“Cepat panggil tabib!”Salah seorang anak buah Seungmo berlari keluar dari ruangan itu dan pergi mencari tabib yang biasa dipanggil untuk menangani kediaman itu.“Denyut jantungnya lemah,” ujar Seungmo usai memeriksa nadi cucunya. Wajah Nara terlihat pucat dan suhu tubuh gadis itu juga semakin menurun.“Maafkan saya, Tuan Kim!” Secara tiba-tiba Haewon menjatuhkan tubuhnya ke atas permukaan lantai dan bersujud di sana, memohon pengampunan. “Maaf karena saya lalai dan tidak bisa menjaga Nona dengan benar!” ujarnya dengan tangisan yang kembali pecah.Melihat itu, Yooshin mengepalkan kedua tangannya kuat. Lelaki itu menundukkan kepala. Pandangannya semakin buram begitu melihat Nara yang tak kunjung sadarkan diri di sana. Ia … merasa gagal, sepenuhnya.Untuk ke sekian kalinya ia gagal melindungi gadis itu.“Ini semua salah saya, Tuan. Saya benar-benar meminta maaf.” Yooshin tak sanggup mengangkat wajahnya dan lelaki itu memilih untuk memejamkan mata di sana, kian merasa pilu saat mendengar
“Kau tidak perlu berterimakasih seperti itu. Kau mungkin akan menyesal. Lebih baik pergilah … dan katakan pada Si Hwang agar dia menjaga gadis itu dengan benar,”Kedua kaki milik Haewon sudah sampai di pekarangan kediaman Kim Seungmo. Sejenak ia terdiam di sana usai teringat ucapan Moa beberapa saat yang lalu. Entah kenapa begitu ia tahu kalau sosok yang menolongnya waktu itu adalah Moa, pandangannya pada mahluk itu menjadi agak aneh. Selama ini semua orang, tak terkecuali dirinya sendiri sudah beranggapan kalau Moa akan tetap menjadi mahluk jahat sampai kapan pun. Namun saat Haewon sendiri yang mengalami, ia ditolong oleh mahluk itu, ia merasa aneh.Bukankah ada yang salah dengan Moa? Bukankah mahluk itu begitu membenci manusia terutama penduduk dari desanya? Terlebih lagi … Moa yang melindungi Nara yang jelas-jelas adalah musuhnya. Tujuan awalnya adalah membunuh sang pendeta. Mahluk itu sudah menghabiskan waktu belasan tahun atau mungkin lebih sejak Nara masih kecil hingga tumbuh d
Para pelayan yang ada di rumah terlihat sudah beraktivitas bahkan sebelum si pemilik rumah itu bangun. Diedarkannya pandangan mata itu ke setiap sudut rumah yang ia lewati, berusaha menemukan seseorang yang belum ia lihat sejak kemarin sore.“Di mana Yooshin?” tanyanya pada seorang pelayan yang sedang menyapu halaman rumah.“Saya belum melihat beliau pagi ini, Tuan,” jawab gadis itu.“Maaf, Tuan. Sepertinya Tuan Hwang masih berada di kediaman Kim,” ujar salah seorang anak buah Tuan Hwang yang berjalan menghampiri.“Dia masih di sana? Jadi dia tidak ikut pulang?”Sang anak buah itu menganggukkan kepala. “Iya, Tuan. Semalam, setelah pulang dari rumah Tuan Yoo, beliau meminta agar kami kembali ke sini terlebih dulu dan beliau mampir ke kediaman Tuan Kim. Saya awalnya berpikir kalau beliau hanya ingin melihat keadaan Nona Son akan tetapi ternyata Tuan Yooshin memilih tinggal di sana,” jelasnya.“Begitu, ya.” Tuan Hwang membuang napasnya secara perlahan.“Dia … pasti masih merasa bersalah
“Dengan kondisi Nona Son yang terluka parah, kurasa mustahil kalau Moa tak melakukan apa-apa.” Tuan Hwang meminum teh miliknya, lalu menatap cangkir yang masih berada di tangannya. “Moa … apa ia menunjukkan dirinya kemarin? Kau melihat keberadaannya?”Pertanyaan itu membuat Yooshin terdiam selama beberapa saat. Sebisa mungkin ia akan menyembunyikan soal mahluk itu kemarin untuk menghindari konflik yang semakin rumit dan juga berkepanjangan.“Tidak, Ayah.”“Aneh,” gumam Tuan Hwang. “Aku mengira kalau mahluk itu tak akan tinggal diam begitu ‘mangsanya’ tengah diganggu oleh mahluk lain. Apalagi setelah mendengar beberapa rumor yang beredar, rasanya tak mungkin jika Moa tak menyadari sama sekali kalau mahluk seperti goblin itu datang. Hanya saja … aku tak tahu harus bereaksi seperti apa nanti jika memang dugaanku itu benar, kalau Moa menolong Nona Son. Bahkan Tuan Kim juga akan kehilangan kata-kata. Karena ia … tak mungkin berterima kasih terhadap mahluk itu apalagi jika sampai harus mera
“Ingat ini, Hwang Yooshin. Membunuhmu adalah hal yang sangat mudah dan itu bisa saja aku lakukan sejak lama. Tapi apa? Nara memintaku agar tidak mengusikmu dan ia bahkan memohon agar aku tidak melukaimu meski aku ingin. Jadi, bukan kau yang melindunginya. Tapi justru gadis itulah yang melindungimu.” Yooshin menggenggam erat pedang yang masih berada di tangannya. Sejak kedatangan Moa ke sana, perasaan lelaki itu menjadi tak menyenangkan. Segala perasaan sedih, bersalah, serta menyesal kembali menggeluti dirinya. Rasanya Yooshin seperti ditampar oleh perkataan Moa.“Tuan Hwang terlihat gelisah sejak tadi. Apa ada sesuatu?”Kepala Yooshin menoleh pada Haewon yang sudah berdiri di sebelahnya. “A-ah, tidak ada.”“Anda pasti merasa bersalah sekali atas kejadian kemarin. Tapi ucapan Tuan Kim juga memang benar, kalau semua ini bukan semata-mata karena kelalaian Anda. Jika ada yang perlu disalahkan, aku rasa semua ini salahku karena saat itu hanya akulah yang berada di dekat Nona Son.”Usai
Haewon menatap pintu kamar Nara yang menutup. Sudah beberapa menit ia berdiri di sana tanpa berniat masuk ke dalam atau memanggil Yooshin yang masih berada di sana untuk meminta izin masuk. Hari sudah cukup larut jadi Haewon berpikir kalau Yooshin kemungkinan sedang tertidur di dalam sana atau meskipun lelaki itu masih terjaga, tak ada sedikit pun ia memiliki niatan untuk mengganggunya.“Nona akan baik-baik saja bersama dengan Tuan Hwang,” batin Haewon. Gadis itu menatap ke sekitar dan tak melihat siapa pun. Kemudian ia membuang napasnya pelan seraya memakaikan jangot hingga menutupi rambut dan sebagian tubuhnya, sebelum akhirnya melangkah pergi dari sana.Langkahnya sempat berhenti begitu mendengar derap langkah kaki mendekat. Gadis itu pun dengan segera berpindah ke salah satu dinding hingga dua orang lelaki benar-benar berjalan melewatinya. Penjagaan kediaman Kim Seungmo sedikit lebih ketat dari biasanya semenjak Nara jatuh sakit. Hal itu membuat Haewon semakin yakin kalau Nara aka
Sepulang dari kediaman Hwang untuk mengambil pakaian milik Yooshin, Haewon kembali menaikkan jangot miliknya dan diam-diam pergi ke sebuah tempat sepi yang ada di desa, tak jauh dari kediaman Kim.Usai berhasil menemukan sosok yang ia cari, perlahan gadis itu menurunkan jangot-nya. “Yang semalam—apa mungkin artinya Anda … tak mau membantuku?” ujar Haewon. Ia sekali lagi memastikan kalau di sekitar tempatnya berada tak ada satu orang pun yang menguping pembicaraannya.“Kau tidak perlu sampai melakukan ini, kan?” ujar Moa. “Si Tua Bangka dan anak buahnya sedang berusaha mencari—”“Apa Anda benar-benar tidak merasa kasihan pada Nona Son?” Haewon dengan segera berujar begitu Moa berniat beranjak dari posisinya. “Apa Anda … benar-benar tidak peduli?” Ia kembali berujar.“Jika si Hwang tahu kalau kau melakukan hal ini, dia akan sangat marah padamu. Tunggu saja hasil pencarian Si Tua Bangka itu dan jangan terlalu berharap padaku.”Setelahnya Moa benar-benar pergi dari sana, meninggalkan Haew
“Detak jantungnya lemah sekali.”Haewon sudah menjatuhkan tubuhnya di sebelah Nara dengan air mata yang berderai. Kemungkinan racun yang masih tersisa di tubuh gadis malang itu sudah semakin menyebar ke sebagian besar anggota tubuhnya, mengingat sang tabib juga tak bisa menghilangkan seluruh racunnya.“No-Nona … kumohon bertahanlah.” Haewon menggenggam salah satu tangan Nara yang kian dingin.“Kau tunggu di sini, aku akan memanggil tabib—” Kalimat Yooshin mendadak berhenti begitu ia baru saja beranjak dari posisinya.Menyadari hal itu pun Haewon perlahan mengangkat wajahnya dan mengikuti arah pandangan Yooshin. Tepat di sebelah pohon camelia yang ada di luar, seseorang terlihat berdiri menghadap ke arah mereka.“Mo-Moa … “ Suara Haewon nyaris tak terdengar.“Mau apa kau ke sini?” Yooshin dengan segera mencabut keluar pedangnya begitu melihat Moa yang mulai melangkah mendekat. Ia mengeratkan pegangannya dan sesekali menatap Nara yang terbaring di belakang.“Jangan harap kau bisa—”“Ak