Sisa pertempuran yang terjadi tadi malam menyisakan rasa yang mencekam. Masing-masing tidak menyangka jika serangan pertama bisa sebesar itu dan harus melibatkan beberapa puluh pahlawan dari timur untuk membantu mereka.
Nina menatap anak buah Ray dan petugas kebersihan kota yang sedang menyingkirkan mayat-mayat yang sebagian mulai membusuk dengan cepat.
Perasaan Nina menjadi lebih tenang dan hawa memburunya teredam. Roth mengajaknya pulang untuk beristirahat. Nina merangkul iblis yang kini menjadi sahabat yang mengerti jiwa juga kepribadiannya.
Tanpa keduanya sadari, ada ikatan erat yang terjalin dari waktu ke waktu. Terutama Roth yang sangat mengkhwatirkan Nina teramat sangat. Ia merasa berhutang kehidupan baik pada wanita itu. Walau Nina tidak pernah menyadari tentang hal tersebut, tapi Roth menyimpan dalam-dalam.
Suatu saat, jika ia bisa membalas dengan layak, Roth pasti melakukannya dengan senang hati dan tanpa beban.
Seiring mobil meluncur menuju
Semua mempersiapkan diri dengan siaga. Nina mulai merasakan desakan tinggi untuk menghabisi Drew. Sungguh ironis memang. Dua gadis yang dalam asuhannya berakhir menjadi target Nina karena takdirnya sebagai huntress.Hati Nina tergores oleh luka yang sangat dalam. Ia tidak menyangka jika Drew akan berakhir seperti adiknya. Keduanya bahkan berada dalam posisi yang sama dan menerima kondisi yang sejalan sebagai kaki tangan ayahnya, Lucifer!Panther setengah mati mendorong tubuh Drew yang sama besar dengan dirinya untuk menjauh dari pasukan lainnya yang tampak seperti semut yang kerdil.Nina menarik busur di punggungnya dan melepaskan anak panah yang telah diolesi obat penidur Nefiri. Anak panah itu menancap di bagian belakang Drew dan membuatnya menggeram serta menoleh padanya. Anak panah kedua dan ketiga meluncur kembali, kali ini Nefiri telah siap dengan mantra tidur untuk melengkapi obat herbal yang telah Nina tembakkan.Drew terhuyung sesaat dan kemudian jat
Kedatangan putra bungsu Raja Abdul Rahman Al Bustaniar disambut dengan isak tangis oleh keluarga besarnya. Elba memeluk kakak sulungnya yang selama ini dekat dengannya, Astiya.“Kemana saja dirimu, Elba?” bisiknya dengan tergugu. Elba merengkuh kakaknya dengan erat.Pamannya, Mousa Ahmed Al Bustaniar, mendekat dan memeluk keponakannya dengan wajah bahagia.“Alhamdullilah, Allah masih memberimu umur panjang,” ucapnya penuh syukur.Di antara keluarga ayahnya, Mousa yang paling mengerti tentang kebenciannya dan penolakan keras Elba pada pemerintahan Abdul Rahman. Mousa juga yang selalu mendukung Elba untuk tidak meneruskan warisan tradisi kuno yang begitu menghancurkan banyak orang berharga mereka, termasuk anak perempuan dan istrinya.Penguburan sang raja diimami oleh Elba menuju liang lahat. Semua rakyatnya berkabung. Walaupun Abdul Rahman seorang diktaktor, namun Iran maju sebagai negara makmur dan juga kaya raya dengan minyaknya.Begitu semua sel
Seluruh daerah Roger Pass membenahi diri secara maksimal. Sejak penyerangan yang sempat di saksikan oleh beberapa orang warga tersebut, semua segera membentengi diri dengan pertahanan yang sebaik-baiknya. Ray bersama dengan anggota klannya melatih mereka menjadi petarung tangguh yang setidaknya bisa membela dan mempertahankan diri dari serangan para makhluk laknat.Tidak membedakan pria atau wanita, semua memiliki kesempatan untuk belajar dan menjadi manusia yang memiliki bekal bela diri.Jeff yang kembali terpilih sebagai walikota untuk sekian kali, membangun tembok tinggi yang sempat dikecam oleh utusan gubernur. Ia tidak mempedulikan tentang hal tersebut. Baginya, keselamatan penduduk yang ada di Roger Pass adalah yang utama.Ketika ia bertanya pada semua penduduk Roger Pass yang berkeinginan pergi, mereka menjawab dengan tegas TIDAK.“Kami lahir dan hidup di sini, mati juga untuk membela tanah kami. Lagipula kehidupan tanpa hal tersebut akan mem
Abigal melihat ke sekeliling. Ia tidak tahu kenapa terkadang ia tertidur. Namun setiap terbangun, matanya tidak mampu melihat setitik cahaya sedikit pun. Ini semua membingungkan dirinya. Ketika mencoba berteriak dan meminta tolong tidak ada jawaban.Kadang Abigail menangis, terkadang tertawa. Tapi semua tidak ada yang menanggapi. Abigail mulai merasakan kegilaan yang memuncak. Gadis itu merasakan setiap berdiri atau berbaring, walau setiap ia berjalan sejauh mungkin, hanya kegelapan yang meliputi. Memorinya tidak ada yang tergali untuk sebuah penjelasan. Ia seperti mengalami kebingungan atas apa yang menimpa pada dirinya.Setelah mencoba mengaitkan semua kenangan yang pernah terlintas, Abigail makin bingung. Kenapa ia bisa terdampar di tempat ini? Ia bahkan mengutuk Nina, Roth, Elba juga Oliver yang tidak mencarinya. Setegakah itukah mereka padanya?***“Setiap kali aku tidur, muncul mimpi itu. Kenapa?” tanya Coque bingung pada Roth.&l
Kegundahan Elba mencapai puncak. Ia mengusap wajahnya dengan tubuh kuyu. Dalam sungkuran sholatnya, pria itu meratap pada Penciptanya untuk memberinya waktu bahagia walau sesaat.“Bukan hidup seperti ini yang aku minta, Ya Allah Ya Rahman. Berikanlah aku setitik rahmatMu, untuk merengkuh bahagia. Hidupku akan singkat sementara nikmatnya dunia belum kukecap, ijinkanlah umatMu ini untuk meraihnya …,” pinta Elba dengan hati pilu.Dengan khusyuk dan penuh dengan kepasrahan, Elba menyerahkan kerapuhan jiwa juga luka hatinya pada Yang Maha Kuasa.***Belati perak hadiah dari Elba menempel dengan tekanan pada leher manusia yang telah menjadi terror selama ini di Inggris. Nina menekan lebih kuat dan tetesan darah mulai mengalir.“Jika kau memilih mati dengan iman yang salah, silahkan! Kerugianmu, bukan aku!” tegas Nina dengan geram. Pria berwajah kasar dengan bekas jerawat yang memenuhi pipinya tersebut meringis.&ldqu
Roth tiba dengan sikap panik dan menceritakan pada Nefiri dengan wajah pucat. Ray menelan ludah serta memberitahu jika Drew juga telah lenyap dan berhasil melarikan diri.“Bisakah kita menunda berita yang lain? Aku meninggalkan Coque sendirian dan sekarang kita harus segera kembali. Aku tidak ingin Coque mati menghadapi Abigail sendiri!” pinta Roth dengan emosional.Semua mengiyakan dan segera bergegas mengikuti Roth masuk ke dalam portal.Begitu mereka melangkah keluar dari portal, ternyata ketiganya berada di sebuah gurun yang sangat panas.“Sial! Sesuatu mengacaukan kembali!” umpat Roth dengan panik.Nefiri dan Ray mulai gelisah. Dengan konsentrasi penuh, Roth kembali mencoba membuka portal menuju Alaska dan mereka melesak masuk. Ray memekik tertahan! Mereka terdampar di sebuah area peperangan di Israel. Roth makin gugup serta pucat. Nefiri menyentuh lengannya dan memandang Roth dengan mata berduka.“Kita tid
Indahnya kebersamaan saat ini walau belum lengkap dengan kehadiran personil lain, tetap menghadirkan suasana yang menghangatkan sanubari masing-masing.Nina dan Elba saling berbagai cerita tentang kisah perjalanan mereka.“Ternyata ancaman teroris itu masih terjadi?” tanya Letho seperti biasa penasaran.“Makin parah sekarang. Kurasa memasuki tahun 2018 ini semua akan memanas antara Israel dan Palestina. Sementara Korea mulai berulah dan membuat kisruh. Amerika akan kehilangan pamor di dunia internasional dan Arab Saudi akan tumbang,” lapor Elba.“Bagaimana dengan negaramu, Elba?” tanya Tache.“Kurasa tidak akan terguncang. Paman beserta seluruh kabinetnya akan menghadapi krisis ini dengan baik,” sahut Elba.“Dan kau menolak menjadi raja?” Tache sungguh tidak memahami pola pikir Elba.“Aku lebih suka menjadi bagian dari kalian. Seperti ini,” jawab Elba ringan.“Kalian tahu apa yang dalam pikiranku saat ini?” cetus Nina.Semua menu
Nina melangkah dengan penuh keheranan mendekat ke arah pintu. Dengan hati berdebar, ia membukanya. Alter Fidelis berdiri dalam wujud sesungguhnya tanpa sayap.“Fidelis?” desis Nina terperanjat. Fidelis masuk tanpa menunggu dipersilahkan masuk.“Kupikir email itu baru saja terkirim!” seru Nina dengan takjub. Fidelis menyapa semuanya dan tersenyum.“Aku adalah makhluk mulia yang memiliki akses ke teknologi tanpa harus memiliki media, Nina,” jawab Fidelis sembari memesan minuman pada bartender yang berusaha mengacuhkan pembicaraan tamunya.“Bagaimana aku bisa tidak merasakan kehadiranmu?” tanya Nina bingung. Fidelis menerima gelas dan meneguk dengan ekspresi haus.“Kau melemah pada kondisi tertentu. Entah itu saat jatuh cinta atau berduka,” terang Fidelis dengan acuh. “Jelas saat ini kau dalam salah satu kondisi tersebut,” sindirnya sambil melirik ke Elba yang tersenyum simpul.