Untungnya, Rosene masih bisa menahan rasa sakitnya. Ini tidak seberapa dibandingkan yang pertama kali ia mendapatkannya. Saat itu, kali pertama dan terakhir Rosene mengikuti misi meng-invasi klan Riddick yang menguasai wilayah Puglia di sebelah barat Italia. Rosene teledor. Ia terlalu percaya diri akan memenangkan pertempuran itu hingga tidak tahu salah satu musuh mengincarnya. Untungnya, tembakan itu meleset dan hanya menyerempet bagian perut dan tidak sampai mengenai organ vital. Tetapi, Rosene akui, ini cukup nyeri. Rosene menatap pakaian biru yang dikenakannya. Cairan itu menodai pakaian itu. Ini tidak boleh didiamkan. Aaron tidak boleh melihatnya. Atau pria itu akan mencercanya dengan berbagai macam pertanyaan. Rosene menghidupkan kran. Kemudian menengadahkan tangan di bawah kran itu. Ia berusaha membersihkan noda itu dengan air dan tangan. Rasa nyeri kembali dirasakan. Di luar, Aaron nampak gelisah. Terlebih karena Rosene tidak juga keluar. Ingin menyusul takut wanita itu
Rosene jelas kaget. Bagaimana pria itu bisa ada di sini. Johny adalah seorang mata-mata. Dia termasuk bagian dari kelompok Rossmoss. Ia sering mengemban tugas sebagai mata-mata. Dan ketika tugas itu beralih pada dirinya. Jhony ditarik dan ditugaskan di wilayah lain. Lalu, kenapa dia bisa ada di sini? "Johny!" "Iya, Nona. Ini aku." Rosene memegang perut. Ia bangun dan Johny membantunya. "Kenapa kau bisa ada di sini? Ini bahaya." "Pelankan suaramu, Nona." Johny memandang ke arah pintu. Saat melewati dua penjaga di luar, Johny sempat gugup. "Tuan Markus memerintahkan saya untuk membawa Nona kembali." "Apa?" Rosene tidak percaya ini. Alasan apa yang membuat pria itu bertindak ceroboh. "Tuan Mathius marah besar, dia menyuruh Tuan Markus untuk menarik Anda kembali ke Rossmoss." Mathius adalah ayah Markus. Jelas saja pria itu marah. Mathius sangat menyukai Rosene. Pria setengah baya itu memiliki kebiasaan buruk menyukai daun muda. Dia memiliki istri, tetapi juga memiliki selir. Math
Kemarahan akan luluh hanya dengan menyentuh seorang wanita. Itulah yang dirasakan Aaron sekarang. Ia mengecup bibir sang wanita yang baru saja menyelesaikan tugasnya. Ini karena dirinya yang bersemangat atau karena wanitanya yang jarang dipakai. Jadi si Alexa ini begitu menyenangkannya. "Mintalah hadiah pada Ben besok, kau berhak mendapatkannya," kata Aaron setelah membersihkan diri. Aaron adalah pria yang royal, siapapun yang bisa menyenangkannya, apapun akan dia berikan. "Baik, Tuan." Jika Aaron sudah menyentuh botol anggurnya, itu artinya Alexa harus segera keluar. Ia memakai kembali gaunnya dan memungut sepatu bertumit tingginya lalu melangkah keluar. Lama tidak ada panggilan, berarti tidak ada masalah. Ben setia menunggu di depan pintu kamar bersama dua orang penjaga lainnya. "Tuan, tolong buka pintunya." Suara lembut itu milik seorang wanita. Pintu dibuka. Ben berhadapan dengan Alexa yang baru keluar. Wanita itu membungkuk memberi hormat. "Tuan Ben, Tuan Aaron memerintahka
Markus mengumpat. Itu alasan kenapa helikopter yang ia tunggu tidak datang. Kabar dari Johny juga tidak ada. Sialnya lagi, jejak Johny menghilang. Dapat dipastikan jika misi telah gagal. Kini ia mengakui betapa mengerikannya klan Dare Devil. Johny adalah agen terlatih. Bagian wilayah mana yang belum dia jelajahi. Bahkan Rossmoss berhasil meng-invasi beberapa klan berkat kerja keras Johny sebagai mata-mata. Tetapi, dia malah tertangkap oleh Dare Devil. Jelas Markus tahu hasil akhirnya. Johny akan dihabisi. Dua misinya gagal sekaligus, tidak mendapatkan kembali Rosene, dan satu anggota terbaiknya tewas. "Sialan!" Markus hanya bisa mengumpat. Untuk saat ini ia tidak bisa mengambil tindakan apa-apa. Ingin menyerang, apalagi itu. Ia tidak bisa menyerang tanpa strategi dari Rosene.Markus benar-benar kesal. Entah apa yang harus ia katakan pada Mathius nanti. Pria tua itu jelas tidak akan tinggal diam. Pintu ruangan terbuka, menampilkan sosok wanita cantik dengan dress selutut motif bung
Rosene terbatuk-batuk. Aaron langsung mengelus punggung itu. "Kau tidak apa-apa?" Rosene menggeleng, ia memandang pengawal. Aaron pun sama halnya. Ia begitu penasaran dengan laporan anak buahnya itu. Namun, malah terganggu karena Rosene terbatuk. "Di mana dia sekarang." "Tuan Ben dan lainnya berhasil meringkusnya, sekarang di bawa ke markas." "Kita ke sana sekarang." "Tunggu ....." Rosene menahan lengan Aaron. Pria itu menatap tangan Rosene. Menyadari itu, Rosene langsung melepas jeratan tangannya dari lengan pria itu. "Kau ingin pergi." "Seperti yang kau lihat. Aku ada urusan." "Ya baiklah." Memangnya Rosene harus apa? Mana mungkin dirinya mencegah pria itu. Padahal ia sangat ingin ditemani. Tetapi, karena tidak ingin dianggap manja dan tidak ingin membuat Aaron besar kepala. Rosene mengiyakan saja. "Aku akan segera kembali." Rosene mengangguk. Tak masalah kalaupun tidak kembali. Tetapi, ia harus mengangguk saja. Ia tidak boleh membuat Aaron marah. Sebenarnya ia ingin bert
"Sialan!" Aaron mengumpat dan segera beranjak. "Ben, Diego kita pergi. Yang lain tetap di sini." "Baik, Tuan." Jekco menjawab. Aaron pergi bersama enam orang pengawal, Diego dan juga Ben. Rombongan itu segera menuju ke rumah sakit di mana Rosene dirawat. Dalam perjalanan, Aaron mencoba menghubungi Dokter El dan mempertanyakan keberadaan Rosene. Dokter El berkata bahwa Rosene masih ada ketika pria itu melakukan pemeriksaan. Itu artinya, wanita itu baru saja kabur. "Kita harus cepat." "Baik, Tuan." Ini lebih baik dari pada di dalam ruangan yang berbau desinfektan. Angin berhembus sedang. Dan Rosene suka aroma bunga. Rosene memang bukan tipe wanita yang menyukai bunga, tetapi ia suka aromanya. Cuaca juga cukup bagus. Betul-betul mendukung untuk bersantai dan menghabiskan waktu di tempat ini sangat cocok untuk itu. Taman ini cukup luas. Ada beberapa Castellucio tumbuh liar dan mendominasi taman. Pohon maple serta bunga aster. Itu adalah bunga kesukaan Melanie. Rosene jadi teringat
Permasalahan itu, tak cukup hanya dengan melenyapkan Alexa. Harus jelas semuanya dan diusut sampai tuntas agar tidak menimbulkan masalah di kemudian harinya. Setelah diselidiki. Ditemukan zat kimia berbahaya dalam cream pemutih tersebut. Jelas ini perbuatan seseorang dan Aaron harus tahu siapa dalang dibalik semua ini. Aaron memanggil pelayan yang mengurus Alexa. Mereka berdua berkemungkinan besar menjadi pelaku. Berta jelas tidak akan melakukan kecerobohan semacam itu."Siapa yang melakukannya?" Aaron duduk dengan angkuh di single sofa dengan dua pelayan yang berlutut di hadapannya. "Bukan saya, Tuan. Sungguh!" Pelayan yang berada sebelah kanan berucap. "Benar, Tuan. Kami melakukannya seperti biasa." Yang satu lagi menimpali. "Tuan, ini jelas bukan kesalahan kami." Aaron mengurai kaki yang telah ditumpuk kemudian memajukan tubuh mendekati mereka. "Lalu kalian pikir semua itu perbuatan hantu? Begitu?" Kedua pelayan itu tertunduk takut. Tidak ada yang menjawab. Keduanya betul-bet
Amarah Aaron langsung mereda mengingat niat kedatangannya kemari. Ia tidak boleh terpancing emosi. Ia melirik benda pecah yang berserakan di lantai lalu menatap Rosene. Sungguh gadis yang penuh kejutan. "Aku mengganggu tidurmu." "Ya." Memang Rosene harus mengatakan apa. Memang itu kenyataan. Tetapi, Aaron malah menampakkan ekspresi keberatannya."Saya mendengar suara tembakan." "Apa yang ingin kau ketahui. Kau tahu 'kan aku ini siapa dan orang seperti apa? Jadi jangan membantahku." Sekarang Rosene yang jadi kesal sendiri. Ia memang terbiasa diperintah. Tetapi, Markus tidak pernah memaksa dirinya. Terlebih untuk melayani di atas ranjang. "Ada apa Tuan kemari?" Perasaan Rosene tidak enak sejak kedatangan pria itu. "Kau bilang butuh pekerjaan. Aku akan memberikannya." "Sebagai apa?" "Pelayan pribadiku." Ekspresi yang ditampakkan Rosene, membuat Aaron menarik sudut bibirnya. "Mulai besok kau bisa mulai bekerja. Pelayan akan menyiapkan segalanya." "Tuan sudah memiliki banyak pela