"Kenapa kau bodoh sekali sih, Lan? Kenapa sampai Dimas memergokimu? Kenapa kau tidak kunci pintu itu dulu?" omel Erni saat Erlan menceritakan apa yang terjadi semalam di rumah Andrea.
"Ya aku mana tahu jika pria itu akan datang secepat itu. Aku akui, aku lengah dengan tidak mengunci pintunya."
"Dasar! Kau pasti lupa diri karena melihat Andrea dalam keadaan tidak sadar bukan?"
Erlan tidak menjawab perkataan Erni. Ia hanya tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya siapa juga tidak akan lupa diri saat melihat Andrea yang tampak begitu menggairahkan di depan mata?
"Dasar kau ini! Pikiranmu itu hanya nafsu saja isinya tapi tidak menggunakannya sebagaimana mestinya. Jangan hanya cengar-cengir begitu! Yang harus kau pikirkan itu langkah selanjutnya nanti. Akan sulit bagimu untuk mendekati Andrea lagi. Obat itu tidak sepenuhnya menghilangkan kesadaran Andrea sepenuhnya. Obat itu hanya membuat gairahnya yang meningkat. Andrea pasti akan ..."
<"Baiklah! Kita semua berkumpul di balai desa ini untuk membahas masalah Nak Andrea dan Nak Dimas yang kepergok melakukan hal tidak senonoh kemarin malam. Ah maaf! Sepertinya aku salah di sini, mengingat bagaimana keadaan Nak Andrea kemarin yang dalam keadaan tidak sadar sesuai kesaksian dari Nak Erlan. Jadi yang akan kita bahas di sini adalah pelecehan yang dilakukan Nak Dimas pada Nak Andrea."Pernyataan yang keluar dari Pak Irwan, salah satu dari sekretariat desa membuat Dimas dan Andrea menahan napasnya. Ternyata benar! Perkataan Pak Wira kemarin, Erlan tidak akan membiarkan mereka begitu saja. Pemuda itu telah memutar balikkan fakta hingga yang terlihat bersalah adalah Dimas dan Andrea yang menjadi korbannya.Mendengar pernyataan itu, para warga yang hadir berbisik-bisik. Ada yang percaya begitu saja dengan apa yang mereka dengar. Ada juga yang tidak percaya karena selama Dimas tinggal di desa ini, Dimas tidak pernah bermasalah dengan yang lainnya. Tampak begitu ba
"Sekarang! Bagaimana Nak Dimas? Apakah benar Nak Dimas melakukan seperti pernyataan yang bapak jabarkan tadi?"Dimas mengangkat wajahnya, menatap para perangkat desa di depannya. Tidak ada sedikitpun raut ketakutan yang ia tunjukkan karena memang dirinya tidak bersalah dalam hal ini. "Aku tidak akan mengakui pernyataan Pak Irwan tadi adalah kebenarannya. Aku bahkan tidak tahu dari mana semua ini berawal. Saat itu aku baru kembali dari balai desa setelah mengangkut barang yang kita gunakan untuk perayaan kemarin. Bahkan Pak Irwan sendiri dan beberapa bapak-bapak bersamaku saat itu.""Saat kembali aku berpapasan dengan Bi Aruni dan Bi Ratih. Bi Aruni mengatakan akan pulang ke rumahnya untuk beberes dan akan kembali bersama paman Danu ke rumah Andrea untuk menginap sama seperti biasanya yang kalian tahu. Sebelum pulang, bibi mengatakan jika Andrea sedang tertidur karena mengeluh pusing. Bibi menyuruhku menjaga dan mengecek keadaan Andrea sampai dia kembali lagi. Namun, bu
Wira menghela napasnya. Berusaha menahan emosi, agar tidak terpancing dengan yang dikatakan oleh Erlan. Ia berdeham pelan. Mengedarkan pandangan menatap setiap orang yang hadir di balai desa itu. Ia harus tenang dan berusaha tetap bijak dalam mengatasi masalah ini agar tidak ada yang dirugikan."Memang yang kau katakan benar, aku ikut ke rumah Andrea untuk memastikan penuturanmu di jalan itu benar atau tidak. Namun, aku tidak melihat Dimas dengan jelas ingin melecehkan Andrea, yang aku lihat Dimas berusaha menahan tubuh Andrea. Justru yang aku lihat, tangan Andrea yang berusaha menggapai Dimas," ujar Wira dengan suara tenangnya. Dalam hati ia meminta maaf telah berbohong. Namun bukan berarti yang ia katakan adalah seluruhnya kebohongan. Tidaka Tadi malam ia memang melihat Andrea mengulurkan tangannya pada Dimas, sedangkan Dimas tampak ingin merangkul punggung Andrea. Seperti yang dikatakannya, pemuda itu ingin mengangkat tubuh Andrea."Kita sudah mendengar
"Aku ..."Andrea menggantung kalimatnya. Ia memandang ke arah Dimas yang menampilkan senyum ke arahnya dan mengangguk. Meyakinkan dirinya untuk menjawab pertanyaan yang diajukan untuknya. Setelah mendapatkan keyakinannya lagi, Andrea kembali menoleh ke arah depan lalu memandang setiap pasang mata yang menunggu jawaban darinya.Hela napas panjang keluar dari belah bibirnya sebelum melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan. "Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku tidak tahu harus menjelaskan dari mana karena aku tidak tahu ini berawal. Yang aku ingat hanya saat itu tubuhku terasa panas dan sensitif. Aku tidak tahu harus bagaimana sampai Kak Dimas datang. Dia pun awalnya bingung melihat keadaanku. Aku yang sudah setengah sadar hanya mendengar sayup-sayup Kak Dimas bicara tentang kamar mandi dan berendam. Aku merasa Kak Dimas menarikku untuk bangun sebelum suara gaduh di ambang pintu membuat Kak Dimas melepaskan pegangannya dan aku tidak ingat apa-apa lagi. Saat sadar, aku sud
"Adalah ..."Andrea kembali mengantung perkataannya membuat yang ada di balai desa menahan napas menunggu jawaban darinya. "Tidak benar! Meskipun aku dan Kak Dimas serumah, sekalipun kami tidak pernah berpikiran seperti itu. Berbulan-bulan kami tinggal bersama, tidak pernah ada kejadian seperti ini sebelumnya. Coba paman dan bibi sekalian pikirkan ini. Seandainya yang dituduhkan pada kami adalah kebenarannya, untuk apa kami melakukannya di saat banyak orang di rumah? Yang mungkin akan merugikan diri kami sendiri? Kami tidak akan melakukan hal seceroboh itu.""Jadi maksudmu, ada yang ingin menjebakmu dan Dimas, begitu?"Andrea mengedarkan pandangannya menatap semua yang ada di balai desa. Ia harus berani melakukannya. Ia harap dengan perkataannya ini, mata warga desa terbuka untuk melihat apa yang terjadi sebenarnya. Ia tidak akan membiarkan Dimas disalahkan karena menolongnya. Terlebih membiarkan orang yang harusnya bertanggung jawab senang karena re
"Alah! Jangan mencoba mempengaruhi warga desa dengan kata-katamu itu Andrea," seru Erni. Ia tidak bisa membiarkan warga desa terpengaruh dengan perkataan Andrea. Jika itu terjadi bisa-bisa rencananya dan Erlan gagal. Dimas tidak akan terusir dari desa ini. Kesempatan Erlan untuk mendekati Andrea pun akan hilang karena gadis itu telah mengetahui adiknya adalah dalang semua yang terjadi ini. Ia harus bisa membuat warga desa berpihak pada Erlan lagi."Mana mungkin kau akan mengakuinya? Perkataanmu itu tidak bisa dipercaya. Tampak jelas kau hanya ingin melindungi pemuda yang tinggal denganmu itu. Atau jangan-jangan seperti yang dikatakan tadi kau dan Dimas memang melakukannya atas suka sama suka?" tuduh Erni menyudutkan Andrea.Ia memandang warga desa satu persatu. "Dan kalian jangan terpedayai oleh gadis yang sok polos ini. Dia hanya mempermainkan kalian dengan perkataan manisnya itu. Membuat kalian percaya padanya hingga berpikir keduanya adalah korban di sini. Padahal j
"Jadi kami sebagai perangkat dan perwakilan warga desa memutuskan Dimas dan Andrea harus pergi dari desa ini."Setelah mendengar keputusan itu, suasana balai desa kembali riuh dengan berbagai komentar tentang keputusan tersebut. Banyak yang menyayangkan hal itu harus terjadi karena menganggap Dimas dan Andrea tidak bersalah. Keduanya adalah orang yang baik dan ramah. Sedangkan sebagian lagi menyerukan persetujuannya. Menanggap keputusan itu tepat karena mereka tidak mau nama desa dan warga tercemar akibat ulah perbuatan keduanya yang tidak bermoral. Pun tidak ingin pemuda dan pemudi lainnya akan mencontoh perbuatan mereka itu.Berbeda dengan halnya dengan Danu, Galang, Aruni dan Ratih. Keempatnya menahan napas mendengar keputusan yang diucapkan oleh Pak Wira. Kenapa seperti ini? Bukankah sudah jelas, Erlan tidak dapat membuktikan perkataannnya itu, lantas mengapa keduanya tetap dihukum seberat itu? Jika itu terjadi, bagaimana dengan Andrea? Apa yang harus mereka kataka
"Bagaimana itu mungkin?""Aku tidak menerima itu!"Seruan itu datang dari Erlan dan Erni. Senyum yang tadi menghiasi bibir keduanya saat mendengar Dimas dan Andrea harus pergi dari desa ini sirna sudah. Erlan bahkan sudah berdiri dengan raut kesalnya. "Kenapa mereka harus menikah? Andrea tidaklah salah dalam hal ini. Bagaimana kalian bisa memutuskan hal yang memberatkan Andrea? Ini tidak adil. Lagi pula aku sudah memberikan bukti jika Andrea korban dari kebrengsekan pria itu."Pak Wira tersenyum sinis mendengar seruan kedua kerabatnya itu. Sekarang ia yakin dugaannya mengenai Erlan dan Erni yang menjebak Dimas dan Andrea. "Kenapa tidak mungkin?"tanyanya dengan sinis. "Ya! Kau memang memberikan kesaksianmu, tapi itu tidaklah cukup untuk memutuskan Dimas adalah tersangka sedangkan Andrea adalah korban. Bahkan Andrea sendiri menyanggah kesaksianmu itu dan menyatakan kalau Dimas yang menolongnya di saat dia sedang dalam keadaan tidak berdaya tadi malam. Jadi t