Pagi itu Lara bangun paling awal. Belum ada pekerjaan yang bisa dikerjakannya, masak di wakru yang sepagi itu konon tidak terlalu baik, atau pamali, orang Mandala bisa menyebutnya. Saat Lara bertanya Bu Marta, apa gerangan pamali itu, tapi Bu Marta hanya mnggeleng.“Sudah ikuti saja apa yang mereka katakan.” Ucap Bu Marta.Jarum pendek di jam dinding baru bergerak ke angka lima, Lara turun ke bawah rumah. Dia hendak merebus air untuk menyeduh cokelat bubuk yang dibawanya dari rumah. Embus langsung menyerbunya, dingin sontak menggelitik pipinya yang memerah. Dia memandang ke sekeliling, rumah-rumah warga tak lagi nampak. Hanya ada putih embun yang mengusai desa itu. Lara seperti sedang berada di atas nirwana. Sudah beberapa pagi Lara melihat pemandangan itu, tetapi dia masih takjub saja, pemandangan pagi yang tidak akan mungkin pernah didapatkan di kota tempatnya tinggal.Lara duduk di teras lantai atas rumah itu, pandangannya lurus ke depan, tepat ke arah jalan. Beberapa pucuk gunung
Tetapi rasanya kali ini dia sangat ini marah. Mungkin rindu itu tak bisa lagi terbendung olehnya. Lara melengkupkan kepalanya, dia meringkuk di dalam kasur dan mulai menangis tanpa mengeluarkan suara sama sekali, dia menakan suaranya agar tak keluar hingga dadanya sesak. Lebih baik dadanya sejak dari pada teman-temannya yang tengah tidur itu bangun karena mendengar suaranya menangis, batinnya. Lara kemudian kembali mengirimkan sesuatu pada Mas Gala.“Lara capek.” Ketiknya lalu dia kembali melanjutkan tangisannya.Ternyata Lara kembali jatuh tertidur saat menangis, matanya sangat sembab ketika dia bangun dan tentunya karena itulah dia jadi bahan bulan-bulanan Adrian dan Baham. Pagi itu mereka memilki agenda sebelum rapat perumusan program kerja, yaitu membersihkan tempat ibadah. Di kamar sebelum berangkat Lara sempat ditegur oleh Aulia karena matanya yang sangat sembat.“Eh, Ra. Mata kamu kayaknya bengkak banget deh, nggak kayak kemarin-kemarin.” Ujar Aulia.Lara seketika meraba matany
Lara yang menyaksikan keakraban Bila dan Bentara, merasa ada sesuatu yang aneh pada perasaannya, tetapi dia segera menafikan hal itu. Bila dan Bentara memang terlihat akrab beberapa hari terakhir, mereka sering menghabiskan waktu di teras lantai atas rumah Bu Marta saat malam. Ketika tiba waktu makan, entah itu siang atau malam (karena jadwal makan mereka hanya dua kali sehari selama di desa itu), Bila dan Bentara selalu duduk bersebelahan. Kadang bahkan Bila mencomot lauk dari piring Bentara. Bentara juga pernah meminta Bila untuk mencucikan bajunya, dengan segera Bila tak sungkan mencampur baju Bentara ke dalam rendaman bajunya.Kedekatan antara Bentara dan Bila segera terendus ke teman-temannya yang lain. Mereka menjadi sering dicomblangkan karena hal itu. Tetapi di lain waktu, Bila juga terlihat begitu dekat dengan Baham. Nampaknya, Bila adalah tipe perempuan yang mudah akrab dengan laki-laki. Tidak seperti Lara yang selalu mencoba menjaga jarak dari para laki-laki di sana. selain
“Bukannya Mas nggak kepikiran buat nggak hubungin kamu. Mas selalu kepikiran kamu, tapi Mas nggak tahu kenapa rasanya nggak bisa hubungin kamu. Nggak bisa balas semua pesan yang kamu kirim …” Penjelasan Mas Gala terjeda.“Enggak, enggak. Udah Mas. Lara sama sekali nggak apa-apa kok. Kamu yang sakit, kamu yang hancur dan Lara nggak bisa melakukan apa-apa buat menolong kamu.” Bantah Lara.“Raa, nggak ada yang salah dalam diri kamu. Please jangan ngomong begitu,” Jawab Mas Gala.“Ya, udah Mas. Sekarang kamu lanjut nemenin Bapak, ya.” Ujar Lara.“Lara di sana jaga kesehatan ya, jaga diri kamu baut Ibu, buat Ayah dan buat Mas juga. Karena kami sangat menyayangi Lara.” Ucap Mas Gala dan terasa sangat menenangkan seolah semua rasa kesalnya pada Mas Gala tak pernah ada.Setelah telepon itu terputus, Lara segera mengusap air matanya. Tetapi Baham, Adrian Jul dan Bentara tiba-tiba turun dari atas dan melihat Lara di sisi anak tangga sedang mengusap-usap wajahnya.“Cup cup anak mama kangen
Keseharian Lara di desa itu mulai terasa menyenangkan, ini hal bagus karena bisa menetralisir kesetresannya akibat masalah-masalah yang ada pada hubungan percintaannya dengan Mas Gala. Semua rekan-rekannya yang perempuan sangat baik, mereka banyak bertukar saran dan pendapat, mulai dari cara memasak nasi yang pulen dan lezat sampai skincare yang cocok untuk berbagai tipe kulit mereka yang beragam. Selain itu mereka juga sering saling curhat mengenai kehidupan pribadi hingga kehidupan keluarga.Saat Lara sudah sangat dekat dengan kawan-kawannya itu dia baru tahu kisah hidup Bila yang ternyata menyedihkan. Bila dua puluh satu tahun lalu adalah seorang bayi malang yang entah apa masalahnya, sehingga dia dibuang oleh ibu kandungnya. Sungguh cerita yang menyayat hati, tetapi selain menggoreskan sejarah penuh luka itu, Tuhan juga sudah menggariskan takdir yang indah pada Bila. Ada sebuah keluarga baik yang mau dengan suka rela merawatnya. Mereka bukan hanya baik tetapi juga kaya raya dan y
Program pertama yang mereka kerjakan adalah pembenahan aliran air yang sempat tersumbat oleh lumpur karena desa Mandala sempat terkena longsoran bukit dua bulan lalu. Hari itu tidak ada lagi yang tidur pada pagi hari, mereka semua sudah bergegas untuk berangkat ke irigasi pada pukul 07.00 pagi.Mereka semua bersemangat karena itu adalah program kerja pertama dan paling penting. Jika proram itu tidak berhasil maka bisa dikatakan bahwa kegiatan relawan mereka tidak berhasil.“Agak deg-degan juga sih ngerjain ini,” Celutuk Baham saat baru tiba dan menyaksikan betapa parahnya keadaan irigasi di desa Mandala.“Jangan negatif thinking dulu bro, aku yakin kok kita pasti bisa.” Bentara menepuk pundak Baham.Mereka mulai turun keirigasi, dengan perlatan lengkap yang tentunya aman tanpa ragu mereka membersihkan sumbatan-sumbatan air pada saluran air itu. Beberapa warga desa kemudian datang membantu saat pagi mulai lenyap dan siang terik menyambut. Pekerjaan seberat apapun memang akan terasa
Hari itu mereka semua bangun dengan wajah yang menahan tawa. Tawa sedih tentunya, bagaimana tidak, kerja keras mereka kemarin harus sia-sia saja. Hujan semalam membawa lelongsoran lumpur kembali menutupi aliran irigasi. Sebenarnya hal itu mungkin tidak akan terjadi jika kemarin mereka menyelsaikan pekerjaan itu sebelum hujan mengguyur. Tetapi mereka hanya tetamu yang harus menghormati tuan rumah. Kata-kata sepepuh desa kembali terulang di kepala Baham lalu dia tersenyum getir.“Jadi gimana nih ketua?” Tanya Adrian pada Baham.Baham menelan ludah lalu melirik ke arah Jul.“Sepertinya kamu memang harus merebut Bu Marta, Jul.” Seloroh Baham.Mereka semua tertawa, Lara seperti digeletik perutnya saat membayangkan apa jadinya jika Jul benar-benar merebut Bu Marta dari Pak Sepuh.Tak lama kemudian Bu Marta naik ke lantai atas. Sepuluh mahasiswa yang sebagiannya masih tertawa itu sontak terperanjat. Mereka perlahan menghentikan tawanya dengan paksa, Lara menoleh ke arah Jul, wajah pemud
“Aku tahu kok kalian semua belum mandi, kan?” Ucap Baham.Pemuda itu kembali menarik tangan Aniya yang menudian juga diceburkan ke dalam sungai menyusul Bila yang teriak-teriak di dalam air.“Ayo, Ra. Nyebur juga?” Ajak Aulia pada Lara.“Hah?” Lara keheranan dan sempat tak percaya dengan apa yang didengarnya. Mana mungkin Aulia mau menyeburkan diri ke sungai di pagi yang dinginnya nyaris membuat manusia membeku itu.“Ayo kita nyebur juga, ngerain ini.” Ulang Aulia.“Ih, enggak-enggak ah. Gila dingin gini.” Tolak Lara.“Ya udah kalo gitu, aku sama Rachel mau nyebur.” Ucap Aulia.“Ih enggak-enggak!” Ternyata Rachel pun menolaknya.“Ayolah Chel.” Bujuk Aulia. “Toh kita juga belum mandi ini.” Lanjutnya.“Hmm ….” Rachel terlihat menimbang sejenak. “Iya deh, udah mulai siang juga kayaknya udah nggak terlalu dingin.” Lanjutnya lalu mereka berdua kemudian beranjak menuju ke tepi sungai itu. “Eh tunggu. Aku juga mau ikut.” Pekik Catherine yang menyusul dari belakang.Mereka bertiga bergabung