Bug! Bug! Bug!Mulutku memuntahkan cairan merah kental. Aku memegangi perutku yang terasa semakin sakit. Kakiku tidak bisa berdiri lagi. Aku lemah. Apa yang ia katakan adalah sebuah fakta. Ya, aku adalah seorang pecundang. Sekuat apa pun aku berusaha, ternyata hasilnya sama saja. Kenapa kepercayaan yang besar ditaruh pada pundak rapuhku? Kenapa Dewa Naga tidak memilih orang lain saja?"Dunia ini terlalu serius untuk orang payah sepertimu!" Senyum licik milik Kaisar Harvey melengkapi penderitaanku. Aku menggerutu di dalam hati, "Dih, wajah saja yang tampan, tetapi hatinya busuk!"Sekilas, Kaisar Harvey mirip dengan seseorang, yang pernah kutemui di masa Sean. Namun, aku tidak tahu siapa nama orang itu. Apakah Kaisar Harvey merupakan seorang penyihir hitam? Entahlah.Tangan kekar miliknya mencengkeram erat leherku. Aku kesulitan bernapas. Kenapa dia tak kunjung puas, dengan penyiksaan yang diberikannya? Dasar tidak punya hati nurani! Wajar saja, seluruh kerajaan tempo dulu sangat membe
"Aku mohon, bertahanlah sebentar lagi!" jeritku kencang. Tanganku tak henti-hentinya memukul mesin, yang mempunyai keyboard berwarna-warni itu. Teknologi itu membuatku kesal.Wajah cantik Sera tampak tersiksa, di dalam tabung aneh itu. Cairan mirip air mineral, tetapi lebih memiliki warna kebiruan itu sepertinya berisi sesuatu. Aku belum bisa menyimpulkan, air apa yang para pengkhianat itu taruh di sana? Dua belas rekan—termasuk Bibi Naya dan Tuan Farren, terkurung di setiap tabung. Aku mesti bergegas untuk menghancurkan dinding tebal itu.Aku meracau, "Kapak ... tidak bukan, harusnya senjata yang lain. Bagaimana jika melukai tubuhnya? Bagaimana? Argh!" Kulepas jas hitamku dengan tarikan yang cepat. Aku sudah berjanji untuk tidak kalah. Bagaimana pun, aku harus menepati semuanya.Prang!Tabung setinggi sekitar dua meteran di depanku hancur lebur, tatkala tanganku berhasil menerobos titik lemahnya. Air itu mengering. Sontak aku pun terkejut melihat pemandangan selangka itu. Bagaimana
"Negara Erreala tercinta sedang mengalami krisis keamanan. Para wakil rakyat beserta para menteri akan menjalankan rapat, dalam tiga hari ke depan. Dukungan dari beberapa negara bagian mendapatkan apresiasi, yang cukup tinggi dari Presiden Edward." Reporter TV—seorang wanita berambut hitam pendek, itu tampak memegangi microphone di keramaian."Duta besar Erreala adalah tempat pengambilan gambar yang menarik," ucapku sambil membuka bungkus rokok. Menyaksikan acara berita dari sofa memang surganya dunia. Aku cukup mendambakan sensasi santai, bersama empuknya tempat duduk itu. Misi yang sulit, membuat kepalaku serasa ingin meledak. Gagal lagi. Namun, aku tidak akan menyerah."Sekarang kamu merokok, ya?" Sera datang dengan gaun tidurnya yang indah. Wanita muda itu terlihat sangat cantik, malam itu. Aku sangat menyukai model pakaian, yang dia kenakan.Aku menyanggahnya, "Nggaklah, Ra. Itu tuh Si Darrel yang merokok."Sera memandang seakan ragu dengan pernyataanku. Astaga! Sesulit itukah w
Pecahnya dua wilayah menjadikan misi kami bertambah mudah. Penyatuan wilayah yang terdiri atas Kota Riqueza, dan Kota Linear telah menjalin hubungan kerja sama, dengan tim kami. Svnhrds diubah lagi menjadi Treize; sesuai jumlah anggota. Bang Lucas dan Aiko baru pulang dari luar negeri. Mereka berdua membawa kabar baik. "Bagaimana tentang usaha menutup jalur eksternal mereka?" tanyaku sambil menopang dagu. Matahari terbit, cahayanya menembus masuk ke kantorku. Tempat yang baru beberapa hari belakangan dibangun itu, telah menjadi tempat favoritku."Yoi, Kapten Ar. Seperti biasanya, berhasil! Tentu saja, aman juga." Bang Lucas memberikan sebuah flashdisk padaku. Aku mengangguk pelan. "Kerja bagus, Bang. Aku harap, penyerangan menyeluruh besok akan berjalan dengan lancar. Tolong sampaikan dengan anggota yang lainnya!""Baik, Kapten Ar!" timpal Bang Lucas. Hari itu, dia terlihat sangat antusias. Apa ada yang istimewa di Bulan Juli? Entahlah, aku sendiri bukan seorang pembaca pikiran.Pi
"Kalian masih bertengkar, ya?" tanyaku pada Degree—pria yang sedang berlatih menembak one shot-one kill, di sampingku."Cuma salah paham doang. Lagian, kok bisa Aiko tiba-tiba terpeleset gitu. Jadinya, kan, kesannya kek aku mau rebut pacar orang," jawab Degree. Mata elangnya itu terlihat fokus ke target."Benarkah?" Aku kurang yakin dengan ucapannya."Tentu saja. Emangnya sejak kapan aku suka bohong? Kalau mau, pake magis penglihatan masa laluku aja, biar nggak dituduh terus sama kamu.""Ya, lupakan saja.""Ada apa, Lio? Kamu kayaknya gelisah terus dari tadi? Kamu kenapa?""Sebenarnya, aku masih ragu dengan tim kita, Re. Rasa ingin tahu itu terus muncul, kala bunga mimpi mulai kembali. Aku lelah, jika terus menampung beban pikiran, yang aku sendiri tidak bisa menjabarkannya."Degree menurunkan senjata miliknya. "Apa yang kamu ragukan dari sebuah kesetiakawanan?""Ya, aku takut dikhianati. Oh iya, kok bisa ya kalian mendukungku?" Aku mengambil pistol, yang tergeletak di atas meja. Kemu
Aku berlari dengan kecepatan, yang melebihi kekuatan milik Zay. Aku takut, ia akan menyerang, atau berhasil menggapai tubuhku lagi. Bangunan di sekitar tampak hancur lebur, akibat amukan robot fauna. Entah dari mana mereka berasal, yang jelas jumlahnya lebih dari banyak. Aku belum bisa memastikan, siapa orang yang mengendalikan mesin, di balik kekacauan itu?Rumput-rumput ilalang kuterobos, tatkala sayapku mulai menghilang. Kekuatan magic bersifat sementara, dan butuh banyak waktu untuk memulihkan energi. Perspektifku tentang magic win, daripada teknologi agaknya keliru.Aku mengambil dua pistol yang sebelumnya telah kuisi, dengan peluru bom—yang langsung meledak ketika menyentuh tubuh musuh. Kedua tanganku menembaki robot-robot canggih, di depan sana. Dari kejauhan, Benteng Argos II terlihat mengeluarkan asap hitam pekat. Aku berhenti sejenak, untuk memastikan tidak ada yang mengikuti langkahku.Berada di jarak lima belas kilo meter dari benteng, membuatku terpisah dari Tim Treize. K
"Aku akan selalu mencintaimu, Azo. Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu, meski hanya sedetik saja. Aku ... aku ingin kita tetap mengikat janji satu sama lain, hingga kita dipisahkan oleh takdir." Wanita cantik bermahkota emas itu memegangi tanganku erat.Saat itu, mulutku tidak bisa mengucapkan sepatah kata. Bukan, bukan karena aku gugup, tetapi karena pita suaraku tidak mengeluarkan suara apa pun. Entah mimpi ataupun bukan, aku sendiri tidak tahu.Aku bertanya-tanya di dalam hati, "Kenapa aku tiba-tiba di sini? Siapa wanita itu? Rasanya aku kenal tapi siapa ya?" Isi pikiranku berperang dengan hati. Ingin rasanya kabur dari ruangan itu. Namun, niatku kuurungkan."Harvey sepertinya tidak suka dengan pengangkatanku menjadi penguasa Aksa."Deg!Aku baru menyadari sesuatu yang janggal, di sana. Ya, aku tidak lagi berada di zaman modern. Apakah portal black hole yang menghantarkanku kembali ke masa lalu? Astaga! Ribet sekali. Namun, seingatku, aku tidak terpelanting ke portal. Apa ya, y
Aku menahan pergerakan naga hitam itu dengan segel. Ia terus meronta sambil mengeluarkan napas api, yang meledakkan lingkungan sekitarku. Terbang di atas cakrawala adalah rencana adu mekanik, yang paling menguntungkan untukku. Harvey mendengkus kesal. Ya, dia memang sering seperti itu, setelah aku berhasil menyakinkan bahwa, kemenangan tidak akan pernah menjadi miliknya."Serahkan apa yang bukan menjadi milikmu, Harvey!" Aku memakai tameng perlindungan, ketika robot keamanan Scramble menembakkan ribuan peluru.Sistem keamanan tingkat tinggi sekali pun, tidaklah berarti apa-apa bagiku. Lempengan besi, serpihan kaca, dan bangunan roboh tampak memadati jalan raya. Kehangatan telah menghilang. Dunia telah berganti dengan perang, kehancuran, dan dipenuhi dengan keserakahan manusia-manusia yang tak kunjung puas.Sangat disayangkan, wilayah tiga daratan yang dulunya adalah negeri paling makmur, telah berganti dengan wilayah adu teknologi. Kepintaran manusia, membuat mereka melanggar hukum al