Hallo! Terima kasih sudah membaca cerita Zoo. Untuk medukungannya bisa banget kasih kritik dan saran di kolom komentar agar cerita ini terus berkembang ke depannya. Zoo akan berusaha konsisten jika tidak ada halangan, setiap tanggal 7, 17, 27, update 2 bab di jam 07.00 WIB dan 18.00 WIB. Stay tune ya~
Seperti pulang dari tugas besar, Ilham melepas lelah lebih dulu di kost Tiara. Sidang yang diadakan Bayu dan Sisca kali ini tidak akan menjadi yang terakhir kalinya. Perubahan Tiara pasti semakin lama dirasakan yang lain juga. Ilham sendiri masih tidak mengerti apa yang Tiara pikirkan sampai saat ini. Satu hal yang pasti Ilham ketahui sebagai teman masa kecil Tiara, ini bukan pertama kalinya. Walau terbilang sudah sangat lama, rasanya Ilham dibuat kembali ke masa itu. “Lo mau nginep di sini, Ham?” Pertanyaan Tiara membuyarkan pikiran Ilham. Gadis itu sedang memakai masker wajah sambil menonton drama di laptopnya. “Nanti gue balik. Oh ya, gue jadi kepikiran tentang baju bola. Teori siapa yang benar? Sisca dan Bayu membuatnya dari genre dan cara berpikir yang berbeda, gue jadi penasaran.” Tiara menoleh, lalu mengernyit saat melihat ekspresi tegang Ilham. “Penasaran ya?” tanyanya dengan datar. “Teori Bayu yang benar.” “Sungguh? Bukan karena itu teori yang dibuat Bayu, kan? Kalau dil
“Ayahanda begitu luar biasa, kematiannya tidak meninggalkan jejak- tunggu!” Astro teringat dengan buku yang pertama kali Omili bawakan. Satu-satunya yang terdapat mantra menuju dunia Manusia. “Tuan! Salam Hormat Tuan!” Omili memasuki kamar Astro dengan tergesa-gesa. Menutup buku, saat memutar kepala Astro merasa kaku karena terlalu lama membaca buku tanpa mengibah posisinya dalam waktu yang lama. Ia sampai sulit hanya menoleh untuk menanggapi Omili yang begitu berisik. “Kamu sudah begitu nyaman keluar masuk kamarku, ya?” “Saya minta maaf Tuan, tapi tolong tunda dulu hukumannya. Ada kabar dari perbatasan.” Astro mengangkat sebelah alisnya. “Hm?” “Ada kabar kunjungan dari Dewa Agung Ammon. Utusan beliau meminta Tuan menyambut kedatangan Dewa Agung.” “Apa lagi yang ingin mereka lakukan? Merepotkan saja. Bawa potion putih di laboratoirumku, bilang kondisiku sedang tidak sehat jadi tidak bisa menyambut mereka.” Astro merebahkan diri dan mengacuhkan permintaan itu. Firasat Astro menja
“Tidak, TIDAK! ASTRO, JANGAN!” Bayu yang terlelap di samping ranjang Tiara langsung terbangun. Ilham dan Madam Asri yang sedang berbincang di depan kamar mendengar teriakkan Tiara langsung membanting pintu untuk masuk. “Tiara, bangun ....” Bayu menjadi panik menepuk-nepuk pipi Tiara. “Tiara sudah sadar?” tanya Ilham. Madam Asri memahami situasi dan menahan diri agar tidak terbawa suasana. “Apa dia mimpi buruk? Kalian jaga Tiara, Madam panggil Dokter dulu.” Ilham dan Bayu terus memanggil nama Tiara. Namun, dalam tidur Tiara berekspresi ketakutan, keringat dingin yang bercucuran, dan rancauan yang menyakitkan hingga meneteskan air mata. “TIDAK, ASTRO! BODOH KAMU BISA CELAKA, PLEASE~” Ilham tidak sanggup melihatnya. Seakan bukan melihat orang yang sedang bermimpi, hatinya ikut merasakan sesak yang tidak bisa dijelaskan. “Bayu, apa ini wajar? Apa maksudnya Astro celaka?” Sedangkan Bayu jadi terdiam, ekspresi wajanya menatap Tiara penuh dengan tekanan. Ilham dapat melihatnya saat t
Di depan laptop tangan Tiara gemetar, ia tidak bisa menulis apapun yang ada dalam mimpinya. Tidak seperti sebelumnya, saat inspirasi muncul seharusnya Tiara akan menulis dengan lancar. “Bayu di mana, Ham?” Tiara pikir berdiskusi dengan Bayu bisa memperkuat ingatan pada mimpinya, karena hanya Bayu yang mengerti maksud ucapannya saat ini. “Ke supermarket, lo makan nasi goreng aja nggak apa-apa, kan?” Sesampaikan di kost Tiara, Ilham langsung mengambil alih dapur. Dari saat pingsan gadis itu belum makan apapun, sama sepertinya dan Bayu yang menunggu tidak sempat berpikir untuk makan. “Hm.” Tiara tidak ingn menangis, tapi isi kepalanya penuh dengan adegan Astro yang mendapat hukuman dari Dewa petinggi. Ia yang berada di dalam mimpi hanya menonton tanpa bisa ikut campur di dalamnya, detail fitnah itu membuatnya marah dan sedih. “Gue harus tolong Astro gimanapun caranya, please ... Kenapa gue nggak bisa nulis apapun dan hanya teringat adegan itu. Apa yang terjadi sebelum fitnah itu? Gima
Melihat sekitar, padang rumput dengan batu-batu setinggi lutut menancap di atasnya. Matahari yang terik ini tidak terasa menyengat seperti di bumi, hanya kehangatan yang membuat Tiara tidak merasa gerah. Tiara memilih berjalan ke arah kanan, kata orang apapun harus didahului dari kanan untuk memulai sesuatu hal yang baik. Sisanya Tiara hanya mengikuti kemanapun langkah kaki membawanya. Kalau diperhatikan tempat Tiara saat ini berbeda dengan dunia Suku Iblis, langit yang cerah menggambarkan jelas jika ia berada di dunia Suku Dewa. Di sini memiliki pemandangan yang sangat indah seperti di surga, tapi di mana pun Tiara berada paling tidak nyama dengan silau matahari. Namun terobati dengan udara yang bersih dan juga segar, jauh lebih damai dan tenang. Dari kejauhan Tiara melihat sebuah pemukiman, bangunan yang terbentuk dari batu-batu besar. Semakin dekat, ia melihat banyak orang berpakaian serba putih atau pastel dengan bergaya Yunani kuno. “Omo omo omo! Deabak! Wah ... benar-benar se
Dunia Suku Iblis yang terkesan bagi Tiara adalah kemajuan teknologi, peradaban yang maju dan membuatnya ingat dengan bumi. Rasanya seperti dalam perindustrian abad pertengahan, walau masih terasa purba bagi Tiara manusia modern. Karena citra Iblis yang kejam, Tiara tidak berekspetasi tinggi, penduduk yang padat pun keberadaanya seperti diabaikan. Berbeda dengan dunia Suku Dewa. Seingat Tiara, ia membentuk surga dengan kehidupan yang praktis karena adanya energi spiritual yang tinggi. Tidak ada yang tidak bisa, tidak ada yang tidak mungkin. Kekuatan suci sudah seperti napas bagi mereka, tapi peradabannya jauh lebih purba. Mereka hanya mementingkan kebutuhan makan terpenuhi dan hidup dengan damai. Namun cara pendang mereka dengan keberadan Tiara dipandang sebelah mata. Penampilan Tiara sudah tidak mencolok karena jubah pemberian Ovid, tapi masih ada tatapan tajam sepanjang perjalanan cukup membuat punggunya berlubang. Tiara bisa mendengar jika Dewa-Dewa itu mengatakan, “Makhluk Rendaha
Degup! Baru saja Ammon berdiri untuk kembali ke kamarnya, ia kembali terduduk sambil memegang dada sebelah kirinya. Sebuah penglihatan muncul di depan mata menampilkan kehadiran tamu yang tidak diundang keluar dari portal dimensi. “Yang Mulia, ada apa?” “Apa Anda baik-baik saja, Dewa Agung?” Para Dewa Petinggi begitu khawatir melihat langsung reaksi tiba-tiba Dewa Agung Ammon. “Tidak aku baik-baik saja.” Ammon dengan cepat kembali berdiri. “Apa kamu merasakan sesuatu Dewa Gefsi?” Dewa Gefsi yang ditanya kebingungan, ia tidak mengerti ditanya tiba-tiba begitu. “Mungkin saya belum merasakan hal yang dimaksud Yang Mulia. Apa ada sesuatu Yang Mulia Dewa Agung?” “Hm, tidak ada. Aku pikir kamu merasakan energi baru yang keluar dari tubuhku. Sepertinya aku merasakan efek samping setelah berlatih energi pengembangan.” Dengan wajah ramah itu Ammon berbohong. “Sepertinya bukan hal yang buruk, tapi jika ada sesuatu pada fisik Yang Mulia. Sebaiknya segera melakukan pemeriksaan, Dewa Golde
Angin sejuk menerpa sosok yang mengubah penampilannya menjadi sederhana. Cahaya mengelilinginya di tengah lapang makam memberi kedamaian yang sakral. “Sepertinya tujuan kita sama, tapi kamu terlalu lama di tempat ini Ammon.” Sosok dengan hanfu hijau mint berada di balik pohon tengah hutan jauh dari lapang, namun suaranya terdengar tanpa berteriak. “Aku hanya ingin berkunjung sebentar, bukankah Kakak begitu?” Ammon dengan khiton putihnya, berdoa di depan makam besar. Sosok di balik pohon itu menatap sendu. Tangannya terkepal kuat, sebelum ia membalikkan badannya dan pergi. “Terserah, aku sibuk.” Terbangun dari doa Ammon menoleh ke belakang, memastikan kepergian sang Kakak. “Ibunda lihat? Kak Astro semakin mirip manusia semenjak dia menghilang saat itu. Setelah bertemu Dewi Tiran, aku semakin tidak memahami cara berpikirnya.” Pada makam tertulis nisan ‘Dewi Agung Amolia’, yang mana makam hanya simbolisme dengan menguburkan barang-barang peninggalan semasa hidup seorang Dewa. Tubuh d