"Maaf Tuan, saya ingat terakhir kali saya main catur dengan Tuan. Tetapi yang saya heran kenapa tiba-tiba saya sudah berbaring di tempat tidur saya sendiri?" tanya Shanaz sambil menunjuk dirinya sendiri. Duarrr!!Ketakutan Fernando benar terjadi. Wanita yang ada di depannya ini menanyakan hal yang tak ingin ia bahas. Sangat memalukan rasanya. Fernando mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ia tak ingin ada yang mendengar percakapan yang sensitif itu. Karena ada pelayan yang berlalu lalang mengerjakan pekerjaannya. Fernando kemudian mengajak Shanaz untuk bicara di ruangannya."Ikut aku. Kita bicara di ruanganku saja, sambil mencari ponselmu yang tertinggal di sana," jawab Fernando.Kemudian mereka berjalan menuju ke ruangan kerja Fernando. Tempat pertama yang dituju oleh Shanaz yaitu meja kerja Fernando. Ia berjalan mendekat dan melihat ponselnya tergeletak di sana.Namun sayangnya saat dicek ternyata benda pipih milik Shanaz itu sudah mati, mungkin baterainya low lalu mati tadi mala
Seharusnya Shanaz berhak marah dengan perlakuan Fernando. Yang seenaknya menggendong tubuhnya. Apapun alasannya tetap saja tindakan Fernando itu salah, dan harus meminta maaf kepadanya. Seharusnya Fernando membangunkan Shanaz untuk menghindari kesalahpahaman."Dia yang seharusnya minta maaf padaku," gumam Shanaz.Lamunan Shanaz buyar, ketika Fernando mendekat ke arahnya. Ia lalu menarik kursi dan duduk di samping Shanaz yang sedang berdiri. Tetapi Fernando sama sekali tidak memedulikan kehadiran Shanaz. Wanita itu mulai mencari cara untuk memperbaiki keadaan.Shanaz pergi dari hadapan Fernando. Ia ke dapur untuk membuatkan kopi untuk mantan suaminya itu. Niatnya agar Fernando nanti luluh. Shanaz mengaduk kopi buatannya. Lalu melangkahkan kakinya menuju ke ruang makan untuk menyerahkan kopi tersebut ke Tuannya. Akan tetapi yang terjadi Fernando sudah tidak berada di sana."Tuan Fernando ke mana?" tanya Shanaz. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan tak menemukan keberadaan lela
"Apa ini?" tanya Lita dengan nada dingin."Kejutan untukmu sayang. Bunga ini secantik dirimu," jawab Fernando. Senyumnya mulai redup menyusul dengan reaksi yang istrinya berikan. Namun ia menahan rasa kecewanya dan tersenyum meskipun kaku."Astaga Fernando, apa yang kamu pikirkan? Kamu pikir aku menyukai bunga seperti ini?" Lita malah mencibir. Fernando menurunkan bunga yang ia bawa dengan lemas. Semua yang ia seakan salah. Membuat Fernando seperti tak punya semangat hidup lagi.Rasanya hati Fernando bagai dihantam oleh batu yang besar dan mengoyak hatinya. Lita bahkan masih membiarkan Fernando di ambang pintu dan tak menyuruhnya untuk masuk. Dia sudah hampir mati rasa dan menyerah. Beruntung ibu mertuanya mengetahuinya. Matanya membulat sempurna melihat perilaku anaknya yang dinilainya sangat keterlaluan itu."Lita! Apa yang kamu lakukan?" pekik ibunya dengan kesal. Ia menatap tajam ke arah anaknya.Lita terperanjat mendengar ketika ibunya meneriakinya. Ia menundukkan kepalanya dan
Mata Shanaz berbinar-binar saat membaca nama Lorenzo tertera di layar ponselnya. Rasa kantuknya seolah hilang. Dan sangat antusias mendengarkan suara yang sejak tadi dirindukannya. Dengan gugup Shanaz menggeser tombol hijau pada layarnya."Halo Nabila. Apa aku menganggu tidurmu?" tanya Lorenzo saat sambungan teleponnya sudah terhubung.Shanaz menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskan perlahan. Menormalkan kembali napasnya yang berantakan akibat rasa yang membuncah di dada. "Oh, sama sekali tidak Tuan Lorenzo," sangkalnya. "Memangnya kamu belum mengantuk?" tanya Lorenzo di ujung telepon.Shanaz menggelengkan kepalanya, meskipun Lorenzo tak dapat melihatnya. "Belum Tuan, saya belum mengantuk," jawab Shanaz berbohong."Memangnya kamu sedang apa?" Lorenzo menjadi penasaran. "Bukankah di sana sudah pukul 10 malam?" imbuhnya. Biasanya pada jam ini rumah sudah sepi dan sunyi. Semua orang telah tidur, termasuk para karyawan di keluarga Lorenzo termasuk para karyawan. Hanya 2 satpam yan
Bibir Lita dan Fernando saling berpagutan. Mereka berdua saling menumpahkan segala hasrat yang semakin membara. Tangan Fernando turun, menyusuri gundukan bukit kembar milik Lita. Hamil besar membuat dada wanita itu menjadi semakin besar dan menggemaskan membuat Fernando semakin liar untuk meremasnya.Lita tak mau kalah, jemari lentiknya mulai membelai setiap jengkal demi jengkal tubuh lelaki yang sangat dirindukannya itu. Sampai puncaknya ia mendaratkan tangannya pada kepunyaan Fernando yang sudah mulai menegang tersebut. Dengan lihainya ia membuka ikat pinggang serta menurunkan resleting celana Fernando.Lita dan Fernando bangkit dari duduknya. Dengan cepat mereka mulai menanggalkan pakaian mereka masing-masing, dan kini tak menyisakan benang sehelai pun. Namun saat mengingat perutnya yang kini membuncit dan bentuk badannya yang tidak lagi ramping membuat Lita malu dan memeluk tubuhnya sendiri.Fernando mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanyanya tak mengerti."Badanku," jawab Lita ya
Fernando membulatkan matanya, mendengar suara mertuanya di luar pintu kamarnya. Ia menelan salivanya dengan susah payah, tenggorokannya seperti tercekat."Se–sebentar Bu," jawab Fernando tergagap. Menatap ke arah pintu dan istrinya secara bergantian. Saat ini hati Fernando berkecamuk. Dia sedang khawatir, karena mertuanya bisa salah paham dan menuduhnya menyakiti anaknya. Sedangkan saat ini di saat bersamaan dia juga mengkhawatirkan kondisi kesehatan istri dan calon anaknya.Sambil menangis menahan sakit Lita memakai pakaiannya. Fernando membantunya. Lalu setelah itu baru Fernando meminta izin kepada istrinya untuk membuka pintu. "Sebentar ya sayang, aku mau membuka pintu dulu untuk Ibu." Sambil menangkup kedua sisi pipi Lita.Lita menjawabnya dengan anggukan. Matanya terpejam dan masih menahan tangis. Fernando kemudian melepaskan tangannya dari pipi Lita. Ia bergerak menuruni ranjang dan berjalan menuju ke pintu kamar, lalu membukanya."Apa yang terjadi?" tanya ibunya Lita mengedark
Ibunya Lita mengelus punggung tangan ibunya Fernando. Berusaha menenangkan karena ternyata keadaan Lita dan calon bayinya baik-baik saja. "Bu Santi, tenang saja. Lita dan bayinya baik-baik saja. Jadi tidak perlu cemas lagi.Ibunya Fernando menghela napas lega. "Syukurlah. Saya sudah sangat cemas sekali tadi pada Lita dan calon bayinya," sahutnya. Sudut bibirnya melengkung ke atas. Sedang suaminya manggut-manggut ia ikut lega.Ralat, yang ibu dan ayah Fernando cemaskan hanyalah calon cucu mereka, bukan termasuk menantunya. Jika tak sedang mengandung calon keturunan Fernando, mereka berdua tidak akan secemas dan sepanik itu. Tetapi demi menjaga wibawa mereka terhadap besannya jadi berkata seperti tadi."Apa yang terjadi sebelumnya? Sehingga semua ini bisa terjadi?" tanya ayah Fernando penasaran. "Lalu di mana Fernando?" tanyanya lagi sambil mengedarkan pandangannya, namun tak kunjung menemukan batang hidung anaknya.Ibunya Lita tak langsung menjawabnya. Mendengar pertanyaan dari ayah Fe
Lita menatap Fernando. Memberikan kode agar Fernando mengutarakan keinginannya. Fernando menundukkan kepalanya. Sulit baginya untuk mengatakan hal ini kepada ibunya. Perasaan takut mulai menyerang.Fernando menelan salivanya. Ia mendekatkan wajahnya dan berbisik di telinga istrinya. "Sayang, aku akan katakan pelan-pelan pada, Ibu. Tapi nanti," bujuk Fernando. "Aku harap kamu mau bersabar sedikit, ya," imbuhnya.Lita menatap Fernando dengan tatapan mata yang tajam. Sabar katanya. Jangan-jangan semua keinginannya itu tidak akan pernah terwujud. Pikiran buruk memenuhi otak Lita.Ibunya Fernando mengerutkan keningnya. Tak mengerti dengan perubahan sikap menantunya yang secara tiba-tiba tersebut. Ia kemudian bertanya kepada Fernando. "Lita. Apa ada sesuatu yang sedang menganggu pikiranmu saat ini?" Ia mendekati Lita, menatap wajah dengan lembut, kemudian mengelus rambutnya dengan sayang.Lita menggelengkan kepalanya. "Tidak ada Bu," jawabnya. "Mungkin Lita hanya lelah, benar kan sayang?"