“Apa..” Pergi Dariku berkata dengan ragu-ragu. “Apa kita akan menjadi sepertinya nanti? Babak akhir nanti…”
“… Berapa Petunjuk emas yang sudah kau dapatkan?”
“…Dua..”
Lock mengangguk. “Kau masih mempunyai sisa waktu untuk mengumpulkan sisanya.”
Pergi Dariku menggeleng dengan cepat. Sosok gadis kuat, keras kepala dan pemarah yang selama ini melekat kuat sebagai karakternya, mendadak runtuh begitu ia melihat kenyataan sesungguhnya dari [Panggung Akhir].
“Aku..” dia menggigit bibirnya. “Aku tidak mau menjadi monster.”
Lock mengamati Pergi Dariku sesaat dan berkata, “Jika kau tidak menyelesaikannya, kau tidak akan bisa keluar dari mimpi buruk ini.”
“Jika aku menjadi monster dan membunuh salah satu dari kalian, mimpi burukku tidak akan pernah berakhir!”
“Kalau begitu, jangan,” jawab Lock.
<Ia mengenakan pakaian serba hitam.Kemeja hitam, celana hitam, dan mantel panjang bewarna hitam. Ekspresi wajahnya.. Yah, Lock tidak yakin ekspresinya bisa setajam itu. Wajahnya juga bersih tanpa noda dan luka, sangat berkebalikan dengan Lock. Namun, selain itu, Lock seperti sedang bercermin.Setelah keterkejutan yang melandanya berangsur mereda, Lock menarik nafas lega. Dengan sosok ‘Lock hitam’ di hadapannya, Lock yakin apa yang ia hadapi sekarang hanyalah ilusi. Lagipula, paling tidak ia mengetahui dirinya sendiri dengan baik dan dapat mengambil keuntungan dengan kenyataan bahwa ia lemah. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Lock yakin dia bisa lolos dari babak ini dengan mudah.Lock menahan diri untuk tidak tertawa. Sambil menyeringai, ia mengangkat tangannya, menyapa sosok ‘Lock’ lain di hadapannya.“Hal – Ugh!”Detik berikutnya, Lock terhuyung ke belakang seperti sayuran layu. Pandangann
“Uhuk! Uhuk!” darah segar keluar dari mulut Lock.“Kau bajingan berdarah dingin yang bahkan tidak berkedip saat melihat kematian orang yang paling kau sayangi.”Suara itu membuat Lock mendongak – namun terlambat. Tendangan kaki menghantam wajahnya hingga tubuhnya terguling dan menabrak pepohonan lain di sebelahnya.‘Sialan! Apa dia kira aku mainan!?’Lock tidak bisa menahan diri untuk berpikir seperti itu, saat ia lagi-lagi terbatuk-batuk darah setelah menabrak pohon besar lainnya. Pandangannya mengabur, namun Lock berusaha bangkit berdiri. Dia tidak perlu bersusah payah melakukannya karena ‘Lock Hitam’ membantunya dengan mencengkram kerah bajunya yang sudah compang-camping seperti kain lap. Dengan mudahnya, pemuda yang sama kurusnya dengan Lock itu, mengangkat Lock dari tanah seolah ia adalah kucing liar kecil.“Menyerahlah.” ujar ‘Lock Hitam’. “Tidak ada tempat ba
“Benar-benar monster merepotkan.”Kiiiiiiii!!!!!!Lock melirik ke belakang melalui bahunya bertepatan dengan suara jeritan monster yang terbelah menjadi dua. Bercak merah keemasan membayangi penglihatan Lock yang masih belum sadar sepenuhnya apa yang terjadi. Ia masih memandangi mata besar si monster delima yang membulat ketakutan sebelum bola matanya berputar ke atas dan hanya menampilkan sklera-nya.Tubuh Lock menegang. Detik berikutnya, tubuhnya di dorong dengan paksa hingga pipinya menempel pada tanah dan aroma rerumputan basah menyerang indra penciumannya.“Seleramu terhadap binatang peliharaan buruk sekali. Demi langit, itu buah bermutasi! Tsk!”Dari tempatnya terbaring datar di rerumputan, Lock bisa melihat tubuh monster delima yang berdarah-darah dan mulai menguap menjadi butiran emas, menyatu dengan langit malam yang sebentar lagi berakhir.Satu menit tersisa..‘Lock Hitam’ menindi
“Avery.”Avery menoleh mendengar panggilan tersebut, mendapati seorang pria berparas tampan dan gagah dengan baju serba hitam, berjalan mendekat. Gadis itu mengerutkan kening melihatnya karena dia yakin tidak memberitahu si mantan pacar yang mendadak menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitar mereka karena ketampanannya.Jimmy mengulurkan jemarinya ke wajah Avery yang mulus tidak bercela. “Kau harus beristirahat. Apa kau tidak tidur semalaman? Kau pucat sekali!”Jimmy tidak tahu mantan kekasihnya yang galak dan cantik itu bisa terlihat sangat syok seperti ini. Bahkan sewaktu mereka putus, Avery menguap lebar dan tampak tidak acuh – yang mana langsung membuat Jimmy murka. Tetapi, gadis di hadapannya itu sekarang seperti akan ambruk kapan saja. Matanya sembab dan kosong – yang mana sangat tidak masuk akal bagi Jimmy.Avery menepis tangan Jimmy dengan kesal. Dia tahu dia seharusnya tidak heran melihatnya disini. Jimmy
“Apa-apaan, Jihun!?” Avery mendorong bahu Jihun itu dengan sumpah serapah, membuat orang-orang sekitar memandangi mereka. “Untuk apa kau kemari?”Beberapa murid SMA Culfox juga hadir, menduduki meja tanpa rasa duka di ekspresi wajah mereka – seolah mereka datang karena ingin tahu atau formalitas. Sementara itu, di salah satu meja, tampak Jihun dan keenam temannya yang lain membuka berbotol-botol minuman keras – yang sebenarnya dilarang karena mereka semua belum menginjak usia 21 tahun. Yang terakhir itu jelas datang karena ingin menenggak alkohol gratis.Mendengar pertanyaan adiknya, Jihun menjawab dengan wajah polos. “Melayat.”Mengabaikan Avery yang melotot garang di sampingnya, Jihun menuang isi minuman keras ke dalam gelas-gelas sambil bercanda dengan teman-temannya. Avery menggertakan gigi melihat hal itu. Hatinya memanas. Dia sebenarnya tidak ingin membuat keributan di tempat duka; namun, Avery tidak peduli l
Kereta itu berjalan dengan mulus dan tanpa suara.Lock sedang duduk di salah satu sofa dengan kerutan di keningnya dan kedua tangan terlipat. Setelah berkeliling dan tidak menemukan apapun yang berarti, Lock berusaha menenangkan diri. Bagaimanapun mencurigakannya, kereta ini pasti berhenti di suatu tempat, dan tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang.Pemandangan di luar kereta adalah hal yang paling aneh di dalam gerbong tersebut. Beberapa menit belakangan, hanya ada warna putih menghiasi jendela, seolah-olah kereta berjalan di dalam terowongan sempit bewarna putih. Tatapan Lock terkunci pada warna putih membosankan tersebut.… Hingga beberapa menit kemudian, ia disuguhi ‘pemandangan’ lain. Lock duduk lebih tegak dengan mata terbuka lebih lebar.Lebih tepatnya, ia sedang melihat potongan-potongan foto mencengangkan dari sebuah layar hologram raksasa di luar sana. Foto itu seperti diambil dari buku fantasi bergambar karena memuat pertaru
Suara Jo Collin yang menyebalkan kembali terdengar. “Tetapi, harus kuakui kau nyariiiis sekali. Jika ini bisa membuat perasaanmu lebih baik, aku-pun ikut mengerang kecewa saat kau tidak berhasil mengambil jam pasirnya. Uh-oh! Adegan favoritku!”Tangan Jo Collin sedang memegang sebuah alat portable kecil. Dengan ekspresi bersemangat, dia menekan-menekan tombol di alat tersebut, sementara matanya tertuju pada jendela.Di jendela, adegan ‘Lock Hitam’ melempar pedangnya untuk menghancurkan jam pasir, terputar kembali. Detik berikutnya, ekspresi tidak percaya Lock diperbesar 20x lipat – membuat seluruh jendela dipenuhi wajah tirus dan kotor Lock yang ternganga seperti orang bodoh.“Haruskah kita lenyap bersama?” Video itu berakhir dengan tubuh Lock yang tercerai berai. Jo Collin mematikan video dengan ekspresi sedih sambil menggeleng-gelengkan kepala. Ia menatap Lock dengan sorot mata prihatin. &ldqu
“Hah!” Lock mendengus ketika akhirnya ketegangan di wajahnya mencair, digantikan oleh ekspresi tercengang. “Apa-apaan itu?”“Seperti yang kau lihat, kau terlibat kecelakaan dan saat ini tubuhmu sedang berada di dalam rumah sakit dalam keadaan koma.” jawab Collin. “Tapi tentu saja tubuh yang mereka bawa itu tubuh palsu. Kami segera membuat pengganti sementara kau sendiri, saat itu, tengah berada di [Panggung Akhir].”Namun, Lock tidak peduli dengan segala tetek bengek mengenai tubuh asli-nya. Ia fokus pada kenyataan bahwa dia, atau ‘tubuh palsunya’, sedang terbaring koma.“Tapi semua orang di dalam bus itu selamat! Bahkan nenek itu pun segar bugar – sementara aku koma karena mimisan? Kau pikir itu masuk akal?”Jo Collin mengedikkan bahu dengan tampang tidak acuh. “Kau akan menjadi penumpang paling sial seantero planet.”Lock menyentakkan kepalanya ke s