebar dan suara seorang pria di dalamnya.Saat masuk ke dalam Jevran m
Jerry tengah duduk di kursi rodanya, di taman belakang. Semenjak kakinya mengalami lumpuh sementara, tak banyak aktifitas yang dilakukannya. Untuk saat ini Jerry hanya fokus pada penyembuhan dengan terapi di rumah. Dia ingin segera beraktivitas seperti biasa dan pergi ke kantor. Semalam Jevran bilang ia menginap di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia pasti kerepotan. "Silahkan dicoba lagi. Kalau sering berlatih seperti ini otot gak akan kaku dan biasanya cepat pulih."Jerry menatap dokter terapi yang didatangkan ke rumahnya. Iya, dia ingin belajar jalan dengan perlahan. Dan sekarang tengah istirahat setelah berlatih beberapa menit. Ia belum kuat untuk berdiri sendiri."Nanti bisa cepat sembuh, kan?" tanya Jerry sambil berlatih jalan dengan memegang pembatas besi."Kalau sering-sering berlatih pasti akan ada perubahan.""Jer!"Mendengar suara tersebut Jerry seketika berhenti dan berbalik. Dilihatnya Jevran yang datang dengan wajah kusut. Lebih tepatnya terlihat seperti baru b
Saat Naura kembali ke rumah bersama Rival, mereka melihat Ayahnya tengah berada di halaman rumah bersama Ajun dan juga Joko. Naura terlihat sedikit terkejut dengan keberadaan Joko yang beberapa hari ini menghilang tanpa kabar. Sepasang adik dan Kakak itu ikut bergabung ke arah mereka, dengan Rival yang membawa barang belanjaan. "Joko? Kamu kemana aja?" tanya Naura."Pah, lagi ngapain, sih?" Kini Rival yang bertanya pada Ayahnya.Bahar menunjuk koper-koper yang berbaris di teras. Jevran juga membantu Ajun mengangkat koper tersebut. Bahar meminta bantuan Jevran agar dia bisa diandalkan. Ternyata tidak buruk juga untuk menerima lelaki itu sebagai teman anaknya. Ya, asal hanya untuk berteman. Karena yang dilihatnya sekarang Jevran terlihat seperti anak baik-baik, dan begitu polos. Berbeda dengan teman Naura yang bernama Arga, dia terlihat nakal."Cuma minta Joko bantuin buat bawa barang ke luar. Sebentar lagi, kan, kita berangkat. Biar gak buang-buang waktu abis Naura masak kita makan te
"eum, selalu enak. Setelah ini Papa bakal kangen masakan kamu," ucap Bahar kemudian meneguk minum. Naura hanya terkekeh pelan. Sejujurnya dia juga ingin Ayah dan Kakaknya itu tidak pergi. Tapi mereka harus tetap bekerja. Naura menginginkan keluarganya selalu berkumpul seperti ini di rumah, dan yang terjadi mereka hanya bertemu beberapa bulan sekali. Bahkan pernah selama satu tahun."Kalau gitu Papa minta pindah kerja ke sini lagi, jangan jauh-jauh ke luar kota," balas Naura."Gak bisa. Lagipula sebentar lagi Papa dapat pensiunan."Gadis itu tersenyum kecut dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Bahar tau putrinya pasti menginginkan sosok orang tua yang selalu ada di rumah. Bukan hanya Naura, Ajun juga menginginkannya. Untungnya Naura terdidik dengan mandiri hingga ia juga bisa mengurus dan membesarkan adiknya sendiri. Apalagi disaat Ayahnya sibuk dan saat Rival pelantikan dulu. Itu adalah masa tersulit karena usia Naura begitu muda, serta Ajun yang masih sulit diatur."Ekhem!"
Jevran memutuskan untuk sehari lagi menjadi Joko. Semalam dia tidur di rumahnya ini dan tidak pulang ke rumah orang tuanya. Niatnya hari ini Jevran akan membuat Joko mengundurkan diri dari OB, karena tentu akan menjadi sulit menjadi dua orang dalam waktu berdekatan. Karena itu Jevran tidak akan terlalu sering menjadi Joko, dia punya banyak pekerjaan di kantor.Sekarang pria itu tengah bersiap untuk pergi ke kantor. Di luar sana ia berpapasan dengan Ajun yang tengah berolahraga di depan rumah. Di hari libur seperti ini tak banyak yang bisa dilakukannya. Mau liburan dengan teman, tapi mereka pergi berlibur dengan keluarga. "Pagi," sapa Jevran menghampiri Ajun sesaat."Eh, mau berangkat, Kak?""Iya. Kamu ngapain? Naura mana?"Ajun mengangkat bahunya asal. "Gak tau. Mungkin masih siap-siap berangkat. Kak, yang kemarin itu jadi, kan?""Tenang aja, lusa kita pergi. Aman pokoknya. Asal mulutnya jangan ember sama Naura. Oke?" Jevran menyodorkan kelingkingnya dan dibalas oleh Ajun. Satu renca
Naura terduduk di meja kerjanya. Syukurlah hari ini tak terlalu banyak pekerjaan. Dengan begitu dia bisa pulang seperti biasanya tanpa lembur. Naura juga tidak bisa meninggalkan Ajun sampai malam, karena pemuda itu bisa saja pergi tanpa izin."Eh, kayaknya yang ini belum ditandatangani," gumamnya menatap berkas yang telah di cek. "Pak Jevran udah datang belum, ya?"Gadis itu pergi membawa berkas yang belum ditandatangani menuju ke ruangan Jevran. Mungkin malam itu, ini adalah salah satu yang terlewat. Atau bisa jadi Jevran memang sengaja menunda, maka dari itu Naura mencoba bertanya.Pintu diketuk beberapa kali namun tak terdengar suara orang dari dalam. Setelah ketiga kalinya Naura memberanikan masuk dan menatap ke dalam ruangan. Ia menatap ke segala penjuru namun tak melihat kehadiran sang Bos. Apa belum datang?Ia kembali melirik jam tangannya. "Ini udah jam 8. Datang telat kali, ya?"Tak lama dari itu Naura meletakkan berkas yang dibawanya ke atas meja. Biar saja jika Jevran datan
"Lo serius besok mau ke luar kota? Kenapa mendadak banget?" tanya Jerry menghampiri Jevran yang duduk menonton Tv."Gue dapet kabar juga kemarin. Udah Lo tenang aja, Lo fokus sama kesehatan biar gue yang berangkat. Lagian sekarang gue punya sekertaris," ucap Jevran kemudian meneguk minuman yang sempat dibuatkan oleh ART."Serius, gue tanya Lo suka sama sekertaris baru Lo itu, ya? Siapa namanya? Naura?"Pria itu tersenyum sekilas dan kembali acuh. "ga mungkin, lah.""Keliatan, kok. Jujur aja. Lagian Lo lagi free juga, kan? Atau emang mau sama Aurel?" kekeh Jerry meledeknya."Udahlah jangan bahas cewek. Giamana kaki Lo? Udah lumayan keliatannya." Jevran mencoba mengalihkan pembicaraan.Ya, Jerry terlihat berjalan dengan kakinya sendiri namun sangat hati-hati. "Kalau pelan bisa, tapi masih sedikit sakit. Kalau dibiasain jalan kayaknya engga, sih. Bentar lagi juga sembuh.""Bagus, deh. Nanti kalau gue udah pulang dari luar kota, Lo harus udah sembuh."Jerry hanya berdehem. Dia tau temanny